Seni Dalam Islam, Bolehkah?
Ada kesan di dalam masyarakat kita seolah seni dan seniman tidak punya tempat di dalam Islam. Seolah Islam dan seni bagaikan air dan minyak. Islam dan orientasinya kesalehan, kesucian, dan keluhuran budi pekerti. Sedangkan seni dan seniman konotasinya glamor, urakan, dan tidak taat azas budi pekerti. Asumsi itu sepenuhnya tidak benar. Islam dan seni saling mendukung, bahkan menurut Imam Ghazali dan Jalaluddin Rumi, keduanya sufi terkenal yang memperkenalkan metodologi pendekatan diri kepada Tuhan melalui seni.
Seni adalah keindahan. Ia dapat tampil dalam beragam bentuk dan cara. Apa pun bentuk dan caranya, selama arah yang dituju mengantar manusia ke nilai-nilai luhur, maka ia adalah seni Islami. Karena itu, Islam dapat menerima aneka ekspresi keindahan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai al-Khair dan al-Ma’ruf, yakni nilai-nilai universal yang diajarkan Islam serta nilai lokal dan temporal yang sejalan dengan budaya masyarakat selama tidak bertentangan dengan al-Khair tersebut. “Allah Maha-indah menyukai keindahan,” Sabda Rasul saw. Dia menganugerahi manusia fitrah menyenangi keindahan. Karena itu, mustahil seni dilarang-Nya, kecuali jika ada unsur luar yang menyertai seni itu. Siapa yang tidak tergerak hatinya di musim bunga dengan kembang-kembangnya atau oleh alat musik dengan getaran nadanya, maka fitrahnya telah mengidap penyakit parah yang sulit diobati. Demikian kata Al-Ghazaly.
Idealnya seorang seniman itu lebih dekat dengan Tuhan karena jalur “rasa” adalah jalur paling efektif mendekati Tuhan. Kalau yang dimaksud dengan seniman ialah seseorang yang memiliki jiwa, rasa, bakat, atau watak seni, maka Nabi Muhammad SAW juga seniman.
Inti dari seni yang sesungguhnya adalah sesuatu yang agung dan mengandung nilai-nilai universal, mendekatkan diri kepada Tuhan. Seni rendah ialah yang menjauhkan diri dengan Tuhan dan mendekatkan yang bersangkutan kepada dosa dan maksiat.
Memang seni dan musik tidak banyak disinggung dalam Al Qur’an, tetapi Al Qur’an itu sendiri melampaui karya seni terbaik sekalipun. Baik pada masa turunnya maupun pada zaman-zaman sesudahnya. Salah satu kemukjizatan Al-Qur’an ialah keindahan dan ketinggian nilai sastra dan bahasanya.
Puluhan ayat-ayat al-Qur’an yang menggugah manusia memandang keindahan yang terhampar di bumi seperti keindahan terbitnya matahari hingga terbenamnya atau kebun-kebun yang melahirkan pandangan indah, demikian juga keindahan yang terbentang di langit dari curahan air yang menumbuhkan aneka bunga dan kembang sampai dengan taburan bintang-bintang nan mempesona. Kitab suci al-Qur’an menggunakan keindahan bahasa dan ketelitian makna untuk mengekspresikan keindahan-keindahan itu.
Keindahan bahasanya, saat dibaca, melahirkan apa yang dinamai oleh sementara pakar dengan “Musik al-Qur’an”, yakni nada dan langgam yang menyentuh pendengarnya, baik dipahami makna ayatnya maupun tidak. Bukan hanya itu, Nabi Muhammad saw. pun membenarkan nyanyian-nyanyian yang menggugah hati atau yang menimbulkan semangat. Jangan duga bahwa nyanyian Islami harus berbahasa al-Qur’an. Lagu-lagu Barat pun dapat merupakan eskpresi keindahan yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, dan sebaliknya tidak jarang lagu-lagu berirama Timur Tengah yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam dalam syair atau penampilan penyanyinya.
Dalam beberapa riwayat, Rasulullah memberikan dukungan terhadap music dan seni suara, serta tidak melarangnya secara general. Seperti kita lihat dalam sikap beliau sebagai berikut:
1. Hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah yang menceritakan dua budak perempuan pada hari raya ‘Id menampilkan kebolehannya bermain music dengan menabuh rebana, sementara Nabi dan Aisyah menikmatinya. Tiba-tiba Abu Bakar datang dan membentak kedua pemusik tadi, lalu Rasulullah menegur Abu Bakar tadi dan berkata: “Biarkanlah mereka berdua hai Abu Bakar, karena hari-hari ini adalah hari raya.”
2. Dalam riwayat Muslim dari Aisyah disebutkan kelompok seniman Habasyah menampilkan seni tari-musik pada hari Raya ‘Id di masjid. Rasulullah memanggil Aisyah untuk menyaksikan pertunjukan itu, kepala Aisyah diletakkan di Pundak Nabi hingga Aisyah dapat menyaksikan pertunjukan tersebut.
Hadis-hadis sahih tersebut menunjukkan bahwa pertunjukan seni, termasuk di dalamnya permainan alat-alat musik, nasyid, menyanyi tidak dilarang oleh Rasulullah. Memang ada juga riwayat yang mencela alat bunyi-bunyian seperti seruling. Yaitu jika musik dan bunyi-bunyian tersebut dimaksudkan dengan tujuan yang bertentangan dengan syariah, misalnya menimbulkan fitnah, mengajak orang untuk mabuk, merangsang pendengarnya untuk melakukan maksiat, dan melupakan tuhan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seni dan music dalam Islam adalah sesuatu yang mulia. Seni dan musik berpotensi menciptakan persaan yang halus. Bahkan seni dan musik dapat digunakan untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT.
Oleh: Salma Mawaddah Mas’udi