Sang Penyempurna Akhlak Mulia Bagi Manusia
Kemuliaan akhlak sudah melekat pada diri Nabi pemberi syafa’at. Jujur, dapat dipercaya, menyampaikan kebenaran dan cerdas adalah sifat wajib yang harus dimiliki oleh Utusan Allah Swt. Kejujuran bukan sifat yang mudah untuk kita sepelekan, karena setiap yang ia ucapkan adalah sebuah kebenaran, maka sulit untuk kita salahkan dan jatuhkan. Dapat dipercaya, ini yang akan terjadi jika kalian berani untuk menyatakan suatu kejadian tanpa kebohongan atau penipuan (kebenaran), sifat inilah sulit untuk kita miliki, soalnya kurang meneliti seperti apa sifat kejujuran yang haqiqi? Menyampaikan tidaklah mudah untuk kita lakukan, jika tidak memiliki ilmu dan kemauan. Tetapi menyampaikan adalah keharusan bagi pemilik ilmu kebenaran. Cerdas bukan pintar, sebab kecerdasan adalah kualitas bawaan yang melekat pada diri seseorang, sedangkan pintar ialah kualitas yang datang melalui pembelajaran dan interaksi untuk memahami.
Nah, sekarang kalian sudah tahukan apa kelebihan sifat yang kalian miliki? Soalnya kalian kan memiliki banyak sifat kebenaran. Sehingga tidak mampu untuk melakukan kebenaran yang sebenar-banarnya. Tidak begitu sih! Kalian memang orang cerdas, cerdas dalam memilih bacaan atau tulisan. Yah, salah satunya kamu mau baca tulisan yang saya tulis.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan, silahkan kalian baca kelanjutan tulisan ini. Seperti apa sih akhlak mulia yang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam miliki? Membahas akhlak mulia yang dimiliki oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, sangat banyak bisa kalian ketahui diberbagai kitab, buku, media sosial ataupun yang lainnya. Sekarang saya hanya akan jelasin yang saya ketahui dan pahami.
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah sosok manusia yang sempurna, salah satunya adalah akhlak yang mulia. Suri teladan bagi seluruh manusia dari akhlak maupun ilmunya, itulah beliau Nabi Muhammad Saw. Seperti dalam firmannya Allah Swt yang berbunyi;
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21).
Ayat diatas termasuk dalil pokok yang terbesar, tentang begitu pentingnya kalian yang beriman untuk mengikuti dan meniru sosok manusia yang mulia, yaitu Nabi Muhammad Saw. Dapat kalian pahami bahwa Allah Swt telah memerintahkan terhadap kita, supaya meniru sikap Nabi Muhammad Saw baik kesabaran, keteguhan hati, perjuangan maupun yang lainnya. Ada juga dalil yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah pemilik budi pekerti yang luhur. Berikut firman Allah Swt dalam surat Al-Qalam ayat 4.
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Al-Qalam: 4).
Sekarang kalian pikirkan! Jika Nabi Muhammad Saw memiliki akhlak yang baik, sempurna serta memiliki budi pekerti yang luhur. Apakah pantas jika beliau menjadi penyempura akhlak? Coba kalian cari diberbagai kitab, buku bacaan atau yang lainnya. Apakah ada yang mengatakan tidak pantas?
Sangat tepat jika Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw untuk mendidik umat manusia, supaya menjadi manusia yang ber akhlakul karimah, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Begitulah Nabi Muhammad Saw diutus oleh Allah Swt untuk menyempurnakan akhlak, ditengah-tengah masyarakat jahiliyah. Karena saat itu, akhlak dan perilaku yang dimiliki oleh masyarakat sangatlah biadab, penuh dengan kenakalan dan kejahatan, penyembahan terhadap berhala, penganiayaan kepada orang lain, perbudakan, penguasa yang menindas dan lain sebagainya. Seperti itu pula Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw, dilengkapi dengan akhlak mulia dan budi pekerti yang luhur, agar menjadi suri teladan bagi umatnya. Maka kita harus menghubungkan kecintaan kita terhadap Nabi Muhammad Saw, supaya mendapatkan ilmu akhlak yang sempurna, yaitu baik melalui masyayikh, kiai, ulama maupun habaib. Karena sesuatu yang terhubung belum tentu bisa terputus, begitu pula yang terputus belum tentu terhubung.