Melanjutkan redaksi tentang cara berpakaian Rasulullah SAW, pada bait berikutnya menjelaskan, “Pakaian yang mulia menurut pandangan Allah SWT adalah pakaian yang bersih dan pakaian yang tidak ribet,” jelas Ning Ochi melanjutkan.
Kemudian menurut hadits dari Jabir, “Suatu hari nabi melihat laki-laki memakai baju tapi bajunya kotor sekali, dan Rasulullah bersabda, Tidak adakah suatu baju yang bisa diberikan?” Ning Ochi menambahkan keterangan, yang dimaksud dalam hadits ini yakni sudah seharusnya kita mengenakan pakaian yang bersih sebagai salah satu kriteria pakaian mulia dalam pandangan Allah SWT.
Bait selanjutnya menjelaskan, “Rasulullah memakai pakaian yang mboten neko-neko, yakni pakaian yang nyaman dan ringan. Jika memakai imamah beliau tidak memakai yang sangat tebal ataupun yang sangat tipis,” terang Ning Hj Ita Rosyidah Miskiyah.
Kriteria baju yang paling disenangi Rasulullah dalam Kitab Syamail adalah baju gamis atau terusan. Dari Sayyidah Aisyah, “Beliau tidak menyisakan baju lebih dari dua dan beliau juga hanya memakan sebagian makanannya agar sebagaiannya dapat dimakan di waktu makan berikutnya,” hadist ini menunjukan bahwa beliau merupakan pribadi yang begitu tawadhu’ dan qonaah.
Gamis yang dikenakan Rasulullah itu memiliki lengan sepanjang pergelangan dan sebagain redaksi yang lain ada yang menyatakan panjang lengannya sampai pertengahan jari.
Sunnah dari kanjeng nabi jika memakai baju mendahulukan sebelah kanan dan jika melepas baju mendahulukan sebelah kiri. Gamis yang beliau kenakan juga panjangnya di atas mata kaki.
Rasulullah paling senang memakai pakaian dari Yaman serta bermotif seperti garis-garis. Rasulullah juga memiliki syal berwarna hijau motif dan baju yang berwarna hijau pula.
Dari Abi Juhaifah r.a, “Kanjeng nabi memiliki stelan baju seperti sarung dan selendang berwarna merah motif dan ketika memakai baju warna merah tersebut beliau terlihat bagai kilauan perak murni.”
Ning Ochi menambahkan keterangan bahwa beliau kurang suka warna merah polos karena menyerupai api neraka. Redaksi selanjutnya menjelaskan behwa Rasulullah juga mengenakan putri-putrinya baju berwarna merah yang berbahan sutra.
Dalam Kitab Syamail juga dijelaskan bahwa Rasulullah memiliki baju yang harganya 10 dirham, jika dirupiahkan kurang lebih nominalnya sebesar empat puluh empat ribu rupiah.
Kadang kala Rasulullah juga mengenakan pakaian perpaduan dari dua warna. Dan ketika musim dingin beliau mengenakan mirtun atau baju yang seperti jaket untuk menghangatkan.
Ketika mengenakan jubah kadang kala beliau memakai jubah yang lengannya sempit dan biasanya beliau mengenakannya ketika sedang safar atau bepergian. Ning Ochi menambahkan, “Agar tidak ribet,” jelas beliau.
Dari Asma binti Abu Bakar r.a, “Kanjeng nabi memiliki jubah yang disimpan oleh Sayyidah Aisyah, ketika menjelang wafat beliau mengenakannya. Kemudian setelah beliau wafat jubah tersebut di cuci dan air bekas cuciannya digunakan sebagai obat.”
Rasulullah adalah peribadi yang qonaah, dalam Kitab Syamail dijelaskan beliau memakai baju seadanya. Dari Abi Musa Al-Asyari, “Sayyidah Aisyah mengeluarkan baju Rasulullah yang penuh tambalan dan sarung yang kaku,” dua pakaian ini adalah pakaian yang beliau kenakan ketika akan wafat.
Bait selanjutnya menjelaskan mengapa Rasulullah memakai baju tembelan dan sarung kaku? beliau beliau bersabda, “Karena saya seorang hamba,”
Beliau juga memiliki selendang hitam, suatu hari ketika Ummu Salamah menanyakan dimana selendang hitamnya, Rasulullah menjawab selendangnya telah disedekahkan.
Terkadang beliau juga memakai cadar, yang dimaksud dengan cadar di sini adalah sorban yang panjang kemudian di tutupkan pada wajah beliau, “Hal ini kerena di Arab Saudi itu sangat panas sekali ketika musim panas dan juga berdebu, maka dari itu Rasulullah menutupi wajah beliau dengan sorban” jelas Ning Ochi menambahkan.
Rasulullah senang memakai baju yang terbuat dari katun. Dan beliau juga memakai selimut yang terbuat dari bulu domba, “Namun karena berbau beliau tidak mengenakannya lagi,” tambah Ning Ochi.
Rasulullah juga mengenakan celana dalam atau yang biasa kita kenal dengan sebutan legging serta beliau memakai sendal dengan model slop.
Jika sholat terkadang beliau menyampirkan pakaian di pundak dan tidak selalu mengenakan imamah sebagai rahmat kepada umat kanjeng nabi. Ning Ochi ngendikan, “Hal ini karena jika beliau selalu mengenakaan imamah ketika sholat maka akan menjadi perkara yang wajib,” tambah beliau menjelaskan.
Kadang pula beliau sholat dengan mengenakan sarung dan cara Rasulullah memakai sarung yakni di atas mata kaki atau setengah betis.
Dari Ubaid bin Kholid, “Saya sedang berjalan di Madinah, kemudian ada yang menegur saya, ‘tinggikan sarungmu’ dan ternyata yang menegur adalah Rasulullah SAW. Ning Ochi menjelaskan bahwa sarung Rasulullah itu agak terangkat sedikit di tengah-tengah betisnya.
Wallahu a’lam.