Tembang terkenal tersebut di Gubah oleh Raden Maulana Maqdum Ibrohim, atau yang biasa kita panggil Sunan Bonang. Sedangkan Opick sekadar menirukan tembang milik Sunan Bonang. Hanya saja Opick mampu membawanya dengan versi yang lebih modern (memakai bahasa Indonesia) dan suara yang merdu. Sehingga banyak yang tertarik dengan Opick, kemudian sebagian menganggap tembang tersebut karya Opick sendiri.
Adapun arti tembang tersebut adalah obat sakit jiwa (hati) itu ada lima jenisnya. Pertama, membaca Al-Qur’an direnungkan artinya. Kedua, mengerjakan shalat malam (Sunnah Tahajjud). Ketiga, sering bersahabat dengan orang shalih (berilmu). Keempat, harus sering berprihatin (berpuasa). Kelima, sering berzikir mengingat Allah di waktu malam. Siapa saja mampu mengerjakannya. InsyaAllah Allah akan mengabulkan.
Rihlah selanjutnya kita ke maqam Sunan Bonang, salah satu putra dari Sunan Ampel. Ia sejak remaja sudah diperintah untuk berguru pada Syekh Maulana Ishaq, ayah kandung Sunan Giri. Sejak kecil memang beliau sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin oleh ayahnya. Beliau digodok dengan tujuan agar kelak bisa melanjutkan perjuangan ayahnya.
Saat bus terparkir saya dan sang karib segera bersiap diri, disana sudah terjejer tertib becak yang siap mengantarkan kami ke maqam. Penumpang cukup membayarnya 15 ribu untuk perjalanan berangkat dan 20 ribu untuk perjalanan pulang ke Maqom. Ini dikarenakan perjalanan kembali ke parkiran ditempuh dengan jalan yang agak menanjak jadi lebih mahal.
Saat sudah berada di maqam sebagian para adik-adik MTs dan SMP sudah siap ditempat, sembari menunggu kakak kelas mereka bersholawat bersama. Disini terpaksa menunggu lebih lama sebab hujan begitu derasnya, langit menurunkan jutaan ribu armada airnya. Sehingga, peserta ziarah yang belum berangkat dari parkiran harus menunggu hujan reda.
Kisaran 1 jam, saya dan peziarah dari SMP/MTs menunggu, datanglah peziarah dari MA/SMK secara bergantian. Para panitia dari putri pun mulai terlihat mendampingi peserta.
Di maqam Sunan Bonang Gus Iing memimpin, kali ini dari dzuriyah hanya Gus Iing yang hadir. Mungkin karena hujan yang deras dan lama tadi, sehingga dzuriyah yang lain berhalangan hadir. Walau demikian, pembacaan tahlil tetap berjalan khidmat tanpa ada kurang apapun. Justru keberadaan kami menjadi pusat perhatian oleh para jamaah lainnya. Disana dengan baik hati juru kunci memberi izin speaker dengan suara keras dan sempurna, tidak seperti biasanya, ditambah suara Gus Iing yang begitu bulat membuat tiada yang mampu menandingi suara tahlil beliau.
Di destinasi maqam Sunan Bonang pula kami berpisah dengan santri tingkat SMP/MTs. Tujuan mereka memang hanya wali 5 Jawa Timur, tidak seperti MA/SMK yang sampai ke Sunan Gunung Jati -Wali Songo-. Itu sebabnya MA/SMK dikembalikan terlebih dahulu di parkiran agar meleluasakan santri SMP/MTs daam berbelanja. Dan saya, tentu pulang lebih dulu.
Saat yang lain mengantri becak untuk pulang, saya yang sudah di parkiran memanfaatkan waktu untuk mandi. Alhamdulillah seusai mandi, makanan kami datang. Dengan ampok varian yang berbeda, yaitu berwarna putih langsung kusantap meski ampok ini lebih terasa serat di tenggorokan.