Salah Kaprah Santri Soal Libur Lebaran
Read Time:3 Minute, 27 Second
Suasana bagi santri yang paling bahagia adalah liburan, seorang santri akan jumpa dengan orang tuanya setelah beberapa bulan tidak jumpa, apalagi yang sudah bertahun-tahun tidak pulang, pastin- a satu-satunya keadaan yang dapat membuatnya bahagia tentunya liburan, bisa dikatakan liburan merupakan ajang refreshing santri, setelah selama satu ahun berkutat dengan hapalan, musy- awarah, sekolah, ngaji dan kegiatan-ke- giatan pesantren lain, yang tergolong sangat padat, mengalahkan tukang kurir pos yang setiap harinya keliling dari pagi hingga sore, karena santri menjalani rutinitas belajarnya dari pagi hingga malam.
Dengan hantaman pelajaran dan cobaan kehidupan yang ditempa selama mondok, tak lantas liburan dirumah muncul rasa ingin membalaskan den- dam, dengan malas-malasan, main hp tak perhatikan waktu, istirahat berlebihan, apalagi sampai berani menunda perintah orang tua sebab lagi asyik mabar dengan teman.
Perilaku-perilaku seperti ini merupakan kebiasaan buruk santri yang harus diminimalisir, dikarenakan per- wujudan nilai-nilai keilmuan pesant ren sebenarnya itu dibuktikan secara nyata ketika liburan, mari memuhasa bah diri, berapa banyak ilmu-ilmu yang telah diajarkan di pesantren, mulai dari berikut: ilmu adab, kita belajar kitab Washiyatul Musthofa, Ala la, Akhlakuk Banin/ Banat, Talimu Muta’alim, dan berbagai macam kitab-kitab karangan ulama yang lain dengan beragam fan-fan keilmuan nan beragam.
Berdasarkan nilai-nilai keilmuan yang dipelajari santri, apakah pantas cerminan sifat-sifat buruk malah yang diterapkan ketika di rumah? apabila
amal yang dilakukan dengan ilmu akan lebih bermanfaat, dan amal perbuatan tanpa ilmu meskipun banyak maka tidaklah bermanfaat.”
sikap-sikap teladan di pesantren tidak diterapkan di rumah, maka sama saja, sikap-sikap teladan itu lenyap, istilahn- ya “Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga” belum cukup sampai disitu, Allah Swt juga menegaskan dalam Al-Qur’an su- rah Az-Zalzalah, ayat 7 dan 8 sebagai
فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَل مثقال ذرة المميزة
Artinya: “Barangsiapa berbuat ke- baikan sebesar zaroh pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang- siapa yang mengerjakan keburukan se- basar zaroh pun, niscaya la akan melihat (balasan)nya pula.”
Selama seseorang itu berbuat baik, pastinya akan mendapat reaksi positif dari lingkungan sekitar, jadi jangan se kali-kali berbuat jelek, karena bisa saja, orang-orang akan memandang hal itu sebagai perilaku negatif, malahan akan menutupi sikap positif, sebab min kali plus sama dengan min, begitu pun diba- lik, hasilnya tetap sama min, kurang lebih seperti itu penggambaran kalua dalam rumus matematika.
Coba kita renungkan kembali, masihkah liburan-liburan sebelumnya sudah menunjukan sikap kita sebagai santri, jika tahun sebelumnya kebanya kan rebahan dengan hp di genggaman, ubahlah dengan perbanyak membaca Al-Quran dan ibadah kesunahan, kalau dulu sering scroll konten-konten bernu- ansa jorok, biasakan lebih suka konten keislaman yang tidak bobrok.
Karena sejatinya, penilaian orang luar terhadap kita berdasarkan tingkah laku yang diterapkan selama liburan di rumah nanti, jangan sampai, perilaku-perilaku buruk malah menjadi sikap yang melekat, bukan hanya pribadi saja terkesan jelek, tetapi nama baik pondok pesantren, masyayikh, guru-guru kita juga menjadi tercoreng.
Merefleksi dari untaian dawuh Rasulullah dengan menugil dari kitab Murogil Ubudiyah karangan Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani,
إن القليل العمل ينفع مع العلم وإن كثير العمل مع الجهل لا ينفع
“Sedikit amal yang dilakukan dengan ilmu akan lebih bermanfaat, dan amal perbuatan tanpa ilmu meskipun banyak, maka tidaklah bermanfaat.”
Sia-sia saja bilamana selama menuntut ilmu di pesantren hapal fadhilah sholat dhuha, tahu keutamaan sholat berjamaah di masjid, bacaan yasin dan tahlil sudah diluar kepala tetapi sama sekali tidak diamalkan! Ini yang perlu dirubah, jangan sampai terlalut dengan buaian setan laknat, serta sebagai usaha kita agar mendapat ridho dan hidayah Allah yang penuh rahmat,
من ازداد علما ولم يزدد هدى لم يزدد من الله إلا بعدا
“Siapa saja yang bertambah ilmu, tapi tidak bertambah hidayah, ia hanya bertambah jauh dari Allah Swt.” Juga;
أشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه
“Orang yang paling pedih siksanya di Hari Kiamat adalah orang alim yang Allah tidak memberikan manfaat kepa da ilmunya.”
Oleh sebab itu, biar menjadi pribadi santri sejati, mari kita amalkan ilmu-ilmu yang kita dapatkan di pesantren, buktikan kalau santri mempunyai keduduka mulia, karena santri adaptasi dari istilah sashtri yaitu orang-orang yang mempelajari kitab suci (sasthra)
Wallahu a’lam.