web analytics
AD PLACEMENT

Bukan Akhir Pencarian, tapi Awal Pertualangan

AD PLACEMENT
0 0
Read Time:3 Minute, 32 Second

Muhafadhoh Akhirussanah bukan sekedar ceremoni, melainkan momen reflektif yang mengingatkan kita akan hakikat dan tujuan utama dari menuntut ilmu. Dari sanalah  kita tahu bahwa mencari ilmu itu bukan perjalanan yang singkat atau sebatas rutinitas akademik, melainkan juga jihad akal dan jiwa atau proses yang menuntut kesabaran, keikhlasan, dan pengorbanan.

Hal ini secara langsung telah menggugah kesadaran bahwa kita mencari ilmu bukan sekedar untuk prestise atau gelar, tetapi juga untuk membentuk akhlak, memperluas wawasan dan memberi manfaat kepada sesama. Dalam konteks dunia modern yang serba cepat dan instant ada pesan yang sangat relevan, berbunyi: “Ilmu sejati tidak datang dari kemudahan, melainkan dari ketekunan dan niat belajar yang benar.”

Ilmu itu selalu bernilai dan itu pasti ada kemanfaatannya, walaupun itu dari kesusahan yang berat. Seperti sebuah nasehat yang disampaikan oleh Imam Syafi’i:“Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan.”

Manfaat mencari ilmu tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain. Seperti yang dijelaskan oleh Agus H. Izzul Maula Dliyaullah dalam mauidhohnya saat penutupan muhafadzoh akirussanah. Beliau menyampaikan, bahwa seseorang yang belajar dari seorang guru dengan sanad yang jelas, akan berbeda hasilnya dengan santri yang belajar modal terjemahan.

AD PLACEMENT

Sebut saja Fulan, ia belajar ilmu agama hanya menggunakan buku terjemahan tanpa adanya sosok guru yang memahamkan. Tidak lama dari itu, ia mulai mengamalkan kepada orang-orang sekitar tentang apa yang ia pelajari. Ia tinggal dalam lingkungan orang awam, di mana masyarakat sekitarnya menganggap ilmu agama bukan prioritas utama. Ketika ada salah seorang yang meninggal dunia, menjadi dilema bagi masyarakat sekitar tentang bagaimana cara mengurus jenazahnya.

Fulan sebagai pemuda yang mempelajari agama meski melalui terjemahan saja, Ia langsung mengajukan diri untuk memimpin prosesi. Saat itulah terlihat bagaimana pentingnya pemahaman dari seorang guru, juga tentang pentingnya ilmu nahwu. Fulan dengan modal terjemahannya, ia memaknai lafadz laban dengan makna luban, dua lafadz tersebut memang tertulis dengan susunan huruf yang sama, akan tetapi memiliki makna dan cara membaca yang berbeda. Lafadz semula bermakna kayu/papan penutup liang lahat (luban), justru ia maknai dengan susu (laban). Jadilah jenazah tersebut tidak ditutup dengan papan kayu melainkan disiram dengan air susu.

Sungguh hal ini sangat amat mengkhawatirkan jika harus dipahami dan diterapkan dalam perilaku, apalagi sampai disebarluaskan kepada masyarakat. Itu kenapa, guru dan sanad keilmuan begitu penting dalam proses pembelajaran. Hikmah yang dapat diambil pelajaran dari carita di atas adalah, bagaimana pun ilmu tidak hanya berperan untuk diri sendiri, akan tetapi juga menjadi petunjuk bagi masyarakat sekitar.

وَلَوْ اَنَّ مَا فِى الْاَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ اَقْلَامٌ وَّالْبَحْرُ يَمُدُّهٗ مِنْۢ بَعْدِهٖ سَبْعَةُ اَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمٰتُ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ۝٢٧

AD PLACEMENT

“Seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta) ditambah tujuh lautan lagi setelah (kering)-nya, niscaya tidak akan pernah habis kalimatullah (ditulis dengannya). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Luqman ayat 27).

Ayat di atas menggambarkan bahwa ilmunya Allah itu luas, seperti halnya lautan. Tidak akan cukup mempelajari satu atau dua bidang saja, apalagi bila hanya terjemahannya. Ilmu nahwu menjadi salah satu pondasi utama. Sebab banyak substansi pengetahuan yang tidak bisa didapatkan secara tekstual.

Imam Syafi’I kembali mengatakan:

العلم يؤتى ولا يأتي

AD PLACEMENT

“Ilmu itu hendaklah didatangi, bukan didatangi.”

Haflah akhirussanah bukanlah akhir dari sebuah kisah, akan tetapi awal untuk memulai perjalanan yang indah. Menuntut ilmu tidak sebatas belajar dan mencari guru, akan tetapi dengannya kita dituntut mengamalkan dan mengajarkan kepada orang lain sehingga kita pun mendapatkan sebuah pengalaman.

Santri yang sudah menuntaskan studi mereka di pondok pesantren bukan berarti sudah berhenti dalam meningkatkan kualitas belajarnya. Karena usai bukan berarti selesai, tetapi start untuk maju dan memulai untuk jenjang selanjutnya. Teruslah tumbuh dan belajar dari setiap pengalaman.

Manfaatkan setiap kesempatan untuk berkembang dan berkontribusi dalam peradaban. Jangan takut menghadapi tantangan, karena di sanalah karakter sejati akan teruji. Ilmu tidak hanya dihafalkan, tapi juga diamalkan. Tidak hanya dipelajari, tapi juga perlu diuji.

“Valid nggak, ya?”

“Sudah baik belum, ya?”

Karena ilmu adalah warisan para nabi, dan barang siapa yang menapaki jalannya, sejatinya ia tengah menapaki jalan cahaya.

Wallahua’lam.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Tagged with:
Esaihaflah
AD PLACEMENT

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Tiga Sumber Ketaatan dan Kemaksiatan

Tiga Sumber Ketaatan dan Kemaksiatan

Hayo Siapa Hayo…

Hayo Siapa Hayo…

Apa sih Muharram Itu?

Apa sih Muharram Itu?

Do’a yang Membingungkan

Do’a yang Membingungkan

Petuah Haru Ning Ochi Iringi Tahun Ajaran Baru

Petuah Haru Ning Ochi Iringi Tahun Ajaran Baru

Rumus Barokah: Kunci dan Langkah

Rumus Barokah: Kunci dan Langkah

AD PLACEMENT