Dalam materi matematika dasar, pasti kita pernah mengetahui perihal rumus:
+ x + = +
+ x – = –
– x + = –
– x – = +
Walau nyatanya, matematika adalah ilmu pasti: hadirnya pemahaman itu nggak pasti!
Hingga kita butuh pendekatan untuk bisa menerka maksud dari materi yang sedang dibahas. Contohnya, seperti rumus tadi.
Sesederhana, pada cuplikan rumus yang mengatakan – x – = + itu sedikit membingungkan.
“Bagaimana bisa, suatu variabel minus yang sama, sama-sama minusnya, kok dapat menghasilkan plus?” Pikir saya kala itu.
Hingga, suatu kejadian, mampu memberi pencerahan yang lain.
“Aduh, gimana ya, kitabku maknanya banyak bolong-bolong!” Ucap fulan yang mengeluhkan makna kitabnya yang compang-camping, rumpang, bahkan ada ‘petir’-nya.
“Kamu mah masih mending, Lan. Kitabku malah hilang!”
*Keluh kesah + “Kamu mah masih mending” = Penuh keprihatinan: menjadi-jadi!
Haha. Nyatanya 2 energi negatif, bisa menghasilkan 1 energi positif yang besar. Nyatanya, keluh kesah mereka berakhir dengan tawa: menertawakan keprihatinan nasib mereka.
Karena sejatinya, memang, manusia adalah makhluk yang suka berkeluh kesah, terutama saat ditimpa kesulitan.
اِنَّ الْاِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًاۙ١٩ اِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًاۙ ٢٠
“Sesungguhnya manusia diciptakan dengan sifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa keburukan (kesusahan), ia berkeluh kesah.” (QS. Al-Ma’arij ayat 19-20).
Tulisan ini ditutup dengan ungkapan Joko Pinurbo dalam bukunya, Salah Piknik (2021):
“Pesan sebuah buku cerita kepada pembaca yang sering galau, sedih, frustasi, kecewa, sakit hati, marah, dan merasa hidupnya hanya menunda kekalahan. Berceritalah, maka kau akan lucu.”