Indonesia adalah negara yang terkenal cinta damai dan demokratis. Negara yang terlahir dari perjuangan berat para pahlawan serta perjuangan kaum muda. Negara yang dikatan sebagai Macan Asia.
Tapi apakah benar semua itu? Mungkin ada kalanya benar dan tidak. Benar, jika kita lahir dari para pejuang. Benar, jika kita cinta damai. Benar, jika kita Macan Asia. Tapi apakah benar kita demokratis? Mari kita lihat dari asal kalimatnya. Demokratis adalah kalimat yang diambil dari bahasa Yunani (Demos) dan (Kratos) yang memiliki arti dari rakyat ke rakyat. Namun, jika menurut istilah adalah pemerintahan yang seluruh rakyatnya ikut serta memerintah dengan perantara wakilnya.
Tapi apakah benar kita seperti itu? Dengan kenyataan bahwa pemerintah di negara kita banyak yang sewenang-wenang membuat kebijakan, sedangkan rakyat tertindas dan tidak diterima aspirasinya.
Seperti yang terjadi baru-baru ini di mana keadaan Bangsa Indonesia sedang dalam kondisi yang sangat meresahkan. Dimulai dari pengurangan anggaran dana pemerintah dan kesehatan serta beberapa kebijakan yang membuat rakyat geleng kepala. Belum lagi adanya kondisi yang membuat rakyat Indonesia susah mencari kerja dan memaksa mereka untuk merantau ke luar negeri.
Dari kejadian di atas, memaksa para kaum muda dan intelek untuk turun di jalan menyuarakan aspirasi rakyat dan mengubah pandangan pemerintah untuk lebih mementingkan rakyat daripada jabatannya. Karena pada dasarnya system pemerintahan kita lebih menjurus kepada kesejahteraan rakyat. Yang di mana dalam hal ini bikin kebijakan yang seolah-olah tidak melibatkan pertimbangan ahli dan masyarakat. Di hasil kebijakannya justru menyulitkan rakyat. Belum lagi penerimaan luar negeri, mereka juga terancam terlantar karena tidak ada anggaran.
Pemangkasan anggaran pendidikan tidak berubah menurunkan kualitas dan akses pendidikan tinggi untuk anak-anak Indonesia khususnya bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah “Karena itu pendidikan layak merupakan hak untuk seluruh anak bangsa.”
Pendidikan juga adalah hak setiap warga negara, tidak ada pemotongan alokasi anggaran pendidikan tinggi untuk beasiswa dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) “Dalam melaksanakan efisiensi tidak ada pemotongan anggaran pendidikan tinggi untuk beasiswa dan KIP Kuliah sehingga kuliah tidak naik.”
Menurutnya, kalau pemerintah betul-betul mau menghemat anggaran, pemangkasan itu harus dimulai dari pembentukkan kabinet yang efektif dan ramping. Bukan malah menambah pejabat atau melantik staf khusus baru.