Sering kali kita bingung dengan pengertian antara Wakaf dan Hibah, yang mana tujuannya sama-sama suatu pemberian. Maka dari itu, kali ini penulis akan membahas mengenai Wakaf dan Hibah yang di dasarkan pada Kitab Fathul Mu’in karangan Syaikh Zainudin Al Malibari.
Dalam bab Hibah (Kitab Fathul Mu’in) di jelaskan bahwa Hibah sebenarnya memiliki arti luas karena mencakup Shodaqoh (sedekah) dan Hadiyah.
باب في الهبة
أي مطلقهاالشّمل لصّدقة والهديّة
Secara definisi, Hibah adalah memberikan suatu barang yang pada umumnya sah untuk di jual, atau memberikan piutang pada ahli tabarru’, dengan tanpa ada penukaran.
الهبّة تملك عين يصح بيعها غالب أو دين من أهل تبرّء بلا عوض
Hibah terjadi dengan ijab, misalnya “saya hibahkan kepadamu barang ini” atau “saya anugerakan kepadamu barang ini” dan setelah itu qobul bersambung dengan ijab, seperti ucapan saya menerima atau saya ucapkan. Layaknya orang yang memberi dngan ucapan pemberian dan orang menerima dengan ucapan penerimaan. Selain itu, hibah bisa jadi dengan kinayah (sindiran), misalnya ucapan “ini untukmu” atau “aku pakaikan baju ini untukmu”. Bisa pula dengan cara Mu’athoh (semata-mata memberikan) menurut pendapat yang muktar (dipilih).
Syaikh Ibnu Hajar al Haitami yang merupakan guru dari Syekh Zainuddin dalam kitabnya berjudul Syarah al Minhaj berkata: “terkadang hibah tidak di isyaratkan adanya sighot (Bahasa) ijab dan qobul.
Lalu bagaimana yang di maksut dengan Wakaf? Wakaf menurut Bahasa berati “menahan” sedangkan menurut syara’ adalah menahan harta yang bisa di manfaatkan dalam keadaan barang yang masih tetap, dengan cara memutus pentasarrufan miliknya, untuk di serahkan buat keperluan yang mubah dan ter arah
هو لغةالحبس مال يمكن الاءنتفعبه مع بقاء عينه بقطع
التّصرّف في رقبته على مصرف مباح وجهّة
Dasar dalil wakaf di sandarkan pada hadist Rosululloh SAW, “Bila seorang muslim telah meninggal dunia, maka amalnya putus kecuali tiga perkara, yaitu shodaqoh jariyah, ilmu bermanfaat dan anak yang sholih yaitu muslim yang mendoakan kepada orang tuanya”. ulama-ulama membelokan arti shodaqoh jariyyah kepada wakaf, bukan kepada semacam mewasiatkan kemanfaatan yang mubah.
Dalam sebuah hikayat, sayyidina Umar r.a pernah mewakafkan sebidang tanah yang ia dapatkan dari hasil rampasan perang Khaibar atas perintah Rosululloh SAW, dan beliau menentukan beberapa syarat antara lain: bumi tersebut tidak boleh di waris, di jual, di hibahkan, dan bagi orang yang mengurusinya berhak makan dari padanya secara baik. Serta boleh memberi makan temannya dari padanya dengan tanpa imbalan hartanya. Sedangkan Sayyidina Umar r.a adalah orang yang pertama kali Wakaf.
Jadi di sini secara garis besar perbedaan Hibah dan Wakaf yaitu kalau Hibah itu seperti Shodaqoh dan Hadiah dalam artiyan semacam pemberian, sedangkan wakaf adalah pemberian sesuatu yang di peruntukan untuk di manfaatkan kepada hal yang baik dan memenuhi syarat.