Esensi dan Refleksi Tirakat Santri
Di Negara yang plural ini, setiap agama atau aliran kepercayaan memiliki cara sendiri untuk tirakat, salah satu contoh Islam mengajarkan agar menjalankan puasa, dan berdzikir sebagai bentuk tirakat, seperti halnya aliran kepercayaan seperti Hindu-Budha mengajarkan puasa semedhi sedangkan agama Kristen-Katholik juga mengajarkan puasa yang tentunya sesuai keyakinan dan cara mereka. ini menunjukan bahwa setiap agama memang mengajarkan adanya laku tirakat, laku oleh batin agar kita tercapai cita-cita seperti mencari ilmu, jalan usaha, proses kehidupan di dunia dan lainya menjadi mudah tercapai.
Esensi Tirakat
Tradisi tirakat telah banyak dilakukan oleh zaman dahulu hingga sekarang. Biasanya orang menyebut tirakat dengan kata “riyadhoh”. Sebenarnya artinya sama saja, hanya beda bahasa, karena tak bisa dipungkiri Indonesia dengan segala multikulturalnya. Dalam melakukan tirakat, biasanya orang yang akan melakukan tirakat diberi ijazah terlebih dahulu oleh gurunya. Ijazah adalah sebuah bentuk perizinan seorang kyai/guru kepada muridnya untuk mengamalkan sebuah amalan, baik itu wirid-wirid, puasa, shalat dan amaliyah lainya. ijazah ini dapat dikatakan sebagai racikan amalan seorang guru kepada muridnya untuk menggapai ridha Allah SWT.
Tirakat adalah menahan hawa nafsu, sedangkan tujuan tirakat dalam hal supranatural adalah mengasah, jika diibaratkan do’a, mantra atau amalan adalah sebuah pisau. Jika pisau ini diasah setiap hari maka lama kelamaan akan menjadi tajam jika digunakan .manfaat dalam tirakat sendiri yaitu dapat di peroleh dengan melakukan tirakat diantaranya adalah mendapat ketenangan dalam hidup, memohon kepada tuhan untuk di berikan kemudahan dalam melakukan tujuan tertentu dan mencapai tingkatan hidup yang lebih baik sehingga puncak tirakat ini adalah sepenuhnya melakukan sesuatu untuk ridha allah SWT, bukan untuk kepentingan duniawi semata.
Ada berbagai jenis tirakat yang bisa dilakukan oleh semua orang terutama para santri. Ada yang melakukan puasa senin-kamis, puasa daud, puasa bilaruh, puasa ngerowot, puasa mutih , shalat hajat, shalat dhuha, dan lain sebagainya. Biasanya disertai dengan dzikir-dzikir tertentu dalam menjalani tirakat tersebut. Tirakat ini dilakukan secara rutin dan istiqomah sehingga santri tersebut dikatakan mampu melawan hawa nafsunya sendiri.
Tirakat tidak hanya terbatas dengan amaliyah akhirat saja seperti puasa, sholat, dan dzikir-dzikir. Namun, amaliyah dunia seperti makan seadanya, susah air dan susah listrik ketika di pondok, jalan kaki berkilo-kilo meter menuju sekolah juga termasuk bentuk tirakat. Sehingga tirakat tidak bisa di katakana bid’ah, karena tirakat tidak merubah tatacara ibadah mahdhoh (ibadah yang telah ditentukan tata caranya), namun tirakat hanya melatih hidup susah disertai pelatihan menata hati agar selalu menuju ridho ilahi.
Tradisi ini sudah ada sejak zaman sahabat hingga sekarang. Para sahabat sering menghabiskan waktu siangnya dengan berpuasa. Dan malamnya untuk bermunajat kepada allah SWT, mereka sedikit makan dan minum serta mengurangi jam tidurnya. Para ulama juga mengikuti jejak sahabat-sahabat Kanjeng Nabi, banyak ulama yang menjalankan puasa bertahun-tahun untuk menirakati para murid-muridnya agar ilmunya bermanfaat. Banyak ulama yang rela hidup susah agar dapat mengkengkang hawa nafsu hingga dapat menuju lepada allah SWT dengan mudah.
Dalam tirakat, kita dituntut untuk prihatin. Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang. Tirakat adalah usaha-usaha tertentu sebagai tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan. Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha manusia untuk menjaga jalan kehidupannya supaya selalu selaras dengan ajaran budi pekerti dan kesusilaan, tidak terlena dalam kenikmatan keduniawian, dan untuk menjaga agar kehidupan manusia selalu ‘keberkahan’, selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan dan terkabul keinginan-keinginannya.
Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi menjaga keharmonisan hidup dan untuk tercapainya tujuan hidup. Maka dari itu banyak santri yang melakukan tirakat biasanya untuk menjaga ilmu yang selama ini dipelajari, agar tetap terikat dengan dirinya karena :
“Allah swt tidak mencabut ilmu secara langsung dari dada manusia, tetapi Dia mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’. Sehingga tidak ada alim yang tersisa, dan akhirnya manusia berkiblat kepada orang-orang jahil, yang jika dimintakan fatwa maka mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu, sehingga mereka sesat lalu menyesatkan.” (Muttafaq Alaih).