Puasa Ayyamul Baidh secara bahasa bermakna hari-hari cerah. Namun, yang di kehendaki sebenarnya adalah hari pada saatnya malamnya cerah dengan pancaran sinar rembulan. Malam seperti ini terjadi di pertengahan bulan hitungan kalender Hijriah, yaitu pada tanggal 13, 14, dan 15 Hijiriah. Seperti keterangan (Zainuddin bin Abdil Aziz al-Malibari, Fathul Mu’în pada I’ânatut Thâlibîn, [Beirut, Dârul Fikr], juz II, h. 269).
Adapun hikmah puasa Ayyâmul Baîdh yaitu ketika malam-malam tersebut sangat terang, maka sangat pantas di siang harinya digunakan untuk beribadah. Oleh karena itu disunnahkan puasa Ayyâmul Baîdh. Ada pula ulama yang mengatakan, hikmahnya adalah bahwa pada umumnya gerhana terjadi pada hari-hari tersebut, sementara Allah telah memerintahkan manusia untuk beribadah secara khusus saat terjadi gerhana, maka dari itu disunnahkan puasa Ayyâmul Bîdl. (Nuruddin bin Abdil Hadi as-Sindi, Hâsyiyyatus Sindi ‘alân Nasâ’i, [Aleppo, Maktabatul Mathbû’atil Islâmiyyah, 1406 H/1986 M], tahqiq: Abdul Fatah Abu Ghaddah, juz IV, h. 221).
Hukum Puasa Ayyamul Baidh
Hukum puasa Ayyamul Baidl adalah sunnah muakkad berdasarkan hadits-hadits Nabi saw, yang di antaranya adalah sebagai berikut:
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيْضِ في حَضَرٍ وَلاَ سَفَرٍ. (رواه النسائي بإسنادٍ حسن)
Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: ‘Rasulullah saw sering tidak makan (berpuasa) pada hari-hari yang malamnya cerah baik di rumah maupun dalam bepergian’.” (HR an-Nasa’i dengan sanad hasan).
وَعَنْ قَتَادَةَ بْنِ مِلْحَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا بِصِيَامِ أَيَّامِ الْبِيْضِ: ثَلاثَ عَشْرَةَ ، وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ، وَخَمْسَ عَشْرَةَ. (رواه أَبُو داود)
Artinya, “Diriwayatkan dari Qatadah bin Milhan ra, ia berkata: ‘Rasulullah saw telah memerintah kami untuk berpuasa pada hari-hari yang malamnya cerah, yaitu tanggal 13, 14, dan 15’.” (HR Abu Dawud). (An-Nawawi, Riyâdhus Shâlihîn, juz II, h. 81).
Khusus Dzulhijjah yang mana tanggal 13 termasuk Hari Tasyrik yang haram digunakan berpuasa, maka menurut pendapat yang lebih kuat dalam mazhab Syafi’i dapat diganti dengan tanggal 16. Karenanya, khusus saat Dzulhijjah puasa Ayyâmul Bîdl dilakukan pada tanggal 14, 15 dan 16. (Al-Malibari, Fathul Mu’în, juz II, h. 269).
Tata Cara Puasa Ayyamul Baidh
Puasa Ayyamul Baidl dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, niat di hati. Niat puasa Ayyamul Baidh, demikian juga puasa sunnah lainnya seperti puasa Senin-Kamis, puasa Arafah, dan semisalnya, dapat dilakukan dengan niat puasa mutlak, seperti: “Saya niat puasa.” Namun yang lebih baik adalah niat secara khusus sebagaimana berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ أَيَّامِ الْبِيْضِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ayyâmil baîdh lilâhi ta’âlâ. Artinya, “Saya niat puasa Ayyamul Bidl (hari-hari yang malamnya cerah), karena Allah ta’âlâ.”
sekian…