Kita ketahui, segala sesuatu yang berlebihan pasti tidak baik, baik perkara yang baik maupun perkara yang tidak baik.
tidak berani bertindak itu namanya penakut, tapi berlebihan bertindak namanya Ngawur. Maka sikap tengahnya adalah berani.
Terlalu menyimpan harta itu pelit, terlalu mengeluarkan harta namanya boros, maka sikap dermawan (Al-Jud) hadir sebagai sikap penengahnya.
Dalam ideologi bernegara pun bila terlalu kiri akan sekuler dan berpotensi melupakan ketuhanan, terlalu kanan bisa konservatif dan berpotensi melupakan kemanusiaan maka yang tepat adalah ideology moderat.
Begitupula dengan Pikiran, jarang digunakan akan berakibat kebodohan, yang berujung pada bobroknya peradaban terlalu berfikir atau kita kenal dengan overthingking bisa timbul kecemasan, maka yang pas adalah sedang-sedang saja.
Seperti yang terucap dalam adagium arab “خير الأمور أوسطها”
Sebaik-baiknya perkara adalah tengah-tengahnya
Lalu bagaimana supaya tidak overthinking?
Umumnya, Overthinking sering melanda kawula muda, maklum akal pemuda masih kuat jadi mereka mudah mengigat namun, secara bersamaan sulit melupakan apa-apa yang terlintas dalam kehidupan. Apalgi ketambah budaya pakewuh yang sudah mengakar.
Masalahnya, Over Thinkingnya para pemuda ini cenderung pada hal-hal keduniawian. Rezeki karir, masa depan dan paling krusial, Jodoh. Kadang pula juga terlalu mengkalkulasi dan menganilisis omongan orang lain sehingga membuatnya Over thinking.
Padahal perihal rezeki sudah dipasti. وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
________________________________________
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (Surat Hud ayat 6).
Mengenai Jodoh juga telah dicatatkan
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”
(an-Nahl 72) Tinggal memindah ke Catatan KUA saja🤭.
Mengenai kehidupan sosial jelas, pasti ada yang senang dan benci. Kita tidak mungkin menjamin semua manusia suka kepada kita karena kita bukan dewa. Kita juga tidak bisa memvonis semua orang benci sama kita. Karena kita bukan Iblis.
Maka apa-apa yang telah dijamin bagi manusia seperti diatas, tidak perlu overthinking, Ulama Tasawuf telah memberi wejangan mendalam bagi para kaum-kaum overthinker, tepatnya yang disampaikan Syekh Athoillah Assakandari dalam Hikamnya
أَرِحْ نــَفْسَـكَ مِنَ الـتَّدْبِــيْرِ، فَمَا قَامَ بِـهِ غَيْرُ كَ عَـنْكَ لاَ تَـقُمْ بِـهِ لِنَفْسِكَ
“Istirahatkan dirimu dari tadbiir (melakukan pengaturan-pengaturan terhadap Allah)!. Maka apa-apa yang selainmu (Allah) telah melakukannya untukmu, janganlah engkau (turut) mengurusinya untuk dirimu.”
Jodoh, rezeki, dan karir kita hanya bisa memperkirakan tapi tidak bisa memastikan. Kita hanya bisa merencanakan, realisasinya kita serahkan pada Tuhan. Kita Sekadar Ikhtiar, sisanya adalah tawakal. Bersyukur apabila nasib mujur, bersabar ketika hasil tidak sesuai harapan.
Tips diatas perkara yang belum didapat, lalu bagaimana mengatasi overthinking yang disebabkan kehilangan?
Oke, perlu diingat, kecuali amal, dunia merupakan kehidupan fana’, semua hanya sementara, titipan, dan tidak kekal jadi apapun tentang materi segalanya hanya tentang durasi. Kapapun bisa diminta oleh yang Punya. Maka kita harus rela terhadap apa yang telah diminta.
Seperti FirmanNya,
مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ بَاقٍ ۗ وَلَنَجْزِيَنَّ ٱلَّذِينَ صَبَرُوٓا۟ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Mungkin Yang lepas atau hilang dari kita itu, belum rezeki, belum jatahnya, belum waktunya dan juga belum jodohnya.
Teringat apa yang dikatakan sang Pujangga sufi
,”Jangan bersedih. Apapun yang hilang darimu akan kembali dalam bentuk yang berbeda.” -Jalaluddin Rumi-
Ya memang begitulah, kalau kita berbuat baik kembail baik, tapi bila
berbuat yang kembali ya buruk. Seperti Boomerang.
Maka tidak perlu difikirkan secara berlebihan. tentang apapun yang ditakdirkan.
Lalu bagaimana bila otak ini tidak mau berhenti berfikir? Oke, ibarat mesin, alangkah baiknya mesin tak terbatas yang bernama otak fikiran tadi, alokasi berpikirnya digunakan pada hal-hal yang lebih positif. Hal itu kalau dalam Islam masuk dalam Bab Tafakkur, Nah Meminjam Pendapat Syekh Abu Laits as-Samarkandhi dalam Tanbihul Ghofilinnya menyebutkan:
jika seseorang mengharapkan untuk mendapatkan keutamaan tafakkur, maka bertafakkurlah dalam lima perkara:
1. tafakkur pada ayat2 dan tanda2 Allah.
2. tafakkur pada nikmat-nikmat Allah.
3. tafakkur pada pahala dari Allah.
4. tafakkur pada siksaan Allah.
5. tafakkur pada kebaikan Allah kepdnya dan keberpalingannya dari Allah
Yang pasti jangan sampai lepas dari dzikir, karena dzikir meskipun sederhana, sejatinya menyimpan kandungan yang luar biasa, ألا بذكر الله تطمئن القلوب
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram.”
Bersambung….