Gus Nabil Ingatkan Pentingnya Mahabbah Kepada Ulama’ dalam Acara Haul ke-13 KH. Imam Yahya
Suasana khidmat menyelimuti Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah pada Malam Jum’at, 22 Agustus 2024. Ribuan santri berkumpul di Masjid untuk mengikuti pembacaan Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailany dalam rangka memperingati Haul ke-13 KH. Imam Yahya Mahrus. Acara yang dimulai pada pukul 18.35 WIB ini diikuti oleh seluruh santri PP. Lirboyo HM Al-Mahrusiyah III Ngampel Kota Kediri, baik putra maupun putri.
Acara diawali dengan pembacaan muqoddimah tawasul yang dipimpin oleh Dr. KH Reza Ahmad Zahid, Lc., MA, dilanjutkan dengan istighotsah dan pembacaan Surat Yasin. Doa bersama yang mengiringi suasana syahdu malam itu dipimpin oleh Agus H. Nabil Aly Utsman.
Tepat pada pukul 19.16 WIB, suasana semakin sakral saat tim manaqib memulai pembacaan Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, yang diikuti oleh seluruh santri, para dzurriyah, serta alumni yang hadir. Do’a manaqib kemudian dipimpin oleh KH. Reza Ahmad Zahid, putra pertama KH Imam Yahya. Usai manaqib dan do’a bersama, gema sholawat menambah semangat, saat Maulid Ad-Diba’i dilantunkan dan do’anya dipimpin oleh Agus H. Nabil Aly Utsman.
Pada kesempatan kali ini, untaian kalam hikmah atas nama Dzuriyyah disampaikan oleh Putra keempat KH. Imam Yahya, yakni Agus H. Nabil Aly Utsman atau yang sering disapa Gus Nabil. Beliau mengingatkan tentang pentingnya “mahabbah” kepada para ulama, sembari mengisahkan sebuah cerita tentang seseorang yang diselamatkan dari neraka berkat memiliki teman yang cinta kepada para ulama.
“Diceritakan, ada seorang hamba yang dimasukkan ke dalam neraka. Ketika Malaikat Jibril AS. menyeretnya, Allah SWT melarang Jibril dan menyuruhnya untuk menanyai ‘apakah rumah orang tersebut dekat dengan para Ulama?’ Kemudian Jibril ‘sowan’ kepada Allah setelah tau jawabannya, “Panjenengan ingkang langkung pirso, Gusti. Rumah orang tersebut jauh dari orang alim.” tutur Malaikat Jibril AS.
Allah pun menyuruh Jibril untuk menanyai dengan pertanyaan lain ‘apakah pernah duduk satu majelis bersama orang-orang alim?’ Namun jawaban orang tersebut juga tidak membawa kabar bahagia, ia tidak pernah duduk satu majelis dengan orang alim.
Singkat cerita, Allah menyuruh Jibril untuk bertanya ‘apakah orang tersebut mencintai Kyai atau orang alim? Satu saja.’ Lagi-lagi orang tersebut menjawab ‘tidak’.
Setelah berulang kali Malaikat Jibril AS ‘ndereaken’ perintah Allah, naik-turun demi menanyai orang tersebut, untuk terakhir kalinya Allah menyuruh Jibril untuk bertanya ‘apakah orang tersebut memiliki teman, yang mana orang tersebut memiliki rasa mahabbah (cinta) terhadap orang alim?’ Jawabnya adalah “Iya, saya punya.” Dengan perasaan lega, akhirnya Jibril bertanya “siapa nama temanmu?”
“Nama teman saya si Fulan.” jawabnya. Kemudian Malaikat Jibril bergegas menemui temannya untuk mengklarifikasi apakah benar si Fulan itu temannya.
Jibril akhirnya sowan lagi kepada Allah untuk menyampaikan kabar bahagia. Allah pun menyambutnya dengan senang dan menyuruh Malaikat Jibril untuk mengeluarkan orang tersebut dari neraka dan memasukkannya ke surga.
“Itulah bukti bahwa mahabbah kepada orang alim bisa menjadi penolong, bisa membawa rahmat.” tutur Gus Nabil dengan penuh hikmah.
Dari kisah tersebut, Agus H. Nabil Aly Utsman menekankan pentingnya ‘mahabbah’ atau cinta kepada para ulama. Mahabbah kepada Ulama’ atau orang-orang alim berarti memberikan rasa cinta, hormat, dan kepercayaan kepada mereka, lantaran mereka memiliki pengetahuan berdasar sumber-sumber agama yang autentik. Cinta ini tidak hanya terbatas pada aspek emosional, tetapi juga diwujudkan dalam tindakan nyata, seperti mengikuti nasihat mereka, menghormati mereka, dan berusaha meneladani akhlak serta perilaku mereka.
Dawuh ini menggarisbawahi sebuah prinsip fundamental dalam tradisi Islam, bahwa kecintaan kepada para Ulama bukan hanya sebuah tindakan emosional, tetapi juga sebuah ikhtiar spiritual yang membawa berkah dan keselamatan. Kisah yang disampaikan Putra ke-4 dari Shohibul Haul ini menggambarkan betapa pentingnya menjaga hubungan batin dengan para pewaris ilmu Nabi. Gus Nabil menegaskan bahwa mahabbah kepada Ulama dapat menjadi wasilah atau perantara yang membuka pintu rahmat Allah, menunjukkan betapa besar pengaruh cinta terhadap orang-orang yang dekat dengan Tuhannya, yakni Allah SWT.
Mengapa memiliki mahabbah (rasa cinta) kepada ulama itu penting?
- Ulama’ adalah Pewaris Ilmu Nabi
Ulama dianggap sebagai pewaris ilmu Anbiya’. Mereka menjaga, mengajarkan, dan menyebarkan ilmu agama kepada umat. Dengan mencintai ulama, seseorang menunjukkan kecintaannya kepada ajaran Islam itu sendiri. Mahabbah ini menguatkan ikatan antara umat dan ajaran Nabi, serta memastikan bahwa ajaran yang benar tetap hidup di tengah-tengah masyarakat. - Mencintai Ulama’ adalah Sumber Hikmah
Ulama memiliki peran penting sebagai penuntun dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka memberikan bimbingan dalam masalah-masalah agama, sosial, dan moral. Cinta dan hormat kepada ulama memastikan bahwa seseorang selalu terbuka terhadap nasihat dan arahan yang diberikan, yang pada gilirannya membantu menjaga ketakwaan dan ketaatan kepada Allah SWT. - Mengikuti Ulama’ Berarti Menjaga Sanad Keilmuan
Mahabbah kepada ulama juga merupakan cara untuk menjaga kesinambungan ilmu agama dari generasi ke generasi. Dengan mencintai dan mengikuti ulama, ilmu yang mereka sampaikan tidak akan hilang atau terputus, tetapi terus dilestarikan dan diajarkan kepada generasi berikutnya. - Mencintai Ulama’ Dapat Mendatangkan Barokah dan Rahmat
Dalam tradisi Islam, diyakini bahwa mencintai orang alim dapat membawa barokah dan rahmat dari Allah. Kisah-kisah dalam kitab-kitab klasik seringkali menunjukkan bagaimana cinta dan penghormatan kepada ulama mendatangkan kebaikan dan keselamatan dalam hidup seseorang. Ulama sering kali dianggap sebagai perantara untuk mendapatkan keberkahan dari Allah, karena kedekatan mereka dengan Tuhan melalui ilmu dan amal mereka. - Ulama’ Dapat Menjaga Keutuhan Umat
Ulama berperan sebagai penjaga dan pemersatu umat. Dengan memiliki mahabbah kepada ulama, umat Islam menjadi lebih bersatu, karena mereka dipandu oleh satu suara yang dihormati dan diikuti oleh banyak orang. Ini membantu menghindari perpecahan dan perselisihan dalam umat, karena semua pihak menghormati dan mematuhi panduan dari ulama yang memiliki otoritas keilmuan.
Secara garis besar, Mahabbah terhadap orang alim adalah fondasi penting dalam kehidupan seorang Muslim. Ini bukan hanya bentuk cinta dan hormat kepada mereka yang berilmu, tetapi juga merupakan cara untuk menjaga diri tetap berada di jalan yang benar dalam menjalani kehidupan yang diridloi Allah. Dengan mencintai dan menghormati ulama, seorang Muslim menunjukkan komitmennya terhadap ajaran Islam dan memastikan bahwa dirinya selalu mendapatkan bimbingan yang benar dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.
Semoga moment penuh dzikir dan do’a ini dapat memberikan keberkahan, ketenangan batin, dan semangat baru untuk meneruskan perjuangan dalam menuntut ilmu dan menjaga ajaran Islam. Semoga peringatan ini menjadi sumber inspirasi dan penguatan iman, memotivasi kita untuk terus berusaha menjadikan KH. Imam Yahya Mahrus sebagai teladan, serta membangun ukhuwah yang kokoh di tengah keluarga besar Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah. Aamiin.
Wallahu a’lam.