Sikap Santri Ketika Menstalking Akun Kiai
Terdapat sebuah maqolah ulama;
خُذِ الْحِكْمَةَ وَلَا يَضُرُّكَ مِنْ أَيِّ وِعَاءٍ خَرَجَتْ .( الحافظ السخاوي في المقاصد الحسنة ).
“Ambillah hikmah, tak akan merugikanmu, darimana pun ia lahir”. (Al-Sakhawi dalam “al-Maqashid al-Hasanah”).
Seperti halnya di zaman penuh modernisasi sekarang ini, berbagai macam informasi, tutur kata motivasi, hingga kajian islam para ulama dan kiai dapat kita dapatkan dengan mudah melalui dunia medsos.
Tak bisa dipungkiri, dari mulai kanak-kanak, remaja hingga orang tua sekalipun, mayoritas mempunyai akun-akun di media sosial, entah itu Instagram, Facebook, Tiktok dan sebagainya, tinggal bagaimana kita menyikapi, agar dunia medsos ini tak memberikan pengaruh negatif dan semaksimal mungkin mengambil nilai-nilai positif dari media sosial.
Dalam sebuah pepatah disebutkan;
“Ikutilah Arus Tapi Jangan Terbawa Arus”
Sebagai santri pun, pada dasarnya diperbolehkan untuk berkecimpung di media sosial, malahan dianjurkan, agar mereka melek teknologi.
Tetapi juga harus menjaga nilai-nilai luhur budaya seorang santri, jangan sampai keseringan bermedia sosial, tetapi terpengaruh hal negatif dari budaya luar, ini yang perlu dihindari!!
Akhir-akhir ini, banyak juga dari guru-guru maupun ulama dan kiai kita telah menggunakan media sosial, terkadang pula kita spoiler atau stalking akunnya beliau, lantas bagaimana jika kita yang masih menyandang status santri menyikapi hal seperti ini?
Poin pertama yang perlu diperhatikan adalah adab kita ketika melihat akunnya beliau, jangan mempunyai niatan buruk seperti komen-komen yang tak pantas atau hal tak patut lainnya.
selain itu, diniatkan juga untuk bersilaturahmi melalui postingan-postingan beliau, ambil pesan-pesan yang beliau dawuhkan, karena hal ini juga termasuk dari salah satu bertaaluq kepada guru, walaupun dari jauh, ibaratnya kita ngeches kembali dengan melihat uploadan-uploadan beliau, seperti halnya HP, sebagus apapun HP itu pasti akan mati kalau tidak diches.
Tapi, banyak juga yang salah dalam memahami konsep bersilaturahmi lewat media sosial ini, terkadang keponya terlewat batas, sampai putra-putrinya beliau juga ikut distalking.
Semua itu tidak sepenuhnya salah, juga tidak sepenuhnya benar, yang penting tetap dalam kode etik berakhlakul karimah, cobalah di mutholaah lagi perihal bab adab, pastinya terdapat pembelajaran adab kepada guru, putranya guru, maupun putrinya guru.
Apalagi perihal berkirim pesan kepada beliau-beliau semua, itu boleh, tapi tetap ada batasan-batasannya, sama saja dengan bentuk rasa ta’dhim kalian ketika bertemu kiai maupun guru di pondok pesantren.
Tidak patut lagi jika mengirim pesan kepada akun putra putri beliau hanya untuk gabut-gabutan saja.. Naudzubillah.
Garis besarnya utamakan akhlak, etika, ataupun tata karma ketika bermedsos, sama halnya ketika bersikap dengan akun masyayikh masyayikh kita, selalu utamakan husnudzhan dan jangan sampai membuat tidak ridho beliau-beliau, lantaran sikap nyeleweng kita ketika bermedsos.
Disarikan dari ceramah Agus. H. Izzul Maula Dhliyaullah.