Syaikh Ibrahim Asmoroqondi: Pengarang Kitab Ushul Nem Bis
Perjalanan dari Lamongan ke Makam Syaikh Ibrahim Asmoroqondi memakan waktu sekitar satu jam. Agenda kami kali ini adalah pembacaan tahlil dan do’a, plus jamak ta’khir antara sholat maghrib dan isya’. Di makam ayahanda Raden Ali Rahmatullah Sunan Ampel ini, terdapat beberapa peraturan yang harus dipatuhi segenap peziarah tanpa terkecuali. Salah satunya ialah tidak diperbolehkan menggunakan pengeras suara. Hal ini tak masalah bagi kami, justru inilah saatnya kekompakan kami diuji.
Para peserta khazanah memulai pembacaan tahlilnya sekitar pukul 20.00 WIB. Meski tanpa sound system seperti di makam-makam lain, gema tahlil terdengar memenuhi seluruh ruangan. Para santri melafadzkan dengan kompak dan serempak. Di berbagai sudut ruangan, tampak para panitia yang tak kenal lelah mengkondisikan kekhusyu’an para santri. Jika ada yang terlihat mengantuk, siap-siap disorot laser hijau ya teman-teman..
Makam Syaikh Ibrahim Asmoroqondi terletak di Desa Gisikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Beliau diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah para paruh kedua abad ke-14.
Syaikh Ibrahim Asmoroqondi diperkirakan datang ke Jawa sekitar tahun 1362 H/1440 M, bersama dua orang putra dan seorang kemenakannya serta sejumlah kerabat, dengan tujuan menghadap Raja Majapahit yang menikahi adik istrinya, Yaitu Dewi Darawati. Sebelum ke Jawa, rombongan Syaikh Ibrahim Asmoroqondi singgah dulu di Palembang untuk memperkenalkan agama Islam kepada Adipati Palembang, Arya Damar.
Daerah yang pertama kali disinggahi di Jawa yaitu Gisik, sebelah timur Bandar Tuban. Pendaratannya di daerah Gisik ini merupakan suatu sikap kehati-hatian seorang penyebar dakwah Islam, mengingat Bandar Tuban saat itu adalah Bandar pelabuhan utama Majapahit.
Dalam menyebarkan ajaran Islam pada penduduk sekitar, Syaikh Ibrahim Asmoroqondi juga mengarang sebuah kitab dengan nama Bahjat Al-Ulum.
Kitab Bahjat Al-Ulum atau ada yang menyebut dengan Kitab 6 Bis / Ushul 6 Bis merupakan kitab yang ditulis oleh Abu Laits as-Samarqandi. Kitab ini merupakan salah satu kitab aqidatul ushul yang populer diajarkan di Indonesia pada zaman pada abad XIX hingga awal abad XX. Kitab ini begitu populer di masa tersebut, dimulai dari era Kerajaan Demak, lalu era Kerajaan Mataram sampai dengan awal abad ke-20.
Bahjat Al-Ulum mempunyai arti kata “kesenangan ilmu”. Naskah ini banyak ditemukan dibeberapa daerah dan perpustakaan di beberapa negara yang menyimpan manuskrip atau naskah kuno. Dalam pondok pesantren salaf, kitab ini adalah pegangan wajib bagi para santri di masa sebelum pra-kemerdekaan. Menurut buku “Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam” karangan Prof. Dr. Mahmud Yunus, bahwa kitab ini, yaitu sejilid kitab tulisan tangan berisi 6 kitab dengan 6 Bi Ismi Allâh ar-Rahmân ar-Rahîm. Karangan ini telah dipergunakan dalam kurikulum pendidikan Islam sejak jaman Kerajaan Demak selain Tafsîr Jalâlaîn, primbon, suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga, Wasita Jati Sunan Geseng dan lain-lain, yang semua itu berbentuk diktat wejangan mystic (tasawuf) Islam dari masing-masing Sunan.
Dalam diskusi antara Jayengresmi dan tokoh-tokoh lain di Serat Centhini disebutkan pula bahwa kitab ini ada dalam 20 (dua puluh) kitab yang dipelajari (pada awal abad ke19). Dua puluh kitab tersebut, enam di antaranya kitab fiqh, sembilan kitab akidah termasuk kitab pengantar al-Asmoroqondi dan dua karya Sanusi yang sangat terkenal dengan berbagai syarahnya, dua kitab tafsir dan tiga kitab tasawuf. Untuk kitab al-Samarqandi yang dimaksud adalah kitab yang berjudul Ushul 6 Bis, yaitu kitab tentang akidah karya Abu al-Laits al-Samarqandi, yang juga dikenal sebagai Asmoroqondi. Karya ini terdiri dari enam bab yang masing-masing dibuka dengan “bismillahirrahmanirrahim”.
Abu Al-Laits Al-Samarqandi adalah seorang Sufi dan ahli hukum dari mazhab Hanafi. Abu Al- Laits Al-Samarqandi pada masa mudanya ia tidak pernah dan jarang membaca Al-Qur’an, tetapi di sekitar usia 50-an barulah beliau mulai belajar dan pada usia 57 tahun beliau telah berhasil menguasai bahasa Arab dan Al-Qur’an. Seterusnya beliau mulai mewariskan ilmu yang ada padanya melalui penulisan Abu Al-Laits bermazhab Hanafi. Syaikh Abu Laits mempunyai nama lain yaitu Syekh Ibrahim Zainul Akbar alias Ibrahim al-Ghazi. Dalam pelafalan Jawa nama ini disebut dengan Syaikh Ibrahim Asmoroqondi atau Makhdum Asmoro, sedangkan dalam Babad Tanah Jawi menyebutnya Makdum Brahim Asmoro.
Kitab Bahjat Al-Ulum atau Ushul 6 Bis (Naskah Asmarakandi) berisi tentang ajaran tauhid. Konsep penulisannya adalah berbentuk dialog. Sebenarnya, naskah Asmarakandi tidak hanya membahas mengenai tauhid, tetapi juga membahas tentang fiqih (khususnya fiqih ibadah). Hal tersebut dapat diketahui dari halaman awal yang tersisa, yaitu membahas tentang sujud sahwi dan juga membahas mengenai puasa Ramadhan. Namun yang masih utuh dan lengkap adalah pembahasan akidah. Naskah ini menyampaikan konsep tauhid dengan metode tanya jawab. Pembahasan tauhid ini sebenarnya terangkum dalam rukun iman, yaitu iman kepada pencipta (Allah), malaikat, rosul, kitab suci, hari akhir, dan takdir baik dan takdir buruk yang diberikan pencipta kepada hamba-Nya. Selain itu, kitab ini juga membahas tentang salat, puasa dan zakat.
Wallahu a’lam.
Baca perjalanan Khazanah 2024 selanjutnya di https://elmahrusy.id/sunan-bonang-terkenal-dengan-kesaktian/