Kota kudus merupakan kota yang terkenal dengan pengahasil rokok (kretek) terbesar di Jawa Tengah. Ya, selain menjadi kota dengan kemajuan industri rokoknya, kota Kudus juga terkenal dengan perkembangan Islam di abad pertengahan, hal ini terbuktikan dengan tiga makam sunan/waliyulloh yaitu, (sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kedu). Maka selain ciri khas tadi, Kota Kudus juga terkenal dengan kota Santri.
Nah, ternyata selain tiga sunan tadi, ternyata ada tokoh Islam lain yang terkenal. Salah satunya dengan KH. M Arwani Amin, sosok ulama Ahlul Qur’an yang tekun beribadah. Beliau juga menjadi founder Pondok Pesantren Yanbuul Qur’an Kudus. Selanjutnya ada juga KH Turaichan Adjhuri Asy Syarofi sosok Ahli ilmu falaq. Nah yang untuk kali ini adalah Kiai Raden Asnawi.
Kiai Asnawi dikenal sebagai penggerak Nahdlatul Ulama (NU). Seperti yang pernah ditulis di NU Online, nama asli Kiai Asnawi adalah Raden Syamsi. Nama Asnawi diperoleh setelah menunaikan ibadah haji. Asnawi, atau Raden Syamsi, lahir di Damaran, Kudus, pada 1281 H/1861 M. Dia merupakan putra dari pasangan H. Abdullah Husnin dan R Sarbinah. Keduanya adalah pedagang konveksi yang cukup besar di Kudus. Jika dirunut silsilahnya, Kiai Asnawi masih keturunan ke-14 Sunan Kudus dan keturunan ke-5 Kiai Ahmad Mutamakkin, Kajen, Pati.
Sebagai sosok ahli ilmu, sejak kecil sudah terlihat kegemaran Kiai Asnawi dalam belajar dan melakukan rihlah ilmiyyah (perjalanan keilmuan). Orang tuanya merupakan guru pertama, dalam mengaji tajwid dan penguasaan bacaan Al-Qur’an. Kemudian, Asnawi kecil melakukan perjalanan ke Tulungagung, ikut orang tuanya berbisnis.
Di kota ini, ia mengaji di sebuah pesantren. Kemudian, Asnawi kecil pindah ke Jepara, mengaji kepada KH. Irsyad Naib, di Mayong. Dari jalur keilmuan, jelas bahwa Kiai Asnawi mempunyai sanad yang tersambung dengan ulama-ulama Nusantara, di antaranya KH Sholeh Darat (Semarang), Kiai Mahfudz at-Termasi (Termas, Pacitan), KH. Nawawi al-Bantani, dan Sayyid Umar Shatha. Kiai Asnawi juga mengaji sekaligus menunaikan ibadah haji di Makkah. Kiai Asnawi bermukim di Makkah selama kisaran 20 tahun.
Selama mengaji di Makkah, tinggal di rumah Syekh Hamid Manan yang berasal dari Kudus. Ketika belajar di Makkah, ayah Kiai Asnawi wafat. Meski demikian, kecintaan pada ilmu tidak menyurutkan niatnya untuk terus mengasah pengetahuan.
Ketika mengaji di Makkah, Kiai Asnawi menikah dengan Nyai Hj. Hamdanah, janda Syekh Nawawi al-Bantani. Pernikahan ini dikaruniai 9 putra, di antaranya H. Zuhri, Hj. Azizah (istri KH. Saleh, Tayu), dan Alawiyah (istri R. Maskub Kudus). Kiai Asnawi merupakan sosok aktifis sekaligus pendidik. Sudah mulai mengajar santri ketika masih berada di Makkah. Ketika pulang ke tanah air pada 1916, Kiai Asnawi mendirikan madrasah di kawasan Menara Kudus, dengan nama Madrasah Qudsiyyah.
Kiai Asnawi juga menjadi sosok kiai yang turut mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Pertemanan dan persahabatan dengan beberapa kiai Jawa, di antaranya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, dan beberapa kiai lain, menjadi ikatan kuat dengan perjuangan Nahdlatul Ulama, yang didirikan pada 1926. Kiai Asnawi wafat pada usia 98 tahun, tepatnya pada 25 Jumadil Akhir