web analytics
AD PLACEMENT

Puasa: Hikmah Spiritual

AD PLACEMENT
0 0
Read Time:7 Minute, 16 Second

Suatu hari, penulis ini membaca sebuah buku. Tidak ada maksud apa-apa, selain karena memang murni ingin baca buku. Kebetulan, untuk edisi baca buku kali ini tidak seperti biasanya: tidak ada sruput kopi atau hanya sekedar cemil jajanan. Karena memang, ini Ramadhan! Puasa!

Hingga, di detak detik yang kesekian, penulis ini begitu sulit konsisten akan bacaannya. Bukan karena apa, keterangan pada suatu lembar di buku Kearifan Syariat karya Forum Kalimasada (Kajian Ilmiah Tamatan Siswa 2009) Pondok Pesantren Lirboyo, memaksa penulis yang sedang membaca ini untuk kembali menulis. Apalagi keterangan di buku itu adalah perihal Ramadhan, termasuk puasa. Salah satu pertanyaan yang mengusik, “Sebenarnya hikmah apa yang didapat dari berpuasa?”

Pertanyaan tersebut dijawab dengan mudah oleh buku tersebut, setidaknya ada 4 hikmah yang didapat saat kita berpuasa: Spiritual, Sosial, Psikologis, dan Medikal.

Dengan kenyataan bahwa pembahasannya begitu panjang untuk dijadikan satu judul tulisan, juga dirasa rugi jika harus sampai meringkasnya, dengan inisiatif penuh, dari keempat hikmah puasa tersebut dijadikan satu sub pembahasan tersendiri. Menjadi judul tulisan tersendiri.

AD PLACEMENT

Di sisi lain, terbitnya tulisan ini bukan bermaksud untuk menambahi, mengurangi, mengkritik, ataupun membandingi antara opini pribadi dengan buku kajian ini. Tidak, sama sekali tidak. Benar-benar tidak ada sopan jika hal itu terjadi. Ini hanya sebagai bentuk pengantar tersampainya hasil pemikiran dari orang-orang yang luar biasa kepada kalian, para pembaca yang beruntung. Karena mungkin saja belum berkesempatan memiliki dan membaca buku itu langsung.

Ini pembahasan buku itu, mari belajar bersama!

  1. Puasa: Hikmah Spiritual.

 

Tentu, setiap ibadah pasti bermakna spiritual. Tapi, puasa adalah salah satu ibadah yang memiliki nilai spiritual yang kental. Bahkan, satu-satunya. Kenapa begitu? Karena puasa memang merupakan ibadah yang benar-benar berhadap dan terhubung dengan Allah. Bahkan, KH. Husein Muhammad dalam bukunya, Islam, menyebutkan: “puasa sepenuhnya merupakan momen spiritualitas dan cara pengabdian kepada Tuhan paling eksklusif.”

AD PLACEMENT

Itu kenapa, seringnya kita mendengar:

الصوم لي وأنا أجزى به

“Puasa adalah milikku dan aku akan membalasnya.”

Eksklusif dimaksudkan, karena memang setiap semua tindakan manusia dapat diidentifikasi dan dinilai oleh manusia sendiri, kecuali puasa, lanjut KH. Husein Muhammad. Memang, hanya kita dan Allah yang mengetahui puasa itu sendiri.

AD PLACEMENT

 

Dalam buku Kearifan Syariat, setidaknya ada 6 hal terkait hikmah spiritual dalam puasa:

  1. Peran Puasa Dalam Meningkatkan Ketakwaan

Ketika menjalankan puasa, kita dituntut untuk menahan sesuatu yang menjadi kebutuhan esensial nafsu. Selama sehari penuh, kita dilatih untuk mengendalikan keinginan makan dan minum agar kita terlatih untuk menjauhin dan menghindari godaan nafsu untuk memiliki dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang diperoleh dengan praktik-praktik yang tidak halal. Seperti hasil korupsi, mencuri, merampas, dan sebagainya. Hubungan seksual untuk sementara waktu juga dikendalikan agar manusia terlatih mengendalikan nafsu libidonya sehingga terhindar dari zina, onani, dan perselingkuhan. Dengan berhasil menahan diri dari makanan dan kebutuhan seksual semata-mata karena taat kepada Allah Swt., diharapkan kita akan lebih mampu untuk menahan diri dari perbuatan yang diharamkan dengan didasari ketaatan kepada-Nya.

Dengan berpuasa, seseorang mempertegas komitmennya untuk memprioritaskan perintah Allah Swt. dan mengalahkan kesenangan nafsu. Inilah hikmah paling subtansial dari puasa yang ditandaskan oleh Al-Qur’an, yaitu mencetak generasi umat yang bertakwa. Predikat takwa sendiri hanya disematkan kepada mereka yang menjalankan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya. Allah berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

 

  1. Mawas Diri (Muraqabah) Untuk Mewujudkan Kebaikan Bersama

Puasa juga bertujuan menumbuhkan perasaan senantiasa diawasi oleh Allah Swt. Ketika kita sendirian di tempat sepi merasakan lapar dan dahaga, kita memiliki kesempatan untuk makan dan minum tanpa sepengetahuan orang lain. Namun, kita bersikeras untuk tidak melakukannya. Keyakinan masih ada Dzat yang memantau semua perilaku kita, mampu menumbuhkan komitmen moral untuk menyempurnakan ibadah puasa kita selama sebulan penuh. Andaikan semua orang mempertahankan sikap seperti ini secara berkesinambungan hingga di selain bulan Ramadhan, akan tercipta sebuah tatanan sosial yang selama ini dicita-citakan. Tidak akan terjadi tindakan melawan norma, hukum, dan garis serta tatanan hidup lainnya. Semua orang merasa diawasi oleh Allah Swt. dan harus mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatan di hadapan-Nya.

Dalam bermasyarakat, Rasulullah menggambarkan setiap anggota masyarakat harus menjaga keselamatan orang lain dengan cara menahan diri dari berbuat kejahatan. Ibarat seseorang yang menaiki perahu di tengah samudra, setiap penumpang harus menahan diri dari melakukan hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan bersama. Ketika ada seorang yang melakukan kejahatan dengan cara melubangi kapal, maka benar jika yang dikatakan salah adalah si pelaku aja. Namun, bukankah yang menjadi korban adalah seluruh penumpang kapal? Begitu pula dalam hidup bermasyarakat. Setiap elemen diharapkan menahan diri dari berbuat kejahatan. Ketika ia berbuat kejahatan, benar yang salah adalah si pelaku sendiri. Namun, bukanlah yang jelek adalah masyarakat di sekitar pelaku? Maka, menjadi kewajiban setiap individu masyarakat, menjaga diri, dan orang lain dari perbuatan jahat di tengah kehidupan bermasyarakat.

 

  1. Pesan Untuk Bersyukur

Puasa juga melatih kita agar senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt. Seseorang baru menyadari betapa besar nilai sesuatu pada saat dia kehilangan. Dengan tidak merasakan makan dan minum selama berpuasa, kita akan menyadari betapa besar karunia Allah selama ini. Kita senantiasa diberi kesehatan dan kelapangan rizki sehingga bisa merasakan nikmatnya makanan dan minuman.

 

  1. Pesan Untuk Bersikap Amanah

Dalam menjalankan puasa, seseorang tidak dapat dinilai secara lahirnya saja. Orang yang tampak lesu di siang hari bulan Ramadhan belum tentu kalau dia benar-benar berpuasa. Orang yang tampak segar bugar juga tidak bisa kita tuduh sebagai orang yang tidak berpuasa. Ketika dalam keadaan sendiri, seseorang memiliki kesempatan melakukan pelanggaran dengan cara makan atau minum tanpa sepengetahuan orang lain. Maka, puasa dalam hal ini telah menjadi satu hal yang dipercayakan (baca: diamanahkan) kepada seorang hamba. Nabi Saw. bersabda,

إن الصوم أمانة فليحفظ أحدكم أمانته

“Sesungguhnya, puasa adalah amanah, maka hendaknya masing-masing kalian menjaga amanahnya.”

Jadi, dengan puasa, berarti seseorang telah membiasakan diri bersikap amanah dalam hidupnya. Dan hendaknya hal ini disadari oleh setiap pelaku puasa.

 

  1. Penguatan Unsur Malakiyah Manusia

Diakui bersama bahwa manusia tidak hanya tersusun dari darah dan daging, sehingga tujuan hidupnya hanya sekedar memenuhi tuntutan keduanya. Dalam diri manusia, terdapat hakikat lain selain kedua unsur materi di atas. Unsur lain itu bersifat abstrak, nonmateri, dan mulia. Unsur lain tersebut adalah sifat-sifat khas malaikat, ruh, dan hati yang tidak dimiliki makhluk lain di muka bumi.

Ketika manusia melupakan unsur esensial ini, maka ia hanya akan menjadi makhluk yang tidak bernilai dan tidak lebih dari hewan-hewan melata lainnya. Unsur hewani adalah rendah dan hina, sedang unsur ruhiyyah malakiyah adalah mulia. Maka, sudah sepantasnya unsur yang mulia dimuliakan dan unsur yang hina direndahkan dan ditindas oleh unsur yang mulia. Karena bila unsur hina menjadi dominan, maka yang ada hanyalah sosok hewan, bukan manusia yang dapat mengatur dan memakmurkan dunia. Padahal, sudah menjadi titah Allah, menjadikan manusia sebagai khalifah yang mengatur dunia. Jika semua manusia hanya mengunggulkan dimensi hewaninya, niscaya apa yang dikatakan para malaikat adalah benar. “Mereka (para malaikat) berkata, ‘Apakah engkau menjadikan orang-orang yang berbuat kerusakan dan mengalirkan darah, padahal kami senantiasa mensucikan-Mu dengan memuji-Mu dan membersihkan-Mu.” (QS. Al-Baqarah: 30). Padahal, sudah ditegaskan bahwa Tuhan telah menetapkan hikmah-Nya dalam penciptaan manusia. Manusia tidak selalu memiliki potensi, namun keberadaannya telah dibekali kemampuan konstruktif, yakni akal dan hati.

Allah berfirman: “Sesungguhnya aku lebih tahu apa yang kalian tidak ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 30).

Jadi, dengan berpuasa, seseorang berusaha membatasi unsur hewaninya (makan, minum, dan seks) dan secara bersamaan memantapkan kekuatan ruhaniyahnya.

 

  1. Melatih Kesabaran

Makna kesabaran dalam puasa sudah sangat jelas. Dalam sehari penuh, seseorang dilatih mengendalikan kesabaran dengan cara menahan makan, minum, dan sebagainya. Itu semua dijalankan secara suka rela tanpa ada paksaan. Tentu saja, dalam hal ini terdapat latihan kesabaran tingkat tinggi. Namun, yang perlu dicatat, kesabaran yang dimaksud bukan hanya ketika sedang menjalankan puasa, melainkan harus senantiasa dijaga konsistensinya meskipun pada waktu-waktu tidak berpuasa. Pembiasaan ini sangat baik, untuk menekan angka kemaksiatan dalam masyarakat.

Puasa menjawab pertanyaan mendasar tentang penyimpangan-penyimpangan perintah Tuhan. Mengapa seorang mencuri, membunuh, atau berselingkuh? Semua didasarkan pada masalah kesabaran pribadi masing-masing. Seseorang mencuri karena tidak tahan atas apa yang menimpanya dalam masalah ekonomi. Seseorang membunuh, karena ia tidak tahan untuk menghadapi masalah dan emosi yang menghampirinya. Seseorang berbuat zina tentu karena ia tidak mampu bersabar mengendalikan libidonya. Maka, bulan Ramadhan adalah bulan pembelajaran terhadap masing-masing individu untuk bersabar dalam mengendalikan diri.

Dengan begitu, jika puasa tidak menjadikan kita sadar dan takwa, berarti ada yang salah dengan diri dan puasa kita!

Semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam.

 

 

About Post Author

Aqna Mumtaz Ilmi Ahbati

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

AD PLACEMENT

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Air

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Air

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Laut

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Laut

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Gunung

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Gunung

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Tanah

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Tanah

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Bintang.

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Bintang.

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Bulan

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Bulan

AD PLACEMENT