Awal Mula Bulan Puasa Sakral berubah menjadi Nakal, Harusnya Sederhana Malah Gegap Gempita.
Benak saya tersentak kok bisa-bisanya bulan Ramadhan di Indonesia ini terkesan ‘melenceng’ dari hakikat bulan Ramadhan itu sendiri. Kita rasakan bersama, Hingar bingar Bulan Ramadhan di Indonesia itu begitu semarak, banyak sekali ekspresi kegembiraan dan foya-foya didalamnya dengan kearifan lokal warga masing-masing.
Mulai dari yang sederhana hingga bising. Yang menunjang puasa hingga yang bikin pushing.
Padahal Bulan Ramadhan itu kita disuruh puasa dan imsak alias ‘ngeker’ hawa nafsu. Namun di Negara kita ini Malah sebaliknya. Perintah ramadhan yang harusnya penuh sederhana malah jamak foya-foya, ramadhan yang sebenarnya seksama malah kebak gempita. Ramadan yang baiknya berserah diri malah penuh muatan materi.
Bunyi petasan dimana-mana, pasar malam terbuka menganga. Permainan tidak penting meraja lela, tempat pemancingan semakin ramai, olahraga yang biasanya sore hari hijrah kemalam hari (tak sedikit yang berhias judi) , Dan beberapa pasta pora lainya. Bulan Ramadhan yang harusnya menjadi penghalang seolah malah menjadi lebih menantang.
Tentu hal tersebut membuat pikirku terusik, benakku tersentak, Dan jiwaku ingin menghentak. mana mungkin ulama terdahulu mengajarkan perkara -yang kata Al-Quran- laibun wa lahwun-, permainan dan senda gurau belaka seperti diatas.
Lalu dari mana hura-hura ramadhan itu bermula?
Jawaban itu ketemu, ternyata gegap gempita Ramadhan itu masih ada kaitanya dengan kolonial Belanda. Mengutip dari Api Sejarahnya Bpk. Mansur Suryanegara. Tata ruang perkotaan di Indonesia ini yang mengelola Belanda. Pribumi, China, Arab Dan Belanda denah rumahnya dipisah. Pribumi Islam Dan Pribumi Kristen-Khatolik pun di bedakan. Biasanya dipisah dengan rel Kereta Api yang melintang dan Keturunan Tionghoa serta Arab menjadi pemisah antara Pribumi Islam dengan pemukiman Belanda.
Nah, Belanda tidak hanya menjajah materi. ideologi dan religi pun di ekspansi dengan semangat ‘Gospel’nya. Belanda berniat membodohkan Pribumi Islam dengan membuat segala pusat hiburan itu diwilayah pemukiman Penduduk muslim. Bioskop, Alun-alun, tempat perjudian, dan Tempat-tempat ‘kenakalan’ lainnya berdekatan dengan pemukiman islam. Kenapa kok ndak didirikan dipemukiman Belanda sendiri? Tentu mereka tak akan rela generasinya sendiri rusak.
Kemudian Belanda Juga merusak Ramadhan yang sakral, momentum umat islam untuk lebih dekat dengan TuhanNya itu oleh Belanda dikoyak dengan cara Alun-alun diatas tadi setiap malam bulan Ramadhan di sulap menjadi Pasar Malam. Tentu Pasar malam lengkap dengan segala aksesorinya, petasan, kembang api,
Permainan dll. Profanisasi Belanda itu digunakan untuk menyaingi keramaian yang ada di Masjid. siapa warga yang tidak tergiur dengan Pasar Malam? Anak-anak pun pasti lebih tertarik main di Pasar Malam daripada ngaji di Masjid.
Puasa yang harusnya lebih hemat bagi Muslim Indonesia malah menjadi paling boros secara keduniawian. Ya berangkat dari ulah Belanda diatas. Dan Hal itu bertahan hingga sekarang. Ramadhan yang sakral itu dikacaukan oleh Belanda dengan hal-hal yang ‘Nakal’. Dan kenapa Belanda menyerang ideologis Pribumi Muslim? Yap karena Muslim dan pesantren oleh Belanda dianggap sebagai Terrible Psychological Weapon (Senjata kejiwaan yang sangat ampuh).
Nah untuk melemahkan keampuhannya Belanda menciptakan hal-hal hiburan diatas supaya pemuda meniggalkan tempatnya bertumbuh kembang, Masjid, Kiai dan Pesantren. Karena Merebut negara akan mudah bila generasinya dirusak. Bagaimanapun Indonesia tetaplah Ampuh nyatanya mau dirusak kayak apapun Bulan Ramadhan kemerdekaan malah diraih pada tgl 9 bulan Ramdhan. Unik Bukan. Sayangnya pesta pora ramadhan itu masih bertahan hingga sekarang.
Wallohu a’lam.