Cerita Menarik KH. Imam Yahya Mahrus Lirboyo Semasa Hidupnya
0
0
Oleh: Iwan Nur
“KH. Imam adalah sosok yang grapyak, amanah dan sangat dekat dengan anaknya. Siapa anaknya itu? Kita inilah anaknya, kami sekeluarga dan para santri Lirboyo Al-Mahrusiyah.”
Tutur Ning Hj. Ita Rosyidah atau masyhur dengan sapaan Ning Ochi di depan santri putri pada acara HAUL Ke-10 KH. Imam Yahya Mahrus, Senin (27/09/2021).
“Sebab itu, salah satu impian terbesar Yai Imam adalah bisa mengumpulkan seluruh anaknya, yakni keluarga serta ribuan santrinya yang tersebar di seluruh Indonesia,” tambah putri Yai Imam ini.
Bahkan tidak itu saja, Agus H. Nabil Ali Ustman juga menjelaskan bahwa kepada seluruh kalangan pun Mbah Imam dekati, dari kalangan tertinggi hingga terendah beliau akrabi.
Terbukti dengan hubungannya bersama Iwan Fals, Syekh Puji, bahkan beliau juga sangat dekat dengan Pendeta Dr. Timotius Kabul, MA. Kediri. Semasa Mbah Imam hidup, beliau pernah dipijat ketika sedang sakit. Cerita ini pun sampai dimuat di Jawa Pos dan Radar Kediri, dengan judul “Saya itu Kiai tapi dipijat oleh Pendeta.”
Selain itu pada kalangan bawah beliau amat akrab pada penjual kaki lima, tukang becak, pedagang pasar, bahkan tukang bangunan dan masyarakat kurang mampu lainnya.
“Beliau itu sampai sering membuat sendiri jajan-jajanan, kemudian dibungkus sendiri, lalu langsung dikasihkan ke bapak-bapak tukang bangunan. Bahkan ketika kami menunaikan ibadah haji bersama, kebetulan hotel kami dekat dengan bangunan yang sedang dibangun, Abah langsung memberikan jajanan pada bapak tukang tersebut,” jelas Ning Ochi.
KH. Imam Yahya sampai pernah berkata “Mereka itu kasihan, sudah capai-capai membangun namun tidak bisa menikmati sedikit pun hasil bangunannya.”
Beliau memang figur yang sangat peduli dan perhatian dengan sesama. Dahulu ketika Mbah Imam Masih hidup, beliau sering kerja bakti membersihkan pondok bersama para santri. kemudian dalam ikhtiar kesehatan, beliau juga aplikasikan bersama santri. jadi semasa hidupnya dalam menjalankan aktivitas apapun beliau selalu berusaha ada nilai silaturahmi atau kemanusiaannya.
“Saya pernah diajak Abah keluar membeli sate di perempatan sana. Saya diperintahnya untuk segera memesan, sedangkan Abah pergi tak tau kemana. Setelah pesanan sudah jadi, ternyata Abah sedang mencabuti rumput yang menjalar tidak rapi diseberang jalan. Segera saya dekati, dan disuruhnya saya untuk membantunya. Selepas rumput sudah dicabut nan tempat yang tertata rapi, rumput ini beliau kasihkan pada kambing-kambing miliknya,” cerita putri bungsu Yai Imam.
Ini membuktikan betapa peduli serta perhatiannya Mbah Imam pada sesama. Bukan saja terhadap manusia, melainkan kepada lingkungan serta makhluk lain juga beliau amat peduli. Membersihkan lingkungan dan memperhatikan makhluk lain seperti memberi makanan pada hewan itu sudah menjadi hal yang biasa bagi Mbah Imam. Lantas kedudukannya yang sudah tinggi pun tak membuatnya malu mencabuti rumput, membersihkan lingkungan serta dekat dengan orang yang notabene nya orang tak punya.
Selain itu, beliau juga peduli terhadap Pendidikan di Indonesia. Ini beliau aplikasikan dengan mendirikan Lembaga Pendidikan Formal, seperti Madrasah Aliyah (MA) HM Tribakti dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) HM Tribakti yang sekarang keduanya berganti nama menjadi Al-Mahrusiyah. Hingga 30 Desember 2010 beliau berhasil mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Al-Mahrusiyah, ini beliau lakukan demi mewujudkan angan-angan KH. Mahrus Ali, sang ayahanda yang ingin mendirikan Sekolah Teknik Menengah (STM).
Tak jarang banyak yang merasa senang bergaul bersama beliau. Tidak sampai bergaul, cukup mendengarkan kisah-kisahnya saja sudah membuat bibir senyum sumringah kagum ingin bertemu langsung pada beliau. Persis seperti apa yang dirasakan oleh santrinya di era Sekarang ini.
