Dalam bait pertama Kitab Syamai fasal adab makan Rasulullah diriwayatkan dari Al-Nu’man bin Basyir r.a, “Bukankah kamu semua boleh makan dan minum sesuka hati kamu? Sesungguhnya aku pernah melihat Rasululllah SAW tidak memiliki apapun untuk mengisi perutnya, walaupun hanya sebiji kurma kering”
Kemudian dituliskan dalam dalam bait berikutnya bahwa daharnya kanjeng nabi itu hanya dengan kurma dan air putih.
Diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah r.a, “Kita ini bahkan satu bulan tidak masak apa-apa, yang kita makan hanya kurma dan air putih.”
Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, dari Sayyidah Aisyah r.a, ngendikan kita pernah tidak masak selama tiga bulan lamanya.
Dari Abi Tholhah berkata, “Kita mengadu pada Rasulullah, kita lapar kemudian kita menunjukkan kepada Baginda perut kami yang diikat dengan sebiji batu. Selepas itu, Rasulullah menunjukkan kepada kami perut Baginda yang diikat dengan dua biji batu.”
Ning Ochi menambahkan, “Pernah suatu hari Rasulullah ditimpa kelaparan dan kemudian beliau bersabda: Beberapa orang yang bekerja di dunia akan merasakan kelaparan dan telanjang diakhirat,” maksud beliau adalah untuk orang-orang yang terlalu cinta pada dunia hingga lupa terhadap akhiratnya.
Kemudian dijelaskan pula dalam Kitab Syamailn yang disimpulkan oleh Ning Ochi, “Janganlah melihat covernya, bahkan ada orang yang terlihat hina padahal mendapat kemuliaan,” jelas beliau.
Dikisahkan dari Abu Hurairah, Suatu hari Rasulullah keluar dan keadaan sepi tidak ada orang-orang. Kemudian datanglah Abu Bakar, kemudian Rasulullah bertanya, “Ada perlu apa engkau datang ya Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab, “Saya datang ingin melihat wajah panjenenga ya Rasulullah”
Kemudian tidak selang lama datanglah Umar bin Khotob, dan Rasulullah bertanya: Ada perlu apa engkau datang ya Umar? Umar menjawab, “Lapar ya Rasulullah,” dan Rasulullah menimpali, “Aku sudah lapar sebelum engkau datang.”
Setelah itu beliau-beliau berkunjung ke ndalemnya Abi Haitsam, Abi Haitsam merupakan seorang muslim yang memiliki kebun kurma sangat luas dan peternakan kambing namun tidak memiliki pembantu. Ketika Rasulullah dan dua sahabatnya telah sampai di ndalem Abi Haitsam, beliau berjumpa dengan istrinya dan bertanya, “Dimana suamimu?” sang istri menjawab, “Sedang mengambil air.”
Tak lama kemudian datanglah Abi Haitsam dengan membawa qirbah yang penuh dengan air. Beliau meletakkan qirbah, lalu memeluk Rasulullah SAW karena saking bahagianya beliau ngendikan, “Yufaddihi bi abihi wa ummihi,” Ning Ochi menjelaskan, “Ini merupakan ungkapan orang Arab karena saking bahagianya, yang artinya bersedia menjadikan ibu dan ayahnya sebagai tebusan demi Rasulullah,” tutur beliau menambahkan.
Setelah itu diajaklah Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar menuju kebun kurma dan membentangkan karpet permadani untuk mereka bertiga. Kemudian Abu Haitsam mengambil satu tangkai buah kurma dari sebatang pohon lalu meletakkannya.
Rasulullah bertanya, “Mengapakah engkau tidak memilih kurma yang matang untuk kami?” Abu al-Haitsam menjawab “Wahai Rasulullah, aku ingin engkau yang memilih sendiri kurma matang dan yang belum.” Setelah itu, mereka pun memakan kurma yang dipetik oleh Abu Haitsam itu dan minum air yang diambil tadi.
Kemudian Rasulullah bersabda, “Inilah, dan demi jiwaku yang berada di dalam genggaman-Nya, antara nikmat yang akan ditanya kepada kamu semua pada hari Kiamat. Nikmat ini, yaitu tempat berteduh yang sejuk, kurma matang dan air sejuk.”
Ketika Abu Haitsam berdiri hendak menyediakan makanan dengan menyembelih kambing muda, Rasulullah kembali bersabda, “Janganlah kamu menyembelih kambing yang mengeluarkan susu.”
Mendengar itu, akhirnya Abu Haitsam menyembelih kambing betina yang berumur empat bulan atau kambing jantan yang berumur belum sampai satu tahun. Ketika telah siap dihidangkan Rasulullah dan para sahabat memakannya.
Usai makan, Rasulullah bertanya kepada Abu Haitsam, “Apakah kamu mempunyai qodim?” Abu Haitsam menjawab, “Tidak.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Jika kami mendapat tawanan, datanglah ber temu dengan kami”. Kemudian Rasulullah mendapat dua orang tawanan, seperti yang didawuhkan Rasulullah, Abu Haitsam datang menjumpai Rasulullah.
Rasulullah bersabda, “Pilihlah salah satu orang dari keduanya!” Abu Haitsam menjawab, “Wahai Rasulullah, pilihlah untukku,” Rasulullah bersabda: “Seseorang yang bermusyawarah atau meminta pendapat adalah orang yang amanah. Pilihlah tawanan yang ini, sebab aku melihat dia mengerjakan sholat, jagalah dia baik-baik!”
Setelah itu, Abu Haitsam pulang dan memberitahu isterinya perihal perkara tersebut. Isterinya berkat, “Kamu belum meraih kebaikan yang benar seperti yang telah dikatakan oleh Rasulullah, kecuali jika kamu melepaskan tawanan itu”. Abu Haitsam menjawab, “Jika begitu, aku lepaskan dia”.
Menuju bait berikutnya, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mengutus seorang Nabi atau para penggantinya, kecuali orang yang diutus itu memiliki dua pengawal pribadi, yaitu pengawal yang menyuruhnya melakukan kebaikan, memintanya menjauhi kemungkaran dan membantunya mencegah kerusakan. Barang siapa yang dipelihara daripada pengawal jahat, maka sebenarnya dia dijaga oleh Allah Swt”.
Dari Anas r.a meriwayatkan, Rasulullah bersabda, “Aku pernah ditakut takuti dengan ancaman yang tidak pernah dirasakan orang lain karena menyampaikan agama Allah. Aku juga pernah disakiti yang mana orang lain tidak pernah mengalaminya. Aku dan Bilal pernah tidak memiliki makanan yang layak dimakan oleh manusia, selama tiga puluh hari dan tiga puluh malam berturut-turut. Apa yang ada hanyalah sedikit makanan yang disimpan oleh Bilal di bawah lengannya.”
Selanjutnya Anas juga meriwayatkan, “Rasulullah tidak pernah kenyang disebabkan makan roti, dan juga tidak disebabkan makan daging, kecuali dalam keadaan dhafaf,” dhafaf disini mengandung artian makan bersama orang lain.
Selain itu, Rasulullah SAW juga tidak pernah makan roti dengan daging dalam satu masa pada waktu siang ataupun malam, kecuali apabila beliau makan bersama orang lain.
Dari Naufal bin Iyas al-Hudzali meriwayatkan, “Abdurrahman bin Auf merupakan sahabat kami. Beliau adalah sebaik-baik sahabat. Pada suatu hari, kami pulang bersama dan singgah di rumahnya. Beliau masuk lalu mandi. Setelah selsai mandi, beliau menghidangkan roti dan daging dalam dulang besar untuk kami. Ketika menghidangkan makana, Abdurrahman bin Auf menangis, aku pun bertanya kepadanya: Wahai Abu Muhammad, apa yang membuatmu menangis? Beliau menjawab: sampai beliau wafat, Rasulullah SAW dan keluarga beliau tidak pernah kenyang memakan roti dan daging, sehingga saya tidak meyakini bahwa kita diberi kehidupan yang lebih baik”.
Wallahu a’lam.