web analytics

Pentingnya Bermaaf-Maafan Untuk Kembali Halal di Bulan Syawal

Pentingnya Bermaaf-Maafan Untuk Kembali Halal di Bulan Syawal
0 0
Read Time:2 Minute, 15 Second

Ramadhan telah berlalu dan syawal telah mengucap salam untuk kembali memulai kehidupan yang baru. Usai melalui Bulan Ramadhan yang di kenal sebagai bulan rahmat dan bulan umat Nabi Muhammad, kini umat islam telah kembali dalam fitrahnya.

Menyambut hari raya dengan suka cita, saling memaafkan dan menebar senyuman kebahagiaan merupakan tradisi yang melekat plus menjadi identitas Bulan Syawal yang disebut Halal bi halal.

Apa itu halal bi halal? Dilansir dari UINSGD.AC.ID halal bi halal merupakan penyebutan khusus terhadap sebuah tradisi yang dilestarikan oleh masyarakat muslim Indonesia.

Halal bi halal sendiri berasal dari bahasa halla-yahallu-hallan yang artinya terurai atau terlepas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa halal bi halal merupakan sebuah media untuk mengembalikan hubungan persaudaraan dengan saling memaafkan pada saat dan atau setelah hari raya Idul Fitri.

Sedangkan manusia merupakan insan ciptaan tuhan yang tak luput dari kesalahan, seperti yang di nukil dari dawuh Agus H. Izzul Maula Diyaullah kala sambutan Halal bi Halal Yayasan Al-Mahrusiayah, beliau ngendikan, “Barang siapa yang di pandang marah tapi kok ga marah maka dia seperti keledai,” tutur beliau kepada seluruh peserta Halal bi Halal.

Mengapa? Beliau menjelaskan alasannya tak lain karena keledai itu meskipun kalian pecuti atau pukul berkali-kali tidak akan marah. Jadi, manusia emosional itu wajar karena memang kodratnya, asalkan tak hilang kodrat welas kasihnya.

Seperti dawuh Gus Izzul, “Barang siapa yang dimintai maaf tapi tidak memaafkan maka sepertihalnya syaithon yang tidak punya welas kasih,” lanjut putra almarhum almagfurlah KH Imam Yahya Mahrus.

Pesan yang disampaikan Gus Izzul ini juga selaras dengan Imam asy-Syafi’i yang mengatakan:

مَنِ اسْتُغْضِبَ فَلَمْ يَغْضَبْ فَهُوَ حِمَارٌ وَمَنِ اسْتُرْضِيَ فْلَمْ يَرْضَ فَهُوَ شَيْطَانٌ

Artinya: Siapa saja yang dipancing emosinya namun sama sekali tidak ada respon amarah, dia adalah keledai. Sebaliknya orang yang dibujuk-bujuk agar amarahnya mereda namun sama sekali tidak mereda, dia adalah setan.

Jadi, sebagai manusia yang sewajarnya harus memposisikan diri ditengah-tenganya, meskipun terkadang marah atau emosi tapi juga tak lupa memberi maaf kepada sesama.

Karena hidup di dunia itu bak drama dengan Allah sang penulis sekenarionya, hidup penuh lika-liku dengan berbagai warna pelanginya. Kadang kala terang, mendung, bahkan badai, tapi tetap ingat satu hal bahwa pelangi akan datang usai badai reda.

Intisarinya, di bulan yang fitrah ini marilah saling bermaaf-maafan meskipun tak dapat dipungkiri kelak kembali berbuat kesalahan. Sepertihalnya kayu yang retak karena di paku, setidaknya dengan sebuah perekat dapat membuatnya kembali menyatu. Meskipun itu tak akan membuatnya kembali utuh seperti dulu.

Begitupun kata maaf, meskipun tak dapat hapuskan kesalahan setidaknya dapat eratkan hubungan yang sedikit merenggang.Waallahu a’lam.

About Post Author

Annisa Fitri Ulhusna

Santri Al- Mahrusiyah Lirboyo, Kediri. Santri ngabdi kiai dan seorang gadis penggemar literasi
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like