Mimpi merupakan salah satu fenomena yang pernah dialami oleh setiap orang. Sebagian orang menganggap hal itu adalah hal normal terjadi karena dianggap sebagai hasil kinerja otak yang mendapat bahan asupan dari interaksi indrawi luar ataupun sisa-sisa gejolak psikis. Tak jarang pula ada yang besikap sangat was-was dan waspada karena mimpi dianggap sebagai pertanda khusus.
Namun terlepas dari itu semua, tak dapat dipungkiri bahwa dari mimpi, kita mendapat sebuah informasi, isyarat ataupun informasi tanpa kiat duga. Sehingga dari mimpi kita mendapat hembusan pengetahuan yang baru.
Dalam kajian epistemologi islam, disebutkan bahwa seseorang mungkin untuk mendapatkan pengetahuan dengan tiga pendekatan, yakni:
Bayani merupakan pendekatan ilmu pengetahuan yang berpusat pada nash-nash sumber hukum islam, yakni Al-Quran dan Hadits Nabawi. Kemudian dari pendekatan ini akan melahirkan keilmuan yang banyak sekali, seperti Tafsir, Ulum Al-Quran, Ilmu Hadits, Ilmu Kalam, Fiqh, ushul fiqh dan lain-lain.
Burhani merupakan pendekatan ilmu pengetahuan yang berbasis pada pengandalan kinerja akal, ‘Aqliy, rasio dan indra, tajribiy, empiris. Sederhananya dengan pendekatan ini mereka mencoba mencari kebenaran atas ilmu pengetahuan melalui kemampuan nalar otak dan rangsangan indrawi. Dari pendekatan ini kelak akan melahirkan ilmu pengertahaun seperti, ilmu logika, ilmu retorika, ilmu sejarah, ilmu jiwa dan lain-lain.
Irfani merupakan pendekatan ilmu pengetahuan yang didapatkan melalui pengalaman spiritual. pengetahuan ini lah yang dipakai para sufi dalam mendapatkan pencerahan atau pengetahaun. Mereka tidak mengandalkan penalaran logika ataupun penelitian dan percobaan. Karena bagi mereka pengetahuan yang didapat dari penalaran dan percobaan masih belum jernih dan belum cukup, harus menyertakan ikut campur tangan dari tuhan sebagai Yang Maha Pemberi Pengetahuan. Oleh karena itu fokusnya bukan berada pada hal-hal di luar mereka, justru sebaliknya fokusnya berada pada dalam diri mereka yang selanjutnya diiringi dengan usaha untuk terus menerus melakukan pembersihan hati dari kerak penyakit hati dengan ritual ibadah seperti sholat, puasa, mujahadah, uzlah, kholwat dan lain-lain sehingga mendapat perhatian khusus dari tuhan.
pengetahuan yang berasal dari mimpi merupakan hal yang tak boleh dianggap sepele dan remeh. Kenapa penting ? Karena pengetahuan yang berangkat dari indra dan nalar tak bisa dianggap sebagai kebenaran mutlak. Sifat indra dan nalar itu menipu yang tak layak dijadikan sebagai pedoman utama. Seberapa sering kita melihat orang dari kejauhan dan menganggap ia teman kita padahal kenyataanya orang lain (dalam istilah tafsir disebut dengan في رأي العين ). Seberapa sering kita menyusun kerangka konsep dengan begitu sempurnanya dengan harapan dapat menyelesaikan masalah dan kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, bukan selesai masalah malah tambah masalah.
Berbeda dengan mimpi, melalui mimpi kita mendapat pengetahuan tanpa sadar dan tanpa usaha. Pada kondisi tidur kita benar-benar tak bisa mengatur diri kita sendiri, jadi kondisi tersebut merupakan kondisi paling rapuh, benar-benar berada di bawah kuasa tuhan secara langsung. Sehingga dapat kita asumsikan mimpi sebagai media dalam mendapat pengetahuan yang memang bermuara dari kuasa tuhan tanpa campur tangan dari ilusi nalar dan indra. Seperti contoh mendapat pesan dari guru-guru kita melalui mimpi, mendapat teguran dari teman dekat, ataupun mendapat kabar yang buruk.
Pengetahuan dari mimpi bisa diartikan sangat kompleks, tergantung dari kondisi kita sehari-hari. Tanyakan dalam diri kita, Bagaimana kondisi hubungan kita dengan tuhan, guru, orang tua bahkan teman kita ? Kalau hubungan dirasa baik tapi mendapat mimpi yang buruk, coba intropeksi diri, apa yang luput dari pengawasan kita ?. Kalau hubungan dirasa kurang baik tapi justru mendapat mimpi yang baik, coba pertanyakan mimpi itu, jangan-jangan mimpi itu bukan datang dari perhatian khusus tuhan. atau jangan-jangan itu berasal dari tipu daya syaithan agar kita luput dan tidak peka dengan sekitar sehingga kita merasa aman dan baik-baik saja.
Wallahu a’lam