Indonesia negara rokok. Bukan tanpa alasan, berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, yang dilakukan Kemenkes, jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun.
Tidak hanya itu, rokok juga menjadi komoditas penting dalam pendapatan negara lewat cukai. Dalam kurun waktu 17 tahun terakhir, cukai menyumbang sekitar 7,8% dari pendapatan negara secara keseluruhan. Kontribusi cukai ini jauh lebih besar dibandingkan setoran laba BUMN yang hanya 2,7%. Penerimaan cukai pada 2022 saja tercatat mencapai Rp 226,88 triliun atau naik 109% dibandingkan 10 tahun sebelumnya.
Luar biasa bukan?
Dalam kitab Tuhfah al-Ikhwan, yakni pada bagian yang menjelaskan tentang kesehatan badan, dijelaskan bahwa tembakau (at-Tabghu) pada mulanya adalah adalah tanaman lokal di suatu daerah yang bernama Tobago—suatu negeri di wilayah Meksiko, Amerika Utara. Pada masa pendudukan Amerika, berbondong-bondonglah orang-orang dari Eropa untuk singgah dan menetap di ’dunia baru’ tersebut. Mereka bergaul dengan penduduk (asli) Amerika sehingga tahulah mereka tradisi dan adat istiadat penduduk asli, termasuk dalam hal merokok. Ketertarikan mereka terhadap tradisi merokok membuat mereka membawa bibit tanaman tembakau ini ke negeri-negeri Eropa, khususnya ketika ada di antara mereka yang pulang ke kampung halaman.
Pemindahan bibit ini terjadi pada 1517 M atau 935 H. Hanya saja, tanaman tembakau ini tidak tersebar luas di seluruh daratan Eropa. Pada 1560 M atau 977 H, Yohana Pailot dari Vunisia mengunjungi Raja Alburqanal di Panama, Amerika Tengah. Tentu saja, kunjungan itu bukan sekedar kunjungan. Kemungkinan besar dia membawa tanaman bibit tembakau untuk Vunisia sehingg beberapa saat kemudian tembakau tersebar di negeri itu.
Dari Vunisia, tanaman tembakau dibawa dan disebarkan ke negeri-negeri Eropa yang lain oleh seorang rahib Vunisia yang bernama Vuses Lorenz. Sejak saat itu, tanaman tembakau menjadi masyhur di seluruh Eropa.
Begitu juga sampai masuknya ke wilayah Indonesia. Mengambail dari asalnya di Tobago, orang Indonesia menamai tanaman itu dengan tembakau.
Tapi disclaimer, tulisan ini tidak berniat untuk larut debat berkeruh opini untuk sengaja membahas tentang hukum rokok. Haram, makruh, hingga mubah, punya landasan dalilnya masing-masing. Terserah saja, ada ulama yang tidak merokok, pun ada ulama yang merokok.
Meskipun begitu, Prof. M. Quraish Shihab dalam bukunya, Dia Di Mana-Mana; Tangan Tuhan Di Balik Segala Fenomena, menganjurkan untuk menjauhi tanaman yang disebutnya sebagai ‘Pohon Terlarang’. Dengan itu, beliau menyertakan 3 alasan, kenapa kita sebaiknya untuk menjauhi rokok.
Pertama, sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud dari Ummu Salamah bahwa:
نهى رسول الله (ص) عن كل مسكرومفتر. رواه أحمد وأبو داود عن أم سلمة
“Rasul Saw. melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemaskan (menurunkan semangat).” (HR. Ahmad dan Abu Daud melalui Ummu Salamah Ra).
Seperti diketahui, seorang perokok, akan kecanduan dengan rokok, yang terlihat dengan jelas saat ia tidak memilikinya. Rokok memiliki zat yang bernama nikotin. Saat seseorang merokok, nikotin tersebut diserap ke dalam darah dan mencapai otak dalam hitungan detik. Nikotin kemudian memicu pelepasan dopamin di otak, yang bertanggung jawab untuk rasa senang dan kepuasan. Karena efek nikotin yang menyenangkan, otak akan terbiasa dengan rasa senang yang diberikan oleh rokok. Ketika kadar nikotin dalam darah turun, seseorang akan mengalami gejala-gejala ketergantungan, seperti kegelisahan dan keinginan untuk merokok lagi.
Kedua, merokok dinilai oleh banyak ulama sebagai salah satu bentuk pemborosan. Hal ini bukan hanya oleh orang perorang yang membeli sebatang dua batang, tetapi justru oleh pabrik-pabrik rokok, yang mengeluarkan biaya tidak kecil untuk mempropagandakan sesuatu yang tidak bermanfaat kalau enggan berkata membahayakan. Juga pada biaya pengobatan bagi mereka yang menderita sekian banyak penyakit akibat rokok. Agama melarang segala pemborosan, jangankan dalam hal buruk, atau tidak bermanfaat, dalam hhal yang baik pun dilarangnya, “Tiada pemborosan dalam kebaikan dan tiada kebaikan dalam pemborosan.” Demikian sabda Nabi Muhammad Saw.
Ketiga, dampaknya terhadap kesehatan. Mayoritas dokter bahkan negara telah mengakui dampak buruk ini, sehingga seandainya tidak ada teks keagamaan (ayat atau hadits Rasul Saw.) yang pasti menyangkut larangan merokok, maka dari segi Maqashid asy-Syari’ah sudah cukup sebagai argumentasi larangannya.
Baik, kita bahas sedikit bahaya rokok bagi kesehatan. Bahaya merokok ditimbulkan dari kandungan yang terdapat di dalam sebatang rokok. Diperkirakan ada lebih dari 7.000 bahan kimia di dalam rokok dan sekitar 70 di antaranya bisa menyebabkan kanker.
Rokok mengandung nikotin (zat insektisida), karbon monoksida (zat asap knalpot), tar (zat aspal), benzena (zat bensin), seton (zat cat), amonia (zat pembersih lantai), butane (zat lighter fuel), kadimun (zat aki mobil), metanol (zat bensin roket), hidrogen sianida (gas beracun)
Mengutip dari laman Alodokter.com, setidaknya ada 9 jenis penyakit yang disebabkan oleh rokok. Seperti serangan jantung, aneurisma otak, kanker nasofaring, kanker paru-paru, asam lambung, osteoporosis, penuaan dini, masalah kesuburan, gangguan psikologis.
Itu kenapa, di setiap bungkus rokok ada peringatan, bahwa ‘Merokok Membunuhmu’ besertaan gambar-gambar menyeramkan.
Sebagaimana kandungan zat dan penyakitnya, jenis dan merek rokok juga tidak kalah banyak dan variatif: aneh-aneh.
Seaneh-aneh orang yang beli.
Dengan ini, lantas apa?