Kediri, Elmahrusy Media.
Selasa, (10/06) Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah mengadakan Seminar Kebangsaan dan Ke-NU-an untuk siswa putra kelas 12 MA dan SMK Al-Mahrusiyah.
Acara yang digelar di Aula Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah 3 Ngampel ini dihadiri oleh Dr. KH. Reza Ahmad Zahid, dan Agus Muhammad Sholahuddin Al Ayubi serta Agus H. Ahmad Kafabihi sebagai pemateri.
Acara dibuka dengan membaca surat Al-Fatihah yang dipimpin oleh MC yang dilanjut dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Syubbanul Wathon. Seluruh peserta berdiri, membuat suara lantang dan kompak menggemakan semangat.
Sambutan pertama dari perwakilan panitia yang dibawakan oleh Bapak Aryachi Tajul yang menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah hasil kesepakatan MPK (Majelis Permusyawaratan Keluarga) yang bertujuan sebagai pembekalan rohaniyah bagi para siswa kelas 12 saat terjun ke masyarakat. Beliau mengungkapkan bahwa, mencintai tanah air sebagian dari iman. Tak lupa, jargon “NKRI harga mati!”
Sambutan selanjutnya dari Bapak Ilham Fawaid selaku ketua pondok. Sedikit banyaknya, beliau menjelaskan seputar kebangsaan yang sesuai dengan syari’at.
Pukul 10.00 WIB, materi kebangsaan dibawakan oleh Agus Muhammad Sholahuddin Al Ayubi, dengan Bapak Aflachi Sa’di sebagai moderator. Pemateri memulai dengan memotivasi para santri:
“Santri tidak harus jadi kiai, tapi tetap ngadep dampar di manapun tempatnya. Santri juga harus bisa jadi paku. Ibarat paku besar jika digunakan pada kayu kecil, maka kayu akan retak bahkan bisa pecah, juga sebaliknya. Maksudnya, kita harus bisa menyesuaikan kondisi masyarakat.” Tutur beliau sebelum masuk ke dalam materi.
Setelah materi seputar kebangsaan, materi selanjutnya adalah ke-NU-an yang dibawakan oleh Agus H. Ahmad Kafabihi yang akrab disapa dengan ‘Cak Mad’. Pembawaan beliau yang asik membuat semangat peserta semakin membara. “NU itu ada dua, struktural dan kultural. Tidak perlu mengurus organisasi ataupun terjun dalam dunia politik, cukup meramaikan kegiatan NU seperti tahlilan, itu sudah termasuk NU. Tapi, ada baiknya untuk ikut andil dalam organisasi, karena Mbah Hasyim pasti selalu mendo’akan.” Jelas Cak Mad.
“Ketika nanti ada oknum yang bertanya, ‘Kenapa milih NU?’ Jawabnya simpel saja, ‘Yo mboh, pokok’e aku NU, bapakku NU, ibuku NU, mbah-mbahku yo NU.’ Cukup jawab simple jika nggak mau berdebat.”
Bahkan ketika seorang peserta maju untuk bertanya, “Kenapa harus NU?” Beliau menjawab, “Karena kalau MU kalahan.” Sontak jawaban beliau membuat tawa peserta pecah.
Cak Mad juga menjelaskan konsep berdo’a, “Konsep berdo’a itu ada tiga. Pertama, do’a untuk diri sendiri. Kedua, mendo’akan orang lain, karena jika kita mendo’akan kaum muslim, akan diamini malaikat juga mendo’akan kita. Ketiga, meminta do’a kepada orang yang lebih mustajab.”
Acara selanjutnya, pengarahan yang dibawakan oleh Gus Reza.
“Kenapa harus NU? Karena jelas sanadnya, jelas gurunya, jelas semuanya.” Tutur Gus Reza.
“NU itu antara budaya dan agama. Masuk ke satu ruangan tapi tidak merusaknya, seperti dakwah Walisongo yang mencari solusi untuk mengatasi budaya-budaya Nusantara yang tidak sesuai dengan syari’at tanpa menghilangkannya.” Tutur Gus Reza sebelum menutup acara dengan pembacaan penutup dan do’a.
Wallahu a’lam.