Tiba Di Puncak Muhafadzoh Akhirussanah KH Sa’id Ridwan Gembleng Intelektual Dan Spiritual Santriwati PP HM Al-Mahrusiyah
Hari yang dinanti-nanti oleh seluruh santriwati sebagai puncak perjuangan menghafalkan nadzoman akhirnya tiba. Tepat pada hari Ahad, 3 Maret 2024 seluruh santriwati Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah Satu berkumpul di Auditorium MA Al-Mahrusiyah guna mengikuti acara spektakular yakni penutupan Muhafadzoh Akhirusanaah.
Pada tahun ini, penutupan muhafadzoh turut di rawuhi oleh tamu spesial yakni KH Sa’id Ridwan yang berkesempatan menyampaikan mauidzoh hasanah. Dalam iftitahnya beliau ngendikan, “Nikmat yang sangat agung dari Allah SWT adalah menjadi santriwati pondok pesantren sebagai benteng moral dan benteng akidah ahlusunnah, serta generasi umat islam yang lahir dan dibentuk dari jam’iyah Nahdatul Ulama yang merupakan jam’iyah terbesar di seluruh dunia,” tutur beliau kepada seluruh peserta muhafadzoh akhirussanah.
Kemudian beliau melanjutkan lagi bahwa lahir di bumi nusantara, menjadi umat islam, uamt nabi Muhammad SAW, ini merupakan nikmat yang patut untuk disyukuri. Mengapa? Karena, umatnya Nabi Muhammad itu dijamin masuk Surga tanpa hisab. Bahkan saking cintanya kanjeng nabi kebada umatnya, beliau sampai bersabda, ”Ya Allah aku mohon kepada-Mu jiwa dan ragaku untuk umatku,” dari sini Allah menganugrahkan kepada nabi Muhammad syafaat udzma, yakni beliau mendapatkan hak untuk mensyafaati umatnya masuk surga tanpa hisab.
Tapi, dalam riwayat itu disebutkan bahwa syafa’at udzma hanya diberikan kepada umat kanjeng nabi yang berjumlah 70.000, kemudian setiap satu orang dapat membawa 70.000 orang dan begitu dikalikan seterusnya. Sampai pada hakikatnya tidak ada yang mengetahui kecuali Allah ta’ala.
Beliau juga dawuh, ”Satu-satunya syafa’at yang diterima oleh Allah adalah syafa’atnya Nabi Muhammad,” setelah itu beliau bertanya, ”Siapa umat kanjeng nabi yang pertama kali masuk Islam?” jawabnya pasti Sayyidah Khodijah.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa, ini merupakan isyaroh dari Allah bahwa perempuan menjadi tonggak dakwah Islam sejak Islam lahir. Karena Sayyidah Khodijah merupakan wanita pertama sekaligus umat pertama kanjeng Nabi Muhammad SAW yang menerima islam dengan penuh keyakinan.
Beliau kembali ngendikan, “Golongan emak-emak memang yang paling semangat dalam yasinan, tahlilan, fatayat, dan arisan. Sampai semuanya diseragam, dan tidak hanya kompak seragam tapi juga rasan-rasan,” Gurau beliau kepada peserta yang mulai bercucuran keringat karena hawa panas semakin menyengat.
Beliau menceritakan kisah, bahwa hal seperti ini sudah terjadi semenjak zaman Sayyid Luqman Al-Hakim. Dan karena permasalahan emak-emak tersebut putranay itu menjadi susah dinasehati dan tidak pernah bisa memegang perinsip. Akhirnya putranya tersebut diajaklah berkeliling kampung sambil membawa keledai. Dan biasanya di jalan-jalan perkampungan itu banyak emak-emak yang sedang melakukan aktivitas sambil rasan-rasan orang yang melintas di jalan.
Kisahnya, pertama keliling sang ayah yang menunggangi keledai sedangkan sang putra berjalan mengiringi, tak lama kemudian ada segerombolan emak-emak yang berkomentar, “Dasar bapak tidak tahu diri, anaknya suruh jalan sedangkan dia malah enak-enak nunggang keledai,” karena celotehan itulah akhirnya sang ayah turun dan membiarkan putranya untuk bergantian naik keledai.
Tak selang waktu lama, sang ayah dan sang anak kembali berjumpa dengan gerombolang emak-emak, dan kembali berkomentar, “Dasar anak tidak tahu sopan-santun, bapaknya pjalan kaki sedangkan dia malah enak-enak nunggang keledai,” mendengar hal itu kemudian sang ayah naiklah ke atas keledai dan menunggangi keledai bersama sang anak.
Namun, lagi-lagi mereka mendapatkan kritikan dari emak-emak pinggir jalan, ”Dasar ayah dan bapak nggak tahu diri, keledai sekecil itu ditunggangi berdua,” mendengar kritikan tersebut, akhirnya sang ayah dan sang anak turunlah dari atas keledai dan memilih untuk berjalan kaki bersama si keledai yang tidak ditunggangi.
Ajaibnya, lagi-lagi sang bapak dan sang anak mendapat komentar menohok dari emak-emak, ”Dasar anak dan bapak ngga waras, ngapain bawa keledai kalo cuma dituntun ngga ditunggangi,” bingung harus bagaimana dan serba salah dalam tindakannya akhirnya anak dan bapak itu memilih untuk menjujung keledainya, dan tetap saja mendapatkan kritikan dari emak-emak pinggir jalan hingga kembali ke pelataran rumah.
Dari kisah tersebut dapat dipetik hikmah bahwa komentar manusia itu tidak ada habisnya, maka dari itu pesan beliau, “Peganglah iman dan agamamu, kalau kamu tidak punya perinsip kamu akan goyah”, karena tantangan zaman itu luar biasa yang membutuhkan orang-orang punya keteguhan moral.
Alhamdulillah kita ditempatkan di pondok pesantren, khususnya Al-Mahrusiyah. Semoga dengan berkahnya ilmu tidak hanya mendapatkan keberkahan dan kemanfaatan tapi juga perlindungan dari Allah SWT. Karena orang yang berilmu itu akan dijaga dari bangun hingga tidur.
Dalam kitab Al-Qirthos dikisahkan perbedaanya orang yang ahli mengaji dengan tidak. Singkat cerita disitu ada syaithon yang di utus untuk menggoda orang yang ahli mengaji dengan tidak. Syaithon yang diutus menggoda orang yang ahli mengaji itu badannya kurus kering, karena dalam kesehariannyaa itu selalu diiringi do’a sehingga syaithon tidak bisa ikut dengannya.
Dilain sisi, syaithon yang diutus menggoda orang yang tidak mau mengaji itu badannya besar dan gemuk, karena dalam setiap kegiatan tidak pernah berdo’a sehingga syaithon selalu mengikutinya.
Maka dari itu, tidak cukup hanya pandai intelek saja, kalo tidak nanti seperti PP Nusakambangan yang dipenuhi oleh orang-orang cerdas hingga bergelar professor, yang dulu berdasi dan tokoh nasional. Hal itu membuktikan bahwa orang yang cerdas intelektual tidak bisa memajukan bangsa tapi malah sebaliknya.
Karena sesungguhnya nabi itu diutus untuk menyempurnakan akhlaq. Dan oleh sebab itu di pesantren tidak hanya diajarkan bagaimana hafalan nadzom tapi diajarkan untuk tertib peraturan dan akhlaqul karimah.
Dahulu, pada zamannyaa Gus Dur pernah ada perwakilan dari kelompok intelektual non pesantren yag sowan kepada Gus Dur. Kelompok tersebut sowan kepingin kader-kader anak didiknya kalo pulang itu dihargai seperti alumni pesantren. Kemudian Gus Dur menyebutkan tiga perkara, yang mana lulusan pesantren berbeda atau sulit disamakan dengan yang bukan lulusan pesantren.
Pertama, pesantren memiliki tradisi wirosah al-ilmiyah, yaitu ilmu yang sanadnya muttasil sampai Rasulullah. Karena sanad itu penting laksana pedang tat kala maju perang. Dan jika tidak memiliki sanad berarti itu bathil.
Yang kedua, di pondok pesantren itu ada dimensi supranatural, ada unsur-unsur barokah yang sangat dijaga sehingga bisa melahirkan jiwa-jiwa yang bersih, sholih, dan sholihah. Dan berkah itu tidak bisa kecuali di dalam sesuatu yang dicintai oleh Allah SWT, yakni berupa amal sholeh. Semakin besar barokahnya semakin besar pula amal sholehnya.
Dan madrasah adalah tempat belajar, mengaji, dan banyak melakukan amal sholeh itu sebabnya banyak barokahnya. Maka dari itu kalo bisa jangan rasan-rasan, karena pesantren itu tempat terijabahnya do’a.
Yang ketiga, digembleng jam’iyah yang mempunyai jiwa sosial kemasyarakatan. Dawuh Habib Salim As-Syaitiri, ”Hendaknya para pelajar ilmu diluar jam pelajaran itu memuthola’ah kitabnya lagi. Karena pencari ilmu sejati adalah orang yang tidak hanya mempelajari ilmu di sekolah, melainkan diluar jam sekolah tetap memutholaah kitabnya.
Sehingga tidak hanya kecerdasan intelektual saja yang kita punya tapi bagaimana ilmu itu bisa melekat di sanubari hati kita. Di dalam tafsir Yasin dijelaskan, pada waktu penyihir-penyihir Firaun bertanding dengan Nabi Musa a.s. Para penyihir ini masih menghargai Nabi Musa a.s. Ketika tongkatnya Nabi Musa dilempar, penyihir itu tahu bahwa yang keluar dari tongkat Nabi Musa itu bukan sihiran melainkan Mukzizat yang Allah anugrahkan. Hingga pada akhirnya penyihir itu taubat dan masuk islam.
Terakhir pesan beliau yang dikutip dari Imam Waqiq guru dari Imam Syafi’i, ”Tinggalkan maksiat jika kalian galau,” kemudian beliau sempurnakan mauidzoh hasanah yang insyaallah penuh barokah ini dengan do’a yang di aamiini dengan khusyu’ oleh seluruh peserta. Wallahu a’lam.
masyaallah, sukses selalu untuk rekan-rekan Literasi,,,