Tidak banyak yang bisa dipungkiri tentang geliat pendidikan di negeri ini. Progres yang semakin baik membuat pondok pesantren, sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia juga tetap terkena dampaknya.
Seperti saat ini, masa-masa tahun ajaran baru, pondok-pondok pesantren di seluruh Indonesia sedang sibuk-sibuknya menyambut gelombang arus kedatangan santri baru yang membludak. Tentu sudah bisa dipastikan tentang tujuan awal para santri baru yang masih unyu-unyu itu adalah untuk mengarungi setiap riak deras ilmu dalam luasnya samudra ilmu pondok pesantren. Juga tidak bisa terlepas akan barokah yang eksistensinya sudah bisa dipastikan.
Jika membicarakan tentang santri baru, sudah barang tentu harus banyak hal yang diperhatikan. Jika diibaratkan, santri baru ibarat tanah sebuah ladang kosong yang berakibat panennya sesuai apa yang tercurah dari sekitar.
Mudahnya masa awal seperti ini adalah masa yang penting dalam menapaki kehidupan di pondok pesantren. Saking pentingnya, Syekh Musthofa Al-Gholayani dalam karangannya, Idhotunn Nasyi’in menjelaskan,
تنبه للحادث الاءول فاءن فيه الصعود او الهبوط, والتقدم او التاءخر والموت او الحياة
“Ingatlah, terhadap tragedy atau kejadian yang pertama kali terjadi, sebab kejadian pertama itu terdapat grafika naik, turun, maju, mundur, bahkan mati atau hidup.”
Tentu di dalam pondok pesantren, para santri ditempa dengan berbagai kegiatan dan pengajaran yang sudah diatur sedemikian rupa. Mulai dari bangun tidur hingga mau tidurnya lagi, seluruh kegiatan santri telah diatur dengan penuh struktur.
Dan dalam unsur keberhasilan belajar seorang santri, selain dari guru dan besar tekad kemauan santri itu sendiri, adalah ada peran orang tua yang tidak bisa dipungkiri. Biaya dan do’a. Begitu pun dalam hal rasa betah seorang santri baru dalam tahap awal mengenal dan menjadi bagian dari pondok pesantren. Karena memang, pr awal seorang santri baru adalah soal adaptasi. Dan orang tua pun juga bertanggung jawab mengenai hal ini, betah tidaknya seorang anak di pondok pesantren.
Dengan ini, KH. Mahrus Aly, selaku Masyayikh Pondok Pesantren Lirboyo memberi pesan terhadap para orang tua mengenai anaknya di pondok pesantren,
“Kalau putra-putrinya di pondok, hati orang tuanya juga harus ikut mondok, terutama hati Sang Ibu. Sering dibacakan Alfatihah (untuk anak) setiap ba’da maghrib sebanyak 41 kali, karena do’a itu yang bisa melembutkan hati anaknya (betah di pondok).”
Kenapa harus ibu? Karena memang sejak dalam kandungan, ibu adalah orang yang paling dekat dengan anak. Ikatan batin seorang ibu itu lebih besar dan tajam kepada anak dibandingkan seorang ayah. Oleh karena itu, ibu memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam betah tidaknya anak di pondok. Orang tua harus adanya tirakat untuk anak.
Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya memberikan cara tirakat orang tua untuk anak agar menjadi orang hebat dan berkah.
.