Syukur alhamdulilah, ikhtiar tim redaksi untuk melakoni interview spesial dengan kiai sekaligus pegiat kebudayaan dari kalangan Nahdliyin, KH. Jadul Maula diberi jalan terang, setelah sebelumnya kami sempat meminta izin kepada beliau sempat terkendala, lantaran jadwal beliau yang padat. Tepat pada tanggal 27 Juni, Selasa siang. kami berangkat dari Kota Kediri menuju Kota Yogyakarta, sebanyak 4 orang dengan menggunakan 2 motor, perjalanan memakan waktu kurang lebih 8 jam dengan diselingi istirahat di beberapa tempat.
Tiba di Kota Jogja, waktu menunjukan pukul 10 malam, kami sempat memberi kabar beliau, takutnya kalau kemalaman, apalagi sebagian penduduk Kota Jogja telah melaksanakan takbir dan esoknya sudah Hari Raya Idul Adha, sempat bimbang juga, khawatir dipandang tidak etis, tamu datang di Hari Raya.Ternyata di luar dugaan, beliau memberikan jawaban, sudah saya tunggu di pondok, alhasil kami langsung cepat-cepat untuk menyelesaikan makan, dan segera menuju ke lokasi pondok yang tinggal memakan waktu 5 menit dari lokasi kami.
Setelah memasuki komplek perumahan desa yang lumayan padat, kami tiba di ujung jalan, maps sudah menunjukan kalau “Anda sudah sampai di lokasi”, lantaran pondoknya sedikit tertutup pohon bambu yang rimbun, jadi kami tetap terus saja, mengikuti jalan setapak yang semakin kecil. Untung saja, nasib kami masih baik, karena kalau terus ternyata di depan adalah Sungai Kali Opak, jika terus bisa nyebur.
Akhirnya kami memasuki lokasi pondok yang hampir kesasar tadi, kami disambut salah satu abdi ndalem KH. Jadul Maula, “Monggo mas, dari Lirboyo ya, sudah ditunggu beliau dari tadi.” Alhasil kami menemui beliau di salah satu aula yang lebih mirip padepokan bernuansa kebudayaan jawa, banyak kalangan berkumpul disini, bahkan, salah satunya ada tamu dari Singapura. Awal Mula Pendirian Pesantren. Berdasarkan penuturan KH. Jadul Maula, berdirinya Pondok Pesantren Kali Opak yang beralamat di Menguten, Srimulyo, Kec. Piyungan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta ini berawal dari ketika beliau dipasrahi untuk mengelola adat dan tradisi-tradisi kebudayaan yang belum tertata rapi.
Selain itu melalui adanya pondok ini, KH. Jadul Maula berniat untuk mempelajari sistem ulama terdahulu yang menjadikan seni bagian dari dakwah maupun pendidikan. Kebetulan, pada saat itu beliau diamanahi menjadi Ketua Lesbumi PWNU Yogyakarta, seiring berjalannya waktu, pondok ini banyak mempelajari seni, semua seni diajarkan sebagai bentuk pembelajaran, tidak membatasi antara seni rupa, seni suara, seni modern dan sebagainya.
Dengan penerapan metode seperti ini, alhasil Pondok Pesantren Budaya Kali Opak itu agak berbeda dengan pondok pada umumnya, sebab disini menggunakan pendekatan budaya untuk mentransfer pengetahuan dan mengelola itu sendiri, kesenian dijadikan instrumen untuk mengajarkan beberapa nilai pesantren dan tidak hanya pendidikan formal yang selama ini ada.
Jadi, teman-teman jangan heran jika berkunjung ke pondok ini, sebab lebih nampak sebagai sanggar atau seperti tempat sebuah komunitas.
Kegiatan Pesantren
Pondok Pesantren ini mulai dibangun dan dirintis tahun 2004, lebih tepatnya, menurut Abdul Rohman, selaku pengurus pondok, awalnya pondok ini tergabung dalam LKIS (Lembaga Kajian Islam Sosial). Salah satu lembaga anak muda yang fokus di pemikiran keislaman progesif, 2004 mulai dibangun dan diresmikan pada tahun 2006. Pada tahun tersebut Yogyakarta diguncang gempa, alhasil kegaiatan pesantren sempat terhenti.
Tetapi, sebab kejadian alam itu, Pondok menjadi basecamp pengungsian, mulai aktif lagi pada tahun 2009, statusnya masih di bawah Lembaga LKIS, kemudian setelah berjalannya waktu Pondok Pesantren Kali Opak resmi menjadi sebuah yayasan, dan sejak awal memang lebih mengarah kepada kebudayaan. Sekarang sudah banyak kegiatan yang dilakukan di lingkungan pesantren, antara lain kegiatan keagamaan sepertiPengajian Al-Qur’an, Kitab-Kitab Pesantren, juga kegiatan lain, macam pameran lukisan hingga pidato kebudayaan, diskusi tasawuf, seni tari, pelatihan menulis hingga pelatihan film dan sebagainya.
Menariknya, santri-santrinya silih berganti dalam tempo waktu yang cepat dan berasal dari berbagai daerah. Banyak juga dari banyak kalangan yang mengunjungi pesantren ini untuk melakukan diskusi maupun penelitian, seperti UIN SUKA, UGM, UI, kalangan pesantren, akademisi, seniman, petani serta lainnya. Selain itu, berbagai komunitas lintas agama, sosial maupun etnis bisa datang untuk mengikuti kegiatan dan bersenang-senang di Pesantren Kali Opak,
Dekat Petilasan Sunan Kali Jaga
Namanya Kali Opak menisbatkan bahwa pondok ini secara wilayah dekat dengan Kali Opak, sebuah sungai yang mengalir di Daerah Istimewa Yogyakarta, alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Sama seperti Lirboyo, Krapyak, Tebuireng maupun Buntet. Di mana nama pesant-ren diikat dengan ruang sosial, geografis, historis serta kultural di lingkungan masyarakat.
Menurut KH. Jadul Maula, pesantren ini juga dekat dengan jejak-jejak peninggalan para wali, ada Makam Jowo Sutro, seseorang yang dulu berkaitan terkait dakwah untuk mendirikan Mataram Islam, kemudian Makam Sunan Geseng murid dari Sunan Kalijaga, juga Petilasan Sunan Kali Jaga di sebelah utara.
Berhubung Pondok Pesantren ini tidak ada muassinya seperti di Lirboyo dan sebagainya, maka kita niati dengan belajar banyak terkait peninggalan Sunan Kali Jaga, salah satunya dengan mengadakan lakon-lakon wayang diselipi pesan-pesan nasihat serta moral. Pesantren Kali Opak telah menjadi salah satu sumbangsih aspek pendidikan dan kebudayaan di tengah Kota Pelajar, terlepas dari backgroundnya yang unik dan berbeda, Pesantren Kali Opak tetap tegak berdiri mengikuti kata hati. “Perencenaan makro (dalam aspek luas) Pesantren Kali Opak untuk pengajian, pelatihan dan berkesenian, memberikan banyak ruang yang luas dan terbuka. Gaya pesantren terasa lebih terbuka bagi Masyarakat Jogja, tapi kurang begitu kuat. Sedangkan, yang modern kurang terbuka tapi lebih kuat karena fasilitasnya. Sejujurnya kami tidak punya desain secara keseluruhan, semua berjalan begitu saja, sesuai usaha dan kata hati kami, selalu dibawah Ridho Allah, Amin.” Tutur Kyai Jadul.
Sekian, Semoga Bermanfaat.
Wallahu A’lam