Sowan KH. Husein Muhammad: Cerita Buya Selama Mondok Di Lirboyo
Rabu (13/07) pagi, kami tiba di Kota Cirebon, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 12 jam dari Kota Kediri. Tujuan kami menuju ke kediaman Buya Husein Muhammad untuk mewawancarai beliau perihal feminisme, salah satu tema yang akan dibahas di majalah edisi 21, tapi sebelum itu kami singgah di kediaman Mundzir, salah satu Alumni MA Al-Mahrusiyah Tahun 2016
Baru pada siang ba’da dhuhur kami menuju ke kediaman Buya Husein Muhammad, perjalanan menuju ke rumah Buya sekitar 15 menit dari tempat kami singgah, sesampainya disana kami langsung disambut ramah dengan Buya, beliau mempersilahkan kami untuk duduk di ruang tamu.
Sebelum prosesi wawancara, Buya sempat bercerita perihal dirinya selama mondok di Lirboyo, pada setiap Jum’at sore, Buya sering jalan-jalan ke daerah sekitar Dhoho untuk membaca buku ataupun koran, terkadang buya juga mengirim salah satu tulisan nya ke redaktur untuk dimuat.
“Buya dulu sering jalan-jalan ke sekitar dhoho untuk membaca koran dan buku, Buya dulu suka menulis berita, opini, bahkan puisi dan mengirimnya ke redaktur koran di sekitar masjid.” Kata Buya Husein.
Beliau juga menambahkan, semasa itu Buya sempat menjadi panitia pada saat imtihan (acara tahunan pondok sebelum santri liburan), pada saat itu ketuanya Gus Nur Muhammad, sekretarisnya Ayik Muhammad.
“Dulu pulangnya satu tahun sekali, pada saat imtihan kala itu ketuanya Gus Nur Muhammad, wakilnya Ayik Muhammad, sekretarisnya Husein Muhammad, jadi ada Nur Muhammad, Ayik Muhammad dan Husein Muhammad” imbuh Buya diselingi dengan gelak tawa.
Buya juga menceritakan perihal beliau bisa masuk ke perguruan tinggi dan mendapat beasiswa dari pemerintah, selama mondok 3 tahun di lirboyo, Buya mendapatkan Ijazah Tsanawiyah di Madrasah Hidayatul Mubtadi’in. lepas itu Buya menambah ujian formalitas, kemudian mendapat Ijazah kurikulum ditetum yang disejajarkan dengan Aliyah (SMA).
“Mondok 3 tahun, 6 tahun, 5 tahun, ijazah MHM Tsanawiyah bisa masuk Perguruan Tinggi, dengan menambah ujian formalitas kemudian diberi ijazah kurikulum ditetum yang disejajarkan dengan Aliyah.” Jelas Buya.
Ia bercerita tentang KH. Akhsin Sakho Muhammad yang merupakan salah satu dari adik buya, KH. Akhsin telah hapal qur’an, setelah melakukan umroh, beliau pergi ke Mesir berguru pada Syeikh Islam di Al-Azhar, disekitar Masjid Al-Azhar terdapat tempat yang menerima semua orang untuk belajar, disana juga belajar Kitab Ibnu Aqil syarahnya Alfiyyah.
“KH. Akhsin seorang penghapal Al-Qur’an, pada saat umroh, kemudian ke Mesir berguru dengan Syaikh Islam Al-Azhar, disekitar masjid ada tempat yang menerima semua orang untuk belajar, dan juga belajar Kitab Ibnu Aqil.” Imbuh Buya Husein.
Semasa di Lirboyo, Buya juga sempat menjadi Ro’is pelajaran, sedangkan Ro’is am pada saat itu Gus Nur Muhammad Iskandar. Ada peristiwa menarik, ketika Buya kuliah di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an, selang 2 tahun Gus Nur baru masuk, otomatis Buya Husein menjadi seniornya Gus Nur, suatu ketika Buya Husein pernah menyuruh Gus Nur untuk push up.
“Buya di Liboyo dulu jadi Rois, Rois am nya Gus Nur, pada saat Buya kuliah Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an selang 2 tahun Gus Nur masuk, jadi senior-senioran, pernah Gus Nur itu saya suruh untuk push up. Sekarang Gus Nur Muhammad mendirikan Asshidiqiyyah Jakarta.” Kata pengasuh Pondok Dar Al-Fikr ini,
Buya Husein berpendapat bahwa pengalaman di Lirboyo itu menarik sekali, beliau melihat realita orang yang weselnya (kiriman) itu seret sekarang banyak yang sukses, sedangkan yang kiriman nya banyak tidak sedikit yang gagal,
“Karena jika santri sangunya banyak, dipikrannya hanya jajannnnn…. tok. Beda yang gak punya duit. Ya mau gimana lagi. Mendingan menggunakan waktu untuk motola’ah, muroja’ah, sama hafalan. Udah gitu. Dan alhamdulillah. Ternyata santri dulu yang susah malah sukses sukses semua. yang hedonis malah jarang yang muncul di permukaan”
Kemudian Buya kembali berpesan:
“Sekolah dan kuliah penting, tapi yang lebih penting membaca dan belajar, karena sekolah dan kuliah tempat belajar yang memaksa untuk ikut aturan, banyak ulama’ yang menghabiskan harinya untuk belajar, termasuk Kiai Nawawi Banten. Satu lagi, jangan biarkan hari-harimu pergi tanpa membaca.”
Setelah itu Buya Husein membenarkan duduk nya, bersiap untuk melakukan prosesi wawancara bersama Tim Elmahrusy.