Rihlah Ziarah Santri Al-Mahrusiyah: Maqam Raden Umar Sa’id Sunan Muria Kudus
Sunan Muria merupakan putra Sunan Kalijaga, beliau adalah pendakwah termuda Walisongo. Sama dengan ayahnya, beliau menyebarkan islam menggunakan strategi seni dan budaya, bahkan beliau membuat lagu jawa (tembang jawa) yang sampai saat ini masih sangat dikenang yaitu sinom dan kinanti. Nama kecilnya adalah Raden Umar Sa’id. Beliau dijuluki Sunan Muria karena menetap di Gunung Muria yang terletak di pantai utara Jawa Tengah, sebelah timur laut Kota Semarang. Gunung ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, dan wilayah Kabupaten Pati.
Setelah semalam hujan deras mengguyur kota Tuban, akhirnya kita mengulur waktu menunggu sampai hujan reda. Semula jadwal yang telah disusun kita sampai di Muria setelah sholat subuh namun pada realitanya kita sampai di Muria jam 7 pagi. Karena Maqam Sunan Muria berada di atas bukit tinggi, kita diwajibkan naik ojek dengan harga 15 ribu per orang. Pemberangkatan dimulai dari peserta ziarah putra. Karena ojeknya hanya untuk satu orang, jadi lumayan agak lama menunggu peserta putra naik ke maqam. Sekitar jam 9 pagi peserta ziarah putri diberangkatkan.
Ojek di Muria ini sangat ekstrem, kebut-kebutan kayak mau demo. “Nggak takut pak?”. Tanya saya. “Oh enggak mbak sudah biasa kaya gini”. Jawab tukang ojek dengan santai. Dalam hati saya padahal bener-bener takut jatuh, udah jalannya berkelok-kelok dan menanjak. Ternyata yang saya tanya beliau pengurus Asosiasi Angkutan Sepeda Motor Muria (AASMM). Beliau mengatakan ada 260 tukang ojek kalau pagi, sedangkan sore 180 tukang ojek dengan berbeda orang antara pagi dan sore.
Tukang ojek berasal dari daerah sekitar untuk menjamin tanggung jawab. Beliau juga menegaskan bahwa pengelolaan ini tidak ada campur tangan pemerintah. “ini yang ngelola bukan dari pemerintah lo mbak, setiap kamis wage seperti ini kita selalu mengadakan kerja bakti dari parkiran bus menuju maqam dengan jarak sekitar 2 km”. tutur Pak Jinawan salah satu pengurus AASMM. Saya juga bertanya terkait pengelolaan uangnya bagaimana, beliau menjelaskan bahwa setiap ojek masuk kantong masing-masing. Namun, setiap bulan wajib infaq 50 ribu untuk merenovasi jalan jika ada kerusakan dan untuk keperluan lain-lain.
“Orang yang ngojek mbayarnya masuk kantong sendiri mbak, tapi setiap bulan ada infaq wajib 50 ribu buat ngerenovasi jalanan yang rusak, biasanya kalau renovasi pas Ramadhan, soalnya kalo pas Ramadhan nggak ada yang ziarah jadi biasanya ngaspal jalan pas puasaan. Jadi jalan ndak pernah rusak mbak”. Terang tukang ojek dengan gaya bahasa yang lembut ini. Saya juga sempat bertanya kenapa kalau pas naik kebut-kebutan tapi pas turun selow saja. Ternyata jawabannya agak mengerikan. “jadi kalo naik nggak ngebut, nanti terjadi kecelakaan beruntun mbak, nanti kalo ada yang gak kuat pasti efeknya seperti itu. Tapi kalau turun terserah mau cepat atau lambat. Tapi alhamdulillah selama ini tidak ada kecelakaan yang terjadi.
Setelah sampai kita langsung naik ke maqam dan menunggu dzuriyyah rawuh. Sambil menunggu dzuriyyah saya sempat mengobrol dengan salah satu penjaga maqam. Katanya beliau sudah menjaga maqam selama 71 tahun dan ikut membangun gapura menuju maqam. Saya juga menggoda bapaknya, katanya di Muria tidak boleh mengambil foto atau video padahal saya bawa DSLR, tiba-tiba bapaknya bilang “kalo untuk kenang-kenangan boleh, tapi kalau pribadi nggak boleh apalagi pake hp”. “loh berarti saya boleh dong pak, kan pake kamera hehe”. Jawab saya. “ya belum tentu, kamu pinter jawabi to dek. Santri lirboyo memang pintar-pintar”. Sahut Pak Mulyono selaku penjaga maqam. Dalam hati saya “berat banget ya menyandang nama santri lirboyo? Semua selalu husnudzon kalau kita bisa. Otomatis kita memang harus bisa dan menjaga kepercayaan mereka.
Dzuriyyah sudah rawuh, Gus Melvien menjadi imam tahlil dan dzikir, sedangkan doa oleh Gus Nabil. Setelah ziarah selesai, kita kembali bertarung dengan kecepatan gas pol para ojek menuruni gunung muria. Agenda selanjutnya untuk peserta ziarah yakni mandi dan sarapan. Kita berebut mencari kamar mandi kesana-kemari. Air disini sangat dingin sampai ke tulang-tulang.
Rekanku sakit teman-teman, dari awal berangkat ziarah badannya gak enak. Jadi dia juga nggak enak makan. Eh tiba-tiba tadi dia pengen makan mie telur rebus, akhirnya setelah mandi saya turutin maunya dia biar sembuh. Saya mencari warung di sekitar bus dan beli mie telur rebus. Semoga cepat sembuh karna kita masih Panjang perjalanannya. Tunggu cerita kita selanjutnya ya di Sunan Kudus yaaa teman-teman
Penulis: laelizakiaa_