Sunan Drajat merupakan tokoh Wali Songo yang mengembangkan dakwah Islam melalui pendidikan akhlak bagi masyarakat. Sosoknya dikenal sebagai penyebar Islam yang berjiwa sosial tinggi dan sangat memerhatikan nasib kaum fakir miskin, serta lebih mengutamakan pencapaian kesejahteraan sosial masyarakat. Setelah memberi perhatian penuh, baru Sunan Drajat memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Ajarannya lebih menekankan pada empati dan etos kerja keras berupa kedermawanan, pengentasan kemiskinan, usaha menciptakan kemakmuran, solidaritas sosial, dan gotong royong.
Makam Sunan Drajat terletak di Desa Drajat Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Seperti makam Wali Songo yang lain, makam Sunan Drajat berada di dalam sebuah bangunan bertungkub yang dindingnya dihias ukiran kayu yang indah. Makam Sunan Drajat terletak di Kecamatan Paciran, Lamongan. Dari kota Gresik, kompleks makam Sunan Drajat dapat dicapai dalam waktu sekitar 30 menit.
Kami tiba disana pukul 4 sore, disambut hangatnya mentari dan suasana pengunjung yang ramai. Dari parkiran, kami jalan kaki menaiki anak tangga yang berkelok-kelok menuju Makam Sunan Drajat. Pembacaan tahlil pun dimulai pada pukul 16.39 WIB yang dipimpin oleh Agus H. Izzul Maula Dliyaullah dan diiringi do’a K.H. Reza Ahmad Zahid.
Sunan Drajat memiliki banyak nama lain dalam historigrafinya, antar lain: Raden Qasim, Masaikh Munat, Raden Syarifuddin, Maulana Hasyim, Pangeran Kadrajat, Sunan Mayang Madu, dan yang paling masyhur adalah Sunan Drajat.
Sunan Drajat yang lahir dengan nama Raden Qasim, diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi. Sunan Drajat adalah putra bungsu Sunan Ampel dengan Nyi Ageng Manila. Ibunya merupakan keluarga bupati Tuban, sehingga pengetahuannya tentang ilmu, bahasa, seni, budaya, sastra dan agamanya lebih dominan bercorak Jawa.
Menurut Primbon milik Prof. K.H. Moh. Adnan, Sunan Drajat melancarkan dakwahnya dengan cara mengajarkan tata cara membangun rumah dan membuat alat-alat yang digunakan orang untuk memikul orang, seperti tandu dan joli.
Secara umum, ajaran Sunan Drajat dalam menyebarkan dakwah Islam dikenal masyarakat sebagai Pepali Pitu (tujuh dasar ajaran) yang mencakup tujuh falsafah yang dijadikan pijakan;
Terdapat papan ukiran bertuliskan Falsafah nomor tujuh diluar tungkub Sunan Drajat, yang mana tersedia dengan dua versi, yakni dalam bentuk aksara jawa dan tulisan latin berbahasa jawa. Terdapat pula Tabel Silsilah Pokok Raden Qasim Sunan Drajat (Sunan Mayang Madu) yang dikeluarkan oleh Yayasan Keluarga Besar Keturunan Raden Qasim Sunan Drajat di area sekitar makam, sejajar dengan pintu cungkupnya.
Diluar area makam, terdapat sebuah peninggalan bersejarah berupa “Bayang Gambang”. Ini merupakan tempat musyawarah para Sunan untuk memutuskan hal-hal penting secara berpindah dan untuk istirahat serta mengaji para sahabat dan santri Sunan Drajat pada abad XVI. Sebelum berpindah ke kompleks Sunan Drajat, Bayang Gambang ini terletak di depan Masjid, di Desa Kemantren, Paciran, Lamongan.
Belum genap mengamati sekitar, penulis sudah dioprak panitia yang lain, karena rupanya sudah tertinggal jauh dari barisan para peserta. Mau tidak mau, keinginan untuk mengorek informasi pun terhenti sampai disini. Kami berjalan menuju parkiran dan melanjutkan tujuan selanjutnya, yaitu ke Makam Syaikh Ibrahim Asmoroqondi di daerah Tuban, Jawa Timur. Pukul 17.32 WIB, satu persatu bus mulai melaju meninggalkan daerah Paciran Lamongan.
Baca perjalanan Khazanah 2024 selanjutnya di https://elmahrusy.id/syaikh-ibrahim-asmoroqondi-pengarang-kitab-ushul-nem-bis/