web analytics
AD PLACEMENT

Tak Hanya Mengaji, Santri Juga Ikut Mengabdi! Kilas Sejarah dan Tragedi di Balik Kata Santri.

AD PLACEMENT
0 0
Read Time:5 Minute, 8 Second

Tentu, tidak ada kata mudah menjadi seorang santri. Untuk segala  hal-hal yang tercipta dan dari sendiri, kenyataannya bahwa hidup di sebuah tempat yang bernama pondok pesantren yang general dan plural ini perlu adanya bertebal-tebal mental.

Ketika melihat santri dan pesantren yang semakin memperlihatkan progres baik untuk chemistry dengan perkembangan zaman, santri terlihat adem ayem belajar, mengaji, dan meraih mimpi dengan tenang. Seperti hidupnya lurus-lurus aja. Padahal dalam sejarah panjang, perjalanan santri dilalui dengan lika-liku yang membeku. Bukannya manis buah bisa dirasa ketika panen tiba dari panjang masa tanam dan siram? Bukannya eksistensial hasil itu terbit setelah adanya usaha?

Sudah banyak andil dan peran santri, di luar dari kata hanya mengaji: ingat, santri juga mengabdi!

Dalam kilas sejarah, banyak tragedi besar yang dialami dan dilalui santri. Kejadian-kejadian besar itu dihadapi dengan pengorbanan yang tidak kalah besar: tenaga, do’a, harta, dan nyawa.

AD PLACEMENT

Pesantren sebagai institusi lembaga pendidikan tertua di Indonesia, tentu mengalami segala hal apapun yang terjadi di negeri ini. Mengikuti perkembangan, menjadi tokoh di setiap kejadian. Mengalami tanpa andil perjuangan adalah kesia-sian.

Ulama, santri, dan pesantren tercatat sejarah sebagai pahlawan kemerdekaan tanpa tanda jasa. Menjadi pahlawan yang memang bukan untuk menuntut jasa. Imperialisme selama 457, 5 tahun telah singgah dan menjajah oleh para bangsa besar, mulai dari Portugis, Spanyol, Belanda, Prancis, Inggris, dan Jepang. Kaum sarungan itu mengabdikan dirinya dengan ikut berjuang mengangkat senjata.

Seperti yang dituliskan Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarahnya jilid 2 menjelaskan, “Realisasi Treaty of London, pemerintah kolonial Belanda menciptakan Perang Aceh untuk mematahkan perlawanan Ulama dan Santri serta umat Islam Aceh di bawah pimpinan Toekoe Tjik Di Tiro, Teoekoe Oemar dan Tjoet Nja Dhien. Untuk Sumatra Utara, diciptakan Perang Batak demi melumpuhkan perlawanan Ulama dan Santri yang dipimpin oleh Si Singamangaradja XII. Sampai di sini terlihat adanya perubahan tatanan politik di Eropa, Timur Tengah, dan India, yang berpengaruh besar terhadap perubahan politik di Indonesia. Melemahnya Kesultanan Turki di Timur Tengah dan Kesultanan Mongol di India, sangat besar pengaruhnya terhadap perjuangan menegakkan nasionalisme yang dipimpin para Ulama dan Santri di Indonesia dalam membendung banjir imperialisme.”

Bahkan para Ulama dan Santri pun mengawal perjuangan ini sampai depan pintu gerbang kemerdekaan. Setelah turut berjuang dengan tenaga angkat senjata, para kaum pesantren itu pun juga memberikan sumbangsih pemikiran demi terwujudnya Indonesia yang berpendirian. Mereka ikut merumuskan Pancasila dan konstitusi Undang-Undang Dasar.

AD PLACEMENT

”Sehari setelah proklamasi, tepatnya 10 Ramadhan 1364, Sabtu Pahing, 18 Agustus 1945, para Ulama seperti Wahid Hasjim (Nahdlatoel Oelama), Ki Bagoes Hadikoesoema dan Kasman Singodimedjo (Persjarikatan Moehammadiyah) bersama Teuku Mohammad Hasan (Aceh) merumuskan ideologi bangsa dan negara, pantjasila dan konstitusi Oendang-Oendang Dasar 1945, untuk diserahkan kepada Drs. Mohammad Hatta dan dilanjutkan ke Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia – PPKI untuk disahkan.” Lanjut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya.

Lalu, kejadian-kejadian tetap diringi oleh pengabdian. Perjuangan belum selesai. Seperti agresi militer sekutu yang kembali datang, hingga menyebabkan pecahnya perang hebat di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Bandung dan Surabaya. Hingga terumusnya fatwa resolusi jihad oleh Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari. Seperti yang tertulis dalam buku Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang Rakyat Semesta Di Surabaya, 10 November 1945 yang ditulis oleh Agus Sunyuto, fatwa resolusi jihad sebagai berikut:

“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe’ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempuan, anak-anak, bersendjata atoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itoe djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja…”

Negara sudah aman sentosa dengan mundur dan lenyapnya segala penjajahan di muka bumi ibu pertiwi ini, lagi-lagi, peristiwa dan tragedi terus menebar konflik, mengguncang perdamaian dan keamanan. Jiwa-jiwa pengabdian terus terpanggil. Kali ini, musuhnya dari kalangan bangsa sendiri dengan ideologis komunisnya. Di tahun 1965-1966 peristiwa pemberontakan PKI meledak di berbagai wilayah, termasuk di Madiun, yang terkenal. Hal ini sangat menjadi perhatian khusus, karena memang PKI tidak memandang bulu dalam melancarkan aksinya. Slogan ”sama rata sama rasa” membuatnya  tak pernah takut untuk menentang pemerintah atau pun golongan para priyai yang terkesan terlalu memiliki sekat kemulian dibanding pada santrinya.

AD PLACEMENT

Pondok Pesantren Lirboyo pun terkena dampaknya atas hal ini. Para Kiai dan Santri pun bersiap siaga dan KH. Mahrus Aly menjadi figur yang mengkomandani penumpasan PKI, khususnya di Kediri. Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Pesantren Lirboyo: Sejarah, Peristiwa, Fenomena dan Legenda,

”Sejak meletusnya pergolakan Madiun, PKI melancarkan aksinya secara terang-terangan maupun tersembunyi. Mereka selalu mencari kesempatan dalam kesempitan. Namun, Ulama, para santri, dan ABRI selalu siaga menumpas kebatilan yang mengancam perjalanan bangsa. Selain terjun langsung menumpas pemberontakan, Kiai Mahrus juga senantiasa memberi wejangn kepada masyarakat agar tidak terpengaruh ideologi palu arit yang sesat itu. bahkan, beliau memberikan gemblengan kepada para santri dan tentara yang akan mengadakan operasi penumpasan pemberontaka. Tak heran jika waktu itu Kiai Mahrus termasuk figur yang paling ditakuti oleh PKI.”

Lain halnya PKI, ternyata di Pondok Pesantren Lirboyo juga sempat ramai dengan tragedi teror ninja. Untuk hal ini, KH. Imam Yahya Mahrus memberikan keterangan, ”Di zaman Orde Baru, banyak bermunculan ‘ninja-ninja’ misterius yang memburu para kiai, namun tidak ada pengaruhnya pada kegiatan di MHM. Kegiatan belajar mengajar tetap bisa berjalan dengan baik. Kita hanya waspada dan berjaga-jaga, jangan sampai mereka itu ke kawasan Pondok Lirboyo. Mereka disusupkan di antaranya ke pondok pesantren. Saya tidak tahu siapa dalang penggerak mereka. Tapi saya dengar fenomena ninja itu merupakan upaya dari orang-orang tidak bertanggung jawab yang hendak mengacau balaukan negeri ini. Atau bisa jadi aksi mereka hanya untuk unjuk kekuatan atau kemampuan ilmu kanuragan. Memang ada yang menjadi korban mereka, namun itu hanya satu-dua saja. Kemudian ada ninja yang tertangkap di Lirboyo, ternyata sekujur tubuhnya dilapisi dengan karet sehingga jika dipukul tidak apa-apa. Saya pernah punya karetnya. ”Alat” seperti itu, kalau tidak dari ”angkatan” ya tidak ada. Makanya saya katakan misterius.”

Hingga kini, peristiwa dan tragedi hanya tersimpan rapih dalam kilas sejarah yang terus digali maknanya agar tidak terulang, agar bisa dijadikan pelajaran.

Di Hari Santri ini, kita berdo’a sama-sama agar diberikan kesehatan dan perlindungan bagi diri kita, orang tua, juga para guru-guru. Semoga diberikan kemudahan dan kelancaran, mendapatkan ilmu yang manfaat dan barokah. Aamiin.

 

 

 

About Post Author

Aqna Mumtaz Ilmi Ahbati

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

AD PLACEMENT

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
“Jangan Tanya Apa Saya Mau, Tanyakan Apa Saya Boleh!”

“Jangan Tanya Apa Saya Mau, Tanyakan Apa Saya Boleh!”

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Air

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Air

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Laut

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Laut

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Gunung

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Gunung

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Tanah

Al-Hikmah Fi Makhluqatillah: Tanah

Biografi Syaikh Al Zarnuji, Pengarang Kitab Ta’limun Muta’alim

Biografi Syaikh Al Zarnuji, Pengarang Kitab Ta’limun Muta’alim

AD PLACEMENT