Tanamkan Etika, Lahirkan Produktifitas Sebagai Bukti Cerdas Santri Cakap Digitalisasi
Perkembangan teknologi dan informasi mengiringi semua khalayak untuk masuk dan berkolaborasi dalam ruang media sosial termasuk santri. Media sosial memang menjadi pusat informasi dari berbagai belahan dunia. Statement ini sudah jelas karena hanya dengan mengklik saja kita bisa mendapatkan berita tanpa batas waktu dan tempat.
Banyak sekali platform media sosial yang digandrungi oleh anak muda mulai dari instagram, youtube, tik tok, twitter, telegram dan masih banyak lainnya. Jika kita melihat dari beberapa platform tersebut masih banyak pengguna yang belum memahami etika dalam bermedia sosial. Tentunya hal ini menjadi kritik dan pemikiran kritis bagi santri agar bisa memanfaatkan media sosial sebagai ruang dakwah, wadah literasi digital, forum share kebaikan dan kemanfaatan.
Mengingat kalam dawuh Al Habib Umar bin Hafidz beliau mengatakan:
حول التلفزيون والانترنت وما يوجد في بيتك من اجهزة, حولها من شيء هادمة الى خادمة.. والا ستهدم, ستهدم وانت تضحك, ويهدم اغلى فيك عقلك.. ولبك.. وفكرك.. وخلقك.. يهذم وانت تضحك
“ jadikanlah televisi, handphone, internet, dan alat-alat lainnya sebagai pelayan dan pembantu untuk agamamu. Jika tidak, alat-alat itu akan menghancurkan dirimu, sedangkan engkau malah tertawa (karena tidak menyadarinya).
Ia akan merusak hatimu, akalmu, akhlakmu, dan fikiranmu tanpa kau sadari. Engkau tertawa bahagia, padahal alat-alat itu telah merusak hal-hal paling berharga yang kau miliki”
Ketika seorang santri sudah memasuki ranah media sosial tentunya ada beberapa undang-undang etika yang harus diperhatikan. Jika kita rumuskan ada empat prinsip yang menjadi landasan santri dalam bermedia sosial yaitu kesadaran, tujuan, tanggungjawab, dan mau menanggung konsekuensi.
Banyak sekali ilmu dan kebaikan yang di pelajari oleh santri ketika di pesantren, namun hanya sedikit dari mereka yang sadar dan berani untuk mengisi panggung media sosial. Status dan peran santri sekarang ini tidak cukup jika hanya bergelut dalam dunia pesantren. Santri cerdas akan bijak dalam mengemas teknologi dan informasi sebagai ruang dakwah ilmunya. Konsep santri out of the box tidak selalu negatif seorang santri harus memiliki gaya dan inovasi dalam mengembangkan ilmunya salah satunya bisa melalui konten-konten yang menginspirasi.
Husain Basyaiban seorang tik-tokers sekaligus putra asli Madura adalah seorang santri yang menginspirasi anak muda khususnya santri. Jumlah followersnya yang mencapai 5,4 juta followers ia manfaatkan nikmat Allah tersebut untuk menebarkan ilmu dan kebaikan. Konten dakwahnya bisa diterima oleh masyarakat luas karena ia kemas dengan bahasa yang ringan dan gaya menarik dengan tetap mempertahankan background ngaji, pesantren, dan anak muda.
Kelimuan dan kebaikan di zaman sekarang itu harus saling ditebarkan agar orang lain bisa terinspirasi dan mengambil manfaat dari apa yang kita perbuat. Salah satu sarana tercepat dalam menyebarkan hal yang positif yaitu melalui media sosial. Eksistensi seorang santri dalam media sosial baik ia membawa nama labelitas pesantrennya atau personally juga harus tetap memandang etika dalam penggunaannya. Salah satunya adalah niat seringkali para pengguna media sosial menyalahgunakan hanya untuk menyandang popularitas dan keviralan. Padahal hal itu hanya berdampak sebentar saja kemanfaatan yang diambilpun bahkan sama sekali tidak ada. Oleh karena itu pentingnya
menata niat dalam menyebarkan ilmu dan kebaikan untuk menggapai ridho Allah SWT.
Para santri sejati ada beberapa etika yang harus kita kenali dan pahami. Agar kita sebagai generasi muslim cerdas mampu menyebarkan kebaikan dan ilmu yang mudah diterima oleh masyarakat luas dengan tetap menjaga nama baik kesantrian maupun pesantren. Berikut beberapa etika yang harus kita perhatikan;
1. Amar ma’ruf nahi munkar
Islam sebagai agama yang mengajarkan kebaikan dan kepedulian sesama makhluk-NYA. Sudah saatnya penggunaan sosial media disalurkan dengan hal-hal yang baik dan positif melalui konten-konten menarik dan juga mendidik.
2. Share kebaikan sebanyak-banyaknya
Suatu ilmu dan kebaikan akan terus mengalir dan menjadi ladang pahala jariyyah bagi penulisnya. Oleh karena itu go to share mulai detik ini juga karena orang-orang yang membaca tulisan kita akan mendapatkan manfaat ilmu dan faedahnya. Cukup ikhlaslah karena Allah dalam menyebarkannya dan Alllah yang akan menyampaikannya.
3. Perlunya Tabayyun
Dalam menerima arus informasi kita harus berhati-hati karena tidak semua informasi itu kebenaranya valid. Islam mengajarkan kita untuk bertabayyun (klarifikasi) agar kita sebagai umat Islam tidak gampang terprovokasi dalam menerima berita yang bertebaran.
4. Mengingat hisab atas segala perbuatan.
Menyadari sepenuhnya akan adanya hisab atau perhitungan atas tiap detail yang kita perbuat dapat menjadi pengontrol utama dalam mengendalikan perbuatan. Akan ada hari akhir di dunia yang menjadikan manusia sadar akan keterbatasan usia yang dimilikinya. Timbangan baik dan buruk menjadi titik penentu keberadaan manusia di akhirat: surga atau neraka. Kesadaran akan hisab ini pun semestinya kita pegang saat menggunakan media sosial karena apa pun yang kita lakukan dengan media sosial juga akan menjadi catatan amal yang dipertanggung jawabkan kelak.
5. Muraqabah (merasa selalu di awasi)
Gerak gerik baik tulisan, postingan, konten kita adalah sesuatu hal yang memliki tanggung jawab. Sikap muraqabah adalah sikap yang harus di prioritaskan agar kita sebagai pelaku media sosial bisa mebawa maslahat dan feedback yang baik untuk sesama manusia. Allah SWT berfirman:
اِنْ تُبْدُوْا شَيْـًٔا اَوْ تُخْفُوْهُ فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
Artinya: “Jika kamu menampakkan sesuatu atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab: 54).
6. Menggapai Ridho Allah
Mulailah tetapkan misi untuk menggapai ridho Allah SWT palingkan diri dari pandangan manusia yang hanya mengedepankan popularitas. Misi dan niat adalah konsekuensi satu arah yang tertuju kepada pemlik ridho-NYA. Agar esensi sebagai manusia dapat mewujudkan penghambaan diri terhadap agama dan tuhannya.
Harapan ditengah gencarnya teknologi dan informasi kita semakin bijak dan cerdas dalam euforia media sosial. Prioritas akhlak harus tetap mencerminkan jati diri sebagi muslim sejati dalam menyebarkan khazanah ilmu dan kebaikan. Manfaatkan teknologi dan fasilitas sebagai penunjang transformasi ilmu yang membawa maslahat untuk ummat. Wallahu a’lam bis shawab.
Oleh : Salma Mawaddah Mas’udi