Makam Sunan Gunung Jati Tidak Bisa Diziarahi Langsung oleh Para Peziarah
Makam Sunan Gunung Jati terletak di Gunung Sembung yang masuk Desa Astana, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon. Seperti makam Walisongo yang lain, makam Sunan Gunung Jati berada didalam cungkup berdampingan dengan makam Fatahillah, Syarifah Muda’im, Nyi Gedeng Sembung, Nyi Mas Tepasari, Pangeran Dipati Carbon I, Pangeran Jayalelana, Pangeran Pasarean, Ratu Mas Nyawa dan Pangeran Sedeng Lemper. Di sebelah luar cungkup, terdapat dua makam tokoh yang dekat dengan Sunan Gunung Jati, yaitu makam Pangeran Cakrabuwana dan Nyi Ong Tien, mertua dan Istri Sunan Gunung Jati.
Berbeda dengan makam-makam keramat Walisongo yang lain, Makam Sunan Gunung Jati tidak bisa diziarahi langsung oleh peziarah, karena areanya terletak tingkat sembilan dengan ‘sembilan pintu gerbang’. Kesembilan pintu gerbang itu mempunyai nama berbeda satu sama lain, seperti Pintu Gapura, Pintu Krapyak, Pintu Pasujudan, Pintu Ratnakomala, Pintu Jinem, Pintu Rararoga, Pintu Kaca, Pintu Bacem, dan terakhir Pintu Teratai, yaitu pintu untuk ke area makam Sunan Gunung Jati. Para peziarah hanya diperbolehkan ziarah sampai pintu ketiga yang disebut Pintu Pasujudan atau Sela Matangkep. Untuk selebihnya, hanya dibukakan untuk keturunan Sunan Gunung Jati.
Kami sampai di kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati pada pukul tiga dini hari. Para peserta khazanah pun melakukan agenda seperti biasanya, yakni pembacaan tahlil dan do’a bersama. Namun, di makam Sunan Gunung Jati ini kami juga menambahkan bacaan istighotsah yang dipimpin oleh K.H. Reza Ahmad Zahid dan do’anya dipimpin oleh K.H Melvin Zainul Asyiqien.
Terdengar suara adzan ketika kami keluar dari area makam. Kami akhirnya menuju Masjid Syarif Abdurrahman untuk melaksanakan sholat shubuh. Usai sholat shubuh, kami segera bersiap-siap menuju tujuan selanjutnya, yaitu Makam Masyayikh Gedongan.
Biografi singkat Sunan Gunung Jati
Menurut Naskah Mertasinga yang dialih-aksarakan dan dialih-bahasakan oleh Amman N. Wahyu yang diberi judul Sejarah Wali, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayat adalah putra Sultan Hud yang berkuasa di Negara Bani Israel, hasil pernikahan dengan Nyi Rara Santang. Sultan Hud adalah putra Raja Odhara, Raja Mesir. Raja Odhara putra Jumadil Kabir, Raja besar di Negeri Quswa. Jumadil kabir putra Zainal Kabir, putra dari Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib (dengan Fatimah Az-zahra binti Rasululloh SAW).
Salah satu strategi dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati dalam memperkuat kedudukan sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon adalah melalui pernikahan sebagaimana hal itu telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat.
Keberhasilan Sunan Gunung Jati menegakkan kekuasaan Islam di Cirebon dan Banten tidak hanya memberikan keleluasaan dakwah Islam di Bumi Sunda, tapi juga menjadikan keraton sebagai pusat kesenian dan kebudayaan yang bernuansa agama sehingga kekuasaan Raja Sunda melemah dan akhirnya bisa ditaklukkan oleh Sunan Gunung Jati.
Riwayat Pendidikan
Di dalam Sejarah Wali, Sunan Gunung Jati dikisahkan berguru pada Syaikh Najmurini Kubro di Mekkah, mengambil tarekat Naqsyabandiyah, tarekat Istiqoi, dan tarekat Syatariyah hingga Beliau dianugerahi nama “Madzkurallah”. Setelah berguru pada Syaikh Namurini Kubro, Sunan Gunung Jati berguru pada Syaikh Muhammad Athaillah (guru tarekat Syadziliyah) sampai memperoleh ilmu dzikir yang disebut Sigul Hirarya dan Tanarul al-Tarqu. Beliau kemudian dianugerahi nama “Arematullah”.
Sunan Gunung Jati meneruskan perjalanan mencari ilmunya ke negeri Pasai dan belajar tarekat Anfusiyah kepada Syaikh Datuk Sidiq (ayah Sunan Giri). Disanalah nama Syarif Hidayat diganti menjadi “Abdul Jalil”. Setelah dinyatakan lulus oleh Syaikh Datuk Sidiq, Sunan Gunung Jati diperintah gurunya untuk pergi ke Tanah Jawa, tepatnya di Karawang untuk menemui Wali bernama Syaikh Bentong. Sesampai disana, justru Syaikh Bentong mengajukan diri untuk menjadi murid Sunan Gunung Jati dan ditunjuki guru ruhani yang bernama Syaikh Haji Jubah. Syaikh Haji Jubah juga menolak memberi wejangan dan justru menunjuk ke Kudus tempat Datuk Barul mengajar ilmu ruhani.
Sunan Gunung Jati berangkat ke kediaman Datuk Barul yang terapung di tengah laut. Lalu Beliau menyampaikan keinginan untuk berbai’at Tarekat Jauziyah Madamakhidir kepada Datuk Barul yang menerimanya dengan sukacita. Setelah berhasil, namanya diganti menjadi “Wujudullah”. Setelah dinyatakan lulus, Syarif Hidayat diminta untuk pergi ke Ampeldenta untuk berguru pada Sunan Ampel. Di ampeldenta, Syarif Hidayat diterima Sunan Ampel dan dipersaudarakan dengan Sunan Bonang, Sunan Giri serta Sunan Kalijaga. Setelah mendapat wejangan dari Sunan Ampel, Syarif Hidayat kemudian ditetapkan sebagai guru di Gunung Jati dan kini masyhur dengan nama “Sunan Gunung Jati”.
Wallahu a’lam.
Baca perjalanan Khazanah 2024 selanjutnya di https://elmahrusy.id/makam-masyayikh-gedongan-gus-iing-adakan-lomba-pidato-dadakan/