web analytics

Kabar Alumni: Dr. Heriyono Tardjono, Pakar Hukum yang Bermula Dari Kegabutan

Kabar Alumni: Dr. Heriyono Tardjono, Pakar Hukum yang Bermula Dari Kegabutan
6 0
Read Time:7 Minute, 59 Second

Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah tidak lelah melahirkan alumni-alumni hebat yang bermanfaat bagi nusa bangsa. Salah satunya adalah Dr. Heriyono Tardjono yang menggeluti hukum dan menjadi Pakarnya di Universitas Al-Azar Indonesia. Alumni kelahiran Bekasi, 23 Desember 1985 ini telah menempuh jenjang pendidikan hukum hingga S3 serta beberapa kali keliling dunia dengan beasiswa. Ia juga diamanahi menjadi staf DPR RI.

Lalu bagaimana kisah dan proses perjalanan pemuda energik hingga menjadi pribadi yang sukses dan menginspirasi ini yang konon menggeluti Hukum berangkat dari kegabutan? Simak selangkapnya dalam interview di bawah ini:

Apa alasan Bapak memilih PP HM Al-Mahrusiyah sebagai tempat tholabul ilmi?
Saya mondok di Al-Mahrusiyah (dulu namanya masih HM Putra) bukan pilihan saya, tapi Bapak dan Ibu saya yang memilihkan HM Putra/Al Mahrusiyah sebagai tempat putranya untuk menimba ilmu. Zaman itu pilihan pesantren yang juga memiliki lembaga pendidikan formal masih relatif sedikit. Pada waktu itu kebanyakan pondok pesantren masih salaf, dalam arti tidak ada pendidikan formalnya. HM Putra/ Al-Mahrusiyah adalah salah satu dari yang sedikit itu.

Kapan mulai menempuh jenjang pendidikan di Al-Mahrusiyah?
Saya masuk di Al-Mahrusiyah itu tahun 1997 waktu saya lulus SD ketika akan menempuh jenjang tsanawiyah. Karena kamar khusus anak tsanawiyah, yaitu kamar M.9 dan M.10 (zaman itu lazim disebut dengan kamar Em Semse) sudah full capacity, maka untuk sementara saya ditempatkan di kamar penampungan di atas jeding lama. Salah satu teman seangkatan saya di kamar penampungan ini adalah KH. Abdul Hafidz Hakim yang dulunya driver Mbah Yai Imam. Dan sekarang menjadi pengasuh Pon Pes Anak-Anak Mamba’ul Hisan, Sedayu, Gresik.

Di bulan berikutnya kami, anak tsanawi yang masih pada unyu-unyu, dipindahkan ke Kamar M.16 di gedung baru (sekarang lorong Al Jabar), jadi angkatan saya adalah penghuni spesies manusia pertama di kamar M.16.

Untuk asrama putrinya, pada zaman itu pondok putri hanya ada satu, lokasinya di bagian belakang Kampus Tribakti, tidak seperti sekarang yang sudah banyak tersebar, ada di depan pondok putra, ada di Muning, ada di Ngampel. Dan dulu kami menyebut pondok putri dengan sebutan Astri, singkatan dari Asrama Putri.

Foto Dr. Heryono Tardjono Ketika di Korea Selatan

Bagaimana sejarah pondok putri Asrama Ar-Rosyidah yang dulu itu menjadi asrama putra dengan nama Al-Fatah?
Betul pondok putri samping ndalem, zaman saya masuk pondok namanya Gedung Al-Fatah. Kantor administrasi pondok, ruang tamu, ruang terima telepon dan kamar sebagian pengurus putra di Gedung Al Fatah.
Bapak Faruq Qusyairi dan Prof. Maftuhin (Rektor UIN Tulungagung) dulu penghuni salah satu kamar di Gedung Al-Fatah tersebut. Ndalem yang menyatu dengan asrama Ar-Rosyidah sekarang itu dulu ndalemnya Syaikhi wa Murobi Al Magfurlah Mbah Yai Imam Yahya Mahrus. Disitulah kediaman Mbah Yai dan semua dzuriyah bani Imam Yahya Mahrus.

Kemudian bagaimana sejarah berdirinya Asrama Ar-Roudoh yang lokasinya di depan HM Antara?

Asrama Ar-Roudoh itu ndalem baru. Saya sudah boyong waktu itu, karena saya boyong tahun 2003. Mungkin pembangunan sekitar awal tahun 2005, karena cerita dari KH. Ihsan Said (alumni angkatan persis di bawah saya), Rois Suriyah MWC Karawang, pengajar di PonPes Luhur Attsaqofah (asuhan Prof. Dr. KH. Said Aqil Sirodj)  ro’an pertama di tanah tersebut dilakukan oleh Jamiyah Khidmatul Ma’had (JKM) pada tahun 2004. Zaman itu ketua JKMnya Kang Syamsul Arifin Huda yang sekarang jadi suaminya Ibu Diah Purwani, kalo tidak salah Bu Diah sekarang Staff Tata Usaha di MA atau MTs Al Mahrusiyah.  Sedangkan saya lulus MA dengan nama angkatan tankTo03 dibaca tanktutri yang artinya tamatan aliyah tahun dua ribu tiga. Tapi kalo saya pikir-pikir itu aga gak nyambung ya?

Mungkin bisa di ceritakan kisah-kisah dan pengalaman Bapak selama mondok di Al-Mahrusiyah?
Wah kalo ini banyak sekali pastinya, karena rentang tahun 1997 sampai dengan 2003 itu kan bukanlah waktu yang relatif singkat. Kalo mau dituliskan ulang bisa jadi buku tersendiri nantinya.

Mungkin dari sekian banyak itu ada beberapa yang bisa saya ambil hikmahnya diantaranya adalah.
Yang pertama selama 6 tahun di Pondok Al-Mahrusiyah saya hampir tidak pernah punya sandal dan handuk sendiri, karena setiap beli sendal baru usianya tidak pernah lama, begitu juga handuk, satu handuk dipake secara bergantian sama “bolo plek” lainnya. Jadi disini saya belajar untuk tidak pernah kemilik’en bondo, belajar untuk tidak pernah punya perasan memiliki yang berlebih terkait kebendaan. Karena benda dan harta itu kapanpun dan di manapun bisa hilang setiap saat.

Juga tentang nilai saling berbagi manfaat atas segala sesuatu yang ada dalam diri kita, hal ini tentunya sesuai hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “Khoiru nass anfauhum linnas”, aplikasi dari hadits ini sangat empiris sekali selama saya mondok di HM Putra/Al-Mahrusiyah.

Yang kedua setiap akan ada ujian sekolah diniyah, pasti kan ada tam-taman dan juga muhkafadzoh. Nah karena saya termasuk santri yang kurang rajin dan disiplin, jadi setiap akan ujian tembelan saya pasti banyak.
Tapi alhamdulilah sebanyak apapun tembelannya, dengan metode SKS (Sistem Kebut Semalam atau Sistem Kebut Sakelare) semua itu teratasi, walaupun tentunya maknanya kocar kacir gak karuan rasane.

Tapi dari situ saya belajar bahwa selama kita ada kemauan disitu pasti ada jalan, sebanyak apapun tembelanmu, selama kamu mau meluangkan waktu, tidak ada yang tidak keburu.
Khusus yang point dua ini jangan ditiru njih.

Selama mondok di Al-Mahrusiyah Bapakan masih pinanggih Abah Yai Imam. Mungkin ada pesan nasihat yang didawuhkan beliau ketika bapak mondok?
Alhamdulillah masih, 6 tahun itu saya masih pinanggih beliau. Salah satu nasihat Mbah Yai, beliau minta kami para anak-anak beliau (beliau memanggil para santri dengan sebutan anak-anakku), (beliau juga memanggilkan diri beliau dihadapan para santri dengan sebutan Pak Imam). Untuk tetap menjalin robitah ma’hadiyah dengan pondok, beliau berpesan kalo kalian nanti mungkin sumpek ngadapi kehidupan diluar, kerjaan yang menumpuk, beban tanggung jawab yang besar, mainlah ke pondok, sowan kiai, walaupun cuma sebentar, siapa tau athmosphere pondok bisa sedikit memberikan ketenangan pada batin kalian yang sedang gundah dan lelah.

Dulu kuantitas santri Al-Mahrusiyah kurang lebih berapa Bapak, hingga berkembang pesat sebanyak ini?
Angka pastinya saya tidak ingat, zaman saya masuk mungkin kurang lebih sekitar 400 santri putra, karena pas itu tahun 1997-1998 kan krismon (Krisis Moneter), banyak santri yang diminta pulang sama wali santri karena alasan ekonomi.

Alasan Bapak memilih jurusan hukum dengan background pendidikan seorang santri?

Kalau mau jujur pada waktu itu sebenarnya saya gak tau mau kuliah dimana dan ngambil jurusan apa.
Terus pas saya naik bus mau pulang ke Pekalongan, di samping terminal Terboyo Semarang tuh ada kampus besar. Saya mampir ke dalamnya dan lihat-lihat persyaratan masuknya, karena nilai rapot saya lumayan bagus, saya gak perlu ikut tes-tesan atau ujian masuk, langsung daftar dan diterima gitu aja.

Karena saya orang yang gak suka ribet-ribet, ya sudah kuliah saja disitu, eh pas Masa Orientasi Mahasiswa Universitas, rupanya alumni angkatan saya di HM Putra/Al-Mahrusiyah ada 7 orang yang kuliah di kampus tersebut di fakultas yang berbeda-beda.

Kemudian bagaimana kisah perjalanan pendidikan Bapak hingga menempuh S3 dan mengantongi gelar Doktor?
Semuanya bermula dari kegabutan. Pas selesai kuliah S1, luntang-lantung kerja di Biro Hukum, waktunya sisa banyak, akhirnya gabut, jadi sowan ke Habib Umar Al Muthohar, beliau paring nasihat “Ambil sekolah S2 Notaris di Undip,” Manut saya, daftar, tes masuk dari pukul 9 pagi sampai pukul 5 sore, eh lulus lanjut kuliah.

Pas lulus S2, kerja 3 atau 4 tahun, gabut, ikut ujian masuk Doktoral Unsri, dari 20 peserta ujian, pas tes wawancara 5 guru besar, cuma 7 yang lolos, saya masuk yang lolos lanjut kuliah S3. Dari 7 mahasiswa doktoral, yang lulus cuma 5, yang 2 DO.

Perjalanan lika-liku Bapak hingga sampai ke Workshop University Coop di Doungguk University, Seoul, Korea Selatan, Training For Management di Fair Price Training Institute, Singapura, Stuned-TMT Training at Center of The Politics of Transnational Law di Vrije University, Amsterdam, Belanda itu bagaimana?
Workshop dan Training tersebut sebenarnya ditujukan bagi para pemuda yang memiliki minat besar pada pengembangan usaha berbasis komunitas di Indonesia. Saya bisa mengikuti pelatihan tersebut atas refrensi dan rekomendasi dari Dewan Koperasi Indonesia. Ada kurang lebih 9 negara di Asia Pacific yang mengirimkan pemuda dan pemudinya untuk belajar di program ini.

Dari Indonesia, hanya dua pemuda yang mendapatkan rekomendasi dan dikirimkan untuk mengikuti program belajar dan pelatihan ini, dan yang menarik ialah kedua pemuda tersebut semuanya adalah alumni HM. Putra/Al mahrusiyah, saya dan Kang Firdaus Putra Aditama, teman satu angkatan di MA HM Tribakti, dulu anak kamar M.18, beliau adalah founder Indonesian Concortium For Cooperatives Inovation (ICCI) dan Tenaga Ahli Deputi Perkoperasian Kemenkop dan UKM Republik Indonesia.

Kalo yang di Amsterdam Belanda, atas refrensi dari Universitas Al-Azhar Indonesia, saya dapat beasiswa dari Nuficneso untuk mengikuti program belajar di Center of The Politics of Transnational Law di Vrije Universitiet, Amsterdam Belanda.

Mungkin ada pesan yang ingin Bapak sampaikan kepada pembaca?

Dari cerita-cerita di atas saya ingin menyampaikan bahwa alumni-alumni Al-Mahrusiyah itu no kaleng-kaleng, banyak alumni yang pencapaiannya sangat luar biasa. Oleh karena itu njenengan semua gak perlu minder atau berkecil hati menjadi santri, terlebih santri Al Mahrusiyah. Track record para alumni Al-Mahrusiyah generasi di atas njenengan pencapaiannya sangat luar biasa, beberapa diantaranya seperti Prof. Maftuhin Rasmani (Rektor UIN Tulungagung), Dr.rer.nat. Zainal Efendi, MA (Direktur Bisnis dan Pengembangan Aset Institute Pertanian Bogor), Dr. Ahmad Ginanjar Sya’ban, MA (Filolog Naskah Ulama-Ulama Nusantara), YM. Dacep Burhanudin, S.Ag, SH (Wakil Kepala Pengadilan Agama, Tidore, Maluku Utara), KH. Cecep Khairil Anwar (Kepala Kanwil Kemenag Prov. DKI Jakarta).

Itu menunjukkan bahwa metode tarbiyah yang diterapkan di Al-Mahrusiyah terbukti mampu mempersiapkan generasi-generasi unggul, generasi khoiru umah, generasi santri yang mampu beradaptasi dengan tantangan perkembangan zaman.

Wallahu A’lam

About Post Author

Annisa Fitri Ulhusna

Santri Al- Mahrusiyah Lirboyo, Kediri. Santri ngabdi kiai dan seorang gadis penggemar literasi
Happy
Happy
50 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
50 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like