Pilih Ahli Tapi Tidak Amanah Atau Amanah Tapi Tidak Ahli?
Pernah nggak sih kalian ketika berorganisasi atau dengan rekan kerja nemuin orang yang keahliannya bagus tapi attitudenya minus? atau nemuin orang yang skillnya nggak bagus di sisi lain attitude surplus?
Menghadapi posisi seperti ini acapkali membuat kita dilema, yang satu nggak tau diri, tapi dia ahli dan dibutuhkan, yang satunya bisa dipercaya tapi ya begitu: skillnya biasa-biasa saja. Dalam dunia modern, keahlian kita kenal dengan istilah hard skill dan kredibilitas atau attitude dikenal dengan soft skill.
Hal seperti ini ternyata sudah pernah diteliti oleh Imam Ibnu Qoldun, dalam magnum opusnya yang berjudul Muqodimah, di dunia kerja, terdapat 4 tipe manusia, pertama, ada yang ahli dan bisa dipercaya, kedua, ada yang tidak ahli dan tidak bisa dipercaya. Ketiga ada yang ahli tapi tidak bisa dipercaya dan keempat tidak ahli tapi bisa dipercaya.
Untuk tipe yang pertama, itu sulit ditemukan, kalipun ada bayarannya juga mahal. Lalu yang kedua tentu tidak ada yang ingin makai, nah mayoritas kita akan menemui tipe ketiga dan keempat, ahli tapi tidak kredibel, atau kredibel tapi tidak ahli, lalu mau milih yang mana kelak kalau kita jadi Bos (amin) atau mau jadi apa kita?
Oke, masih dengan hasil penelitian Ibnu Qoldun di kitab yang sama, ketika di antara pilihan keahlian atau kredibilitas, beliau lebih memprioritaskan orang yang ahli meskipun tidak kredibel, alasannya, orang yang menguasai bidangnya bisa menghindari hal-hal yang menyia-nyiakan dan bisa menyelesaikan urusan. Nanti mengenai kredibilitas bisa diatur belakangan, yang penting projek beres.
Pendapat Ibnu Qoldun ini jika kita ingat sesuai dengan Hadits Nabi, إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ
فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
“Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” Melihat hadits ini jelas posisi orang yang profesional dalam bidangnya lebih diutamakan.
Dalam sebuah diskusi saya dengan Dr. Hery beliau juga sependapat, alasannya lingkup negara ada check and balance, jadi untuk mengatasi kredibilitas orang yang profesional dan ahli tadi, negara mengantisipasinya melalui Yudikatif, termasuk juga KPK. Maka jangan heran kalau di Indonesia banyak kasus korupsi, ya karena terpaksa milih konsep ini.
Akan tetapi, konsep di atas biasanya diterapkan di posisi tinggi dengan kekuasan besar, namun untuk tingkat karyawan, UMKM atau pejabat daerah dan desa, konsep bisa dipercaya meskipun tidak ahli masih menjadi primadona. Ya kita bisa melihat sendiri di antara sekitar kita.
Bagaimanapun, bagi kita kalau bisa menjadi orang yang pertama tadi, ahli dalam bidangnya dan bisa dipercaya, Mumpuni di hard skill dan teguh dalam soft skill. Ingat dawuhnya Sayyidina Umar,
لأن يضعني الصدق وقلما يفعل، أحب إلي من أن يرفعني الكذب وقلما يفعل
“Kejujuran yang menjatuhkanku–meski sedikit yang melakukan–lebih kusukai daripada kebohongan yang mempertahankan jabatanku -dan itu sedikit pula yang melakukan-”
Wallahu a’lam.