Rihlah Ziarah Santri Al-Mahrusiyah: Raden Fatah Demak
Santri dan Dzuriyyah Al-Mahrusiyah sedang berziarah di maqam Raden Pattah
Read Time:2 Minute, 37 Second
Tak henti-henti perjalanan terus berlanjut. Sesudah berziarah di maqam Sunan Kalijaga, armada pasukan bus dari Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah langsung beranjak ke Masjid Demak. Guna melaksanakan ibadah sholat maghrib-isya jamak takdim qosor (untuk isya). Santri dituntut untuk melaksanakan jama’ah secara mandiri, sedang panitia fokus mengurusi lainnya.
Masjid Agung Demak sendiri merupakan iconic-nya Kota Demak. Bangunannya yang masih mempertahankan sedikit lebihnya unsur hindu-budha, setelah beberapa kali mengalami renovasi. Karena berbeda sekali perbandingannya ketika saya lihat Masjid Agung Demak saat masih SMA -tahun 2016- dengan tahun 2022 ini.
Setelah saya menuntaskan sholat, pas sekali, suara kencang dari toa muncul menginfokan himbauan agar santri Al-Mahrusiyah segera menuju ke maqam. Saya dan para jama’ah berjalan ke arah utara dari serambi Masjid, diujung halaman kami melewati lorong yang menghubungkan maqam Raden Patah. Sebelum kesitu, sebelah kanan ada Museum Masjid Agung Demak. Tapi, kami tak bisa berkunjung ke dalam museum tersebut, menimbang waktu sangat dipertaruhkan.
Didalam maqam utama, terbangun kuncup megah beratasnamakan Raden Patah, Raden Patiunus dan Dewi Murthosimah, permaisuri Raden Patah. Ada juga maqam milik pangeran Benawa, makam yang berbeda dari lainnya. Karena Maqam Pangeran Benawa ini lebih panjang dibandingkan dengan maqam pada umumnya. Adapun Pangeran Benawa ini Raja Pajang ketiga (1586-1587) bergelar Prabuwijaya. Dan masih banyak lagi tokoh bersejarah atau maqam kesepuhan yang disemayamkan di situ.
Raden Patah merupakan tokoh yang bangsawan Kerajaan Majapahit, yang juga merangkap sebagai Adipati Kadipaten Bintara Demak. Bahkan Demak adalah Kerajaan Islam pertama yang berdiri di Jawa, dan pendirinya ialah Raden Patah sendiri.
Di rihlah kali ini, semua Gus Al-Mahrusiyah turut hadir, kecuali Gus Izul sendiri. Mungkin beliau sedang ada perlu. Gus Reza yang dituakan dipersilahkan untuk memimpin tahlil. Kali ini dzuriyah lungguhan di sebelah timur maqam dengan dibelakangnya para jama’ah putra, kemudian maqbaroh sebelah utara diisi oleh seluruh santri putri. Maqbaroh begitu penuh, bahkan melebihi space maqbaroh. Bahkan jama’ah putra sampai masuk ke sebuah ruangan di sebelah selatan.
Untuk pembacaan doa diambil alih oleh Gus Iing. Suara khas beliau yang tegas dan penuh wibawa, mendukung suasana menjadi khidmat. Seusai ziarah seluruh santri diarahkan untuk ke bus dan makan malam. Untunglah, saya tidak perlu repot-repot mencari nasi jagung, karena di kursi sudah tersedia 6 nasi jagung pilihan. Selama 3 hari perjalanan saya rasa konsumsi yang terenak adalah hari ke-3 itu. Lauk ikan lele berbalut sambal dengan tambahan sayur yang masih segar, menjadi nafsu makan meningkat lagi.
Kemudian untuk destinasi selanjutnya seluruh panitia agak lebih menyantai, karena tempat yang kita tuju ialah rumahnya Mas Fahmi Pekalongan, salah satu Tamatan Madrasah Diniyah HM Al-Mahrusuyah dan pengurus pondok.
Di Pekalongan menjadi tempat istirahat kami sebelum berlanjut ke Cirebon. Selain perjalanannya dari Raden Patah-Pekalongan lebih jauh dan tujuan kita adalah untuk istirahat, maka kabar ini membuat lega seluruh panitia. Paling hanya saya dan teman pers putri, bukan apa-apa tapi kami masih punya tanggungan untuk menyelesaikan tulisan. Tapi ini tidak menjadi kendala yang berarti, kami masih mampu mengatasi semua itu.
Syukurlah, saya mendapat peristirahatan bersama tamatan dan mustahiq (pengajar Madin) di ndalemnya Mas Fahmi. Disana kami bisa leluasa dan khususnya hajat kami yang ingin mengisi daya seluruh peralatan liputan bisa terwujud.