Mendekati momentum penerimaan santri baru atau PPDB Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah. Disini penulis ingin mengulas sekilas dawuh Gus Reza perihal tiga kunci kesukesesan seorang tholabul ilmi.
Seperti yang telah beliau dawuhkan dalam acara Halal bi halal Jam’iyah Mataram di PP Ma’ahidul Irfan-Soropaten Magelang pada tanggal 8 April 2025 lalu. Pada momentum spesial ini Gus Reza Ahmad Zahid selaku perwakilan Dzuriyah Al-Mahrusiyah berkesempatan untuk menyampaikan untaian kalam dawuh atau mauidzotul hasanah.
Gus Reza ngendikan, “Kulo nyuwun do’a saking panjenengan sedoyo mugi-mugio santri meniko estu-estu pikantuk ilmu ingkang manfaat, pikantuk ilmu ingkang maslahah, pikantuk ilmu ingkang barokah,” harapan beliau kala memulai mauidzoh.
Selanjutnya beliau dawuh bahwasannya para santri akan segera kembali ke Pondok Pesantren Lirboyo, khususnya Al-Mahrusiyah. Oleh sebab itu beliau mengharapkan do’a dari segenap walisantri agar para santri dapat kembali ke pondok tepat waktu serta semangat menimba ilmu.
Beliau juga menukilkan kisah Mbah Yai Dr. Bustanul Arifin yang merupakan salah santu santri lama Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah yang turut mbabat atau merintis berdirinya Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah dan sampai sekarang masih ngabdi di pondok meskipun usianya telah lebih dari 60 tahun.
Selain Mbah Yai Bustanul, Gus Reza juga berbagi kisah semangat luar biasa dari KH Aliyul Munief yang tak lain merupakan tuan rumah HBH Mataram Ke-5. Gus Reza ngendikan bahwa beliau sering kali berjumpa dengan KH Ali kala menghadiri majlis, dan beliau dawuh, “Niki penting kados beliau secara natural niku sampun memberikan satu semagat kagem kito sedoyo,” tutur pengasuh Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah
Berangkat dari itu, Gus Reza ngendikan, “Wong niku nek mboten gadah semangat niku nggeh mboten saget gerak nopo-nopo,” maksud beliau, sudah seharusnya setiap manusia itu memiliki semangat. Karena, tanpa adanya semangat manusia tidak akan memiliki apa-apa.
Pesan beliau, “Sing paling penting piantun ingkang tasih gesang, tasih urip niku kudu ndue semangat,” (Yang paling penting untuk seseorang yang masih hidup itu karus memiliki semangat) pesan beliau kepada peserta HBH. Kemudian beliau menukilkan dawuh Imam Al-Ghozali yang bebunyi, “Wamin asbabi huduril qolbi alhimmah fainna qolbaka tabiun lihimmatika,”
“Termasuk salah satu sebab hatinya kit aini bisa hadir, termasuk salah satu sebab hatinya kita ini bisa bergerak itu karena kita punya himmah, karena kita punya semangat. Maka sesungguhnya hatimu itu selalu mengikut semangatmu.”
Jadi, beliau menyimpulkan bahwa hal yang paling penting itu adalah semangat, seperti halnya semangatnya KH Aliyul Munief yang menjadikan hati beliau selalu bergerak dan selalu bergerak maju.
Gus Reza ngendikan, “Islam itu mengedepankan semangat yang tinggi, kulo matur dateng para santri awakmu kudu ndue semangat sing tinggi, kudu ndue cita-cita yang tinggi,” pesan beliau kepada para santri.
Beliau juga menambahkan bahwa kanjeng nabi itu tidak suka jika ada seorang muslim tidak memiliki semangat dan sangat menyukai seorang muslim yang memiliki semangat, cita-cita, serta harapan yang tinggi.
Maka dari itu, ketika ada seorang muslim yang pemalas dan tidak memiliki semangat itu tidak akan ada di mata Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda, “Innallaha yuhibbu maalial umur.” Dan riwayat lain meredaksikan, “Innallaha yuhibbu maalial umur asrofah.”
Maksudnya, Allah itu sangat menyukai cita-cita yang tinggi, harapan yang tinggi, dan seseorang yang memiliki cita-cita yang luhur serta harapan yang tinggi. Sebaliknya, Allah itu tidak menyukai seseorang yang, “Innallaha yaqrohu safa-safaha.” redaksi lain menyatakan, “Innallaha yaqrohu safa-sifaha.”
Yang maknanya, Allah itu tidak menyukai ketika ada seseorang yang tidak memiliki cita-cita, harapan, semangat, serta seseorang yang memiliki semangat rendahan. Gus Reza menyimpulkan, “Islam itu agama yang mengedepankan cita-cita yang luhur, harapan yang mulia, Islam mengharapkan para pemeluknya, para muslimin, para muslimat niku memiliki harapan yang luhur, cita-cita yang luhur.
Maka dari itu beliau seringkali matur kepada para santri untuk belajar yang mempeng dan jika perlu memiliki harapan yang tinggi dan cita-cita yang tinggi, biarpun dilahirkan di bumi tidak akan menjadi masalah jikalau cita-cita setinggi langit.
Beliau menambahkan, “Kerono memang niku yang jadi prinsip di dalam agama Islam dalam berkehidupan,” dalam artian Islam mengharapkan pemeluknya memiliki cita-cita yang luhur harapan yang tinggi.
Dan beliau berpesan, “Didongakne nggih poro rawuh mugi-mugi poro santri meniko estu-estu belajare tenanan, harapane luhur, cita-citane tinggi, terus saget menggapai semua cita-citanya, Aamiin ya robbal ‘alamin,” do’a dan harap beliau kepada seluruh santri.
Kemudian beliau melanjutkan bahwasannya anak ketika mondok dapat berhasil itu karena barokah dari tiga komponen, yang pertama karena semangatnya orang tua, yang kedua karena semangatnya guru, yang ketiga karena semangatnya sang anak.
Jika ketiga-tiganya semangat insyaallah anak akan menjadi seseorang yang berhasil, Gus Reza dawuh, “Tapi nek salah sijine loyo apa kata dunia, pondoke wes semangat alias gurune, bocahe ngelmpeng walaupun toh wong tuane wes semangat yo akhire klemar-klemer.” (tapi kalau salah satunya lemah apa kata dunia, pondoknya sudah semangat alias gurunya, anaknya kurang semangat walaupun orang tuanya sudah semangat ya pada akhirnya ga semangat)
Jadi, jika salah satu dari tiga komponen tersebut tidak semangat maka tidak akan membuahkan hasil. Seperti redaksi dalam kitab Ta’alim Muta’alim yang berbunyi, “Yatirul mar’u bihimmatihi kama yatiru thoiru bijana’aihi.”
, “Manusia itu bisa naik terbang karena barokah semangatnya,” seperti halnya burung yang terbang dengan sayapnya, semakin kencang kepakan sayapnya maka akan semakin tinggi terbangnya. Tapi karena manusia tidak memiliki sayap maka cara terbangnya adalah dengan semangatnya.
Gus Reza menambahkan, “Lare-lare santri niku dipun doktrin ayo semangat ayo semangat, kenapa? Karena kamu bisa menggapai cita-citamu dengan semangat yang tinggi, selama engkau punya semangat yang tinggi kau akan bisa terbang tinggi,” tutur putra pertama KH Imam Yahya Mahrus kepada jama’ah HBH.
Dengan semangat itulah yang menjadi prinsip dalam belajar bahkan prinsip dalam agama Islam, Gus Reza ngendikan bahwasannya orang yang tidak memiliki harapan, cita-cita, dan semangat akhirnya akan berdiam pada posisi zona nyaman sesuai posisi yang ada.
Jika dinukilkan dari Bahasa Madura itu namanya, “Pagun tak beubuh,” yang tidak akan pernah berkembang. Maka dari itu telah dijelaskan, “Idza ‘alal mar’u romal ula yaqnau biduni makana duna.”
, “Orang itu jika tidak memiliki harapan yang tinggi maka dia akan hidup yowes ngunu kui, opo seng di ndueni yowes.” Maksudnya hanya ini yang di miliki tapi tidak ada suatu keinginan untuk berkembang, padahal Islam selalu mengajarkan kita untuk berkembang.
Kemudian Gus Reza memceritakan sebuah kisah bahwa kanjeng nabi itu pernah bertanya kepada salah satu sahabat yang bernama Rabiah ibn Ka’ab al-Islami, yang di abadikan dalam Kitab Riyadus Sholihin.
Kisahnya, Rabiah ibn Ka’ab merupakan salah satu khodim kenjeng nabi yang selalu membantu kanjeng nabi dan selalu ada disamping Rasulullah. Oleh sebab karena sering berada di samping Rasulullah Rabiah ibn Ka’ab ditanya oleh Rasulullah, “Ya Rabiah ibn Ka’ab apakah kamu memiliki permintaan, cita-cita, dan harapan? Rabiah menjawab, “Saya memiliki cita-cita Ya Rasulullah,” Rasulullah pun bertanya, “Apa cita-citamu?” Rabiah menjawab, “Cita-cita saya ingin selalu bersama denganmu Ya Rasulullah sampai besok di akhirat,” dan nabi pun bersabda, “Jika itu yang kamu kehendaki wahai Rabiah ibn Ka’ab maka Fa’ainni bikasroti sujud, jika itu cita-citamu maka bantu saya untuk merealisasikan cita-citamu dengan memperbanyak sujud kepada Allah SWT,”
Gus Reza menambahkan, “Hadits ini menjelaskan kepada kita semua bahwa seorang muslim itu tidak masalah jika memiliki cita-cita, tidak masalah jika memiliki harapan dan mengajarkan kepada kita jika kita memiliki harapan dan cita-cita maka kita harus semangat untuk merealisasikan cita-cita kita. Jangan hanya memiliki harapan tapi tidak ingin bergerak,” jelas Gus Reza kepada jamaah.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa agama Islam menginginkan kita untuk selalu berkembang dengan baik dan selalu berkembang dengan baik. Bahkan kanjeng nabi dawuh, “Man kana yaumuhu khoiron min amsihi fahua robihun,”
, “Barang siapa yang hari ini, hari dimana dia berada saat ini itu lebih baik dari hari dia berada kemarin maka dia adalah orang yang beruntung.”
Kemudian, “Waman kana yaumuhu syarron min amsihi fahua mal’unu,”
“Barangsiapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka dia termasuk orang yang dilaknat,” maka jangan sampai hari ini kita menjadi lebih buruk dari hari kemarin.
Terakhir, “Man kana yaumuhu mitsla amsihi fahua maghbunun,”
“Kalau ada orang yang hari ini sama dengan hari kemarin maka dia termasuk orang yang rugi,”
Maka dari itu Gus Reza mengajak, “Ayo kita kudu dadi wong seng bati (untung) dengan cara sambendino kudu lueh apik daripada dino-dino sakdurunge. Maka dari itu kulo matur rencang-rencang santri ayok awakmu diluk engkas balik pondok kudu lueh apik dari pada tahun-tahun sebelumnya, kudu lueh sregep daripada tahun-tahun sebelumnya, kudu lueh berhasil daripada tahun-tahun sebelumnya,” pesan beliau kepada para santri sekaligus sebagai penutup mauidzotul hasanah pada acara HBH Mataram.
Waallahu a’alm.