web analytics
AD PLACEMENT

Mencari Pengganti Cincin Emas

AD PLACEMENT
0 0
Read Time:4 Minute, 18 Second

Ibuku, sebabmu Aku gapai cita-cita dengan langkah berat sekali. Karenamu, dalam sela-sela kekosongan selalu terselip rindu yang buat hilang fokusku. Rasa ingin pulang bagai rudal misil, siap meluncur kapan pun dan di mana pun. Bekas pelukmu tetap hangat meski dingin puncak pencapaian tersedia di depan mata. Senyumanmu yang sederhana bisa buat runyam segala rencana sampai 24 jam kedepan. Jelas-jelas kenangan dalam bayang tersemai dalam setiap sampul buku pelajaran.

Dalam sujud tanah perantauan, bayangmu jadi mistik paling ditakuti diri mungil penuh ragu ini. Suaramu yang kadang terdengar meski datang tanpa sepucuk pesan, tetap momok paling bengis yang sampai kini masih terus ku hindari. Anganku sederhana, tembok semua gangguan senyum simpul itu “Semua keberhasilan akan kembali untukmu, tertuju hanya untuk melihatmu bahagia, Bu”

Aku masih sangat sebal saat dulu buku-buku kau telantarkan. Itulah yang membuat aku memungutnya dan lepas hasrat membaca penuh kepo. Ilmu masuk dari lubang-lubang terbuka tubuh. Penuh semua rongga dengan pengetahuan macam rupa. Itu pula, yang membuat aku melangkah jauh darimu. Harus rela rinduku teguk saban hari, jam, detik, sampai satuan waktu terkecil yang belum ada namanya. Terhunus kenangan timang kasih sayang penuh emosi kebahagiaan. Kau jahat, Bu.

Harus kupaksa mulut ini berucap “Maaf Bu, tugas pekerjaan masih banyak belum bisa pulang dulu” sungguh kau didik aku menjadi munafik. Kemunafikan atas kerinduan yang membuncah sampai tetes air mata tidak datang sekali-dua kali. Air hujan yang setiap hinggap diloteng akan singgah di pelupuk mata, mengenang dalam angan penuh bayang kasih sayang. Bingkai peluk, senyum, hingga guarauan memperindah derai. Berpacu melawan waktu menghalau sekian rindu dalam jarak yang jauh dan setia pada peluh.

AD PLACEMENT
Also Read: Harapan | Cerpen

Keserakahanmu Bu, memasukan tempat indah seluas nikmat Tuhan dalam kaki mungil yang belum pernah kucium penuh sayang. Tolakmu selalu, saat tangan penuh bercak dosa ini ingin membasuhnya. Bilangmu memang sederhana “Jangan Nak, kaki ibu kotor” sungguh menghina harga diri ini. Malu semalu-malunya dalam jiwa, anak mana yang takut kotor kalau yang kotor kaki ibunya. Bahkan kotoran anjing, babi hewan paling hina sekalipun, kalau sampai berani mengotori akan kubinasakan penuh keji tanpa pikir karma paling kejam.

Aku bukan Ayah yang menghadiahi cincin emas pernikahan. Karena demi aku, kau gadaikan barang paling berharga satu-satunya yang tersisa di rumah. Hanya buat sangu perjalananku yang jauh ke tanah rindu nun canggung. Suasana penuh dekap yang berdegup, bertalu rindu penuh syahdu. Sungguh pengung jiwa yang pulang bawa kecewa berjuntai harapmu makin diriku dungu penuh malu tertunduk lesu. Untung aku belum menyerah akan ketebus harta keluarga dengan gaji yang tidak seberapa.

Ibu, malaikat pencabut rindu. Tetes keringatku bersambut doa dalam sepertiga malammu. Semoga Tuhan dengar tanpa tunda semua doa yang kita untai bersama di rimbun bintang kilap cahaya. Terima kasih, sampai mulut berbusa sia-sia bercecer dosa tsunami rasa iba. Maaf, sampai tangis begitu tampak bengis hanya jadi ampas tanpa habis. Tanpa hadirmu apa jadinya aku.

Also Read: Menuju Ka’bah

Saat langkah ramah menuju rumah. Marahmu jadi sesuatu yang paling kurindu. Menggenggam sepeser rupiah guna pengganti cincin emas milikmu. Sambut salam pelipur bayang dambaan kini nyata hadir terselip dalam kelopak mata berjuntai air mata tanpa warna. Tidak akan jadi belek semua kasih sayangmu. Tidak akan ada yang lebih berharga dari bahagia orang tua.

AD PLACEMENT

Terima ini Bu, bukan pengganti sepadan tapi dalam setiap tetes keringatku yang setia terselip rasa ingin membuat senyum sederhanamu merekah kembali. Ku beranikan diri, untuk melangkah dengan rencana pulang ke rahim itu.

***

“Assalamualaikum Bu…”

“Waalaikumsalam Nak, kenapa menelfon? Bukannya katamu masih banyak tugas?” Dalam bincang sederhana via seluler.

AD PLACEMENT

“Ngga kok Bu, kebetulan ini lagi istirahat” Bohongku menutup rindu dengan rapat.

“Gimana kabarnya? Sudah makan?” Templat pertanyaan yang selalu Ibu ulang.

“Baik kok, ini lagi pesen Steak Bu”

“Kamu makan stik? Keras loh itu… mosok ya kamu makan kayu, Nak” Aku lebih suka menamainya lugu.

Also Read: Sirep Jeding E

“Bukan Bu… Steak daging ini, daging sapi yang dipanggang itu loh Bu…”

“Ooo… daging, makannya yang kenyang ya Nak. Biar gemuk”

“Iya…” Pasrahku dengan gemuk yang Ibu minta.

“Ngomong-ngomong, kenapa nelfon Nak. Tumben loh kamu nelfon Ibu kayak gini”.

“Ngga Bu, cuma mau bilang. Uang buat Ibu sudah dikirim, lumayanlah bisa nambah uang belanjanya Ibu”

“Waduh ngga usah Nak. Uang dari Ayah udah cukup kok, kalau cuma buat belanja. Mending ditabung siapa tau Kamu tahun depan bisa pulang, kan lumayan” Tolak yang selalu Ibu rangkai untukku.

“Sudah Bu, ngga apa-apa. Nanti diambil ya… jangan sampai lupa”

“Memangnya kalau sudah kekirim gitu ngga bisa dikembalikan lagi ya, Nak”

“Iya sudah ngga bisa Bu, harus diterima”

“Bukan itu Nak, kemaren Ibu itu Checkout kerudung online, ngga sengaja kepencet. Ini cara ngembaliin uang Ibu, gimana ya…? Lagian juga warnanya jelek, ngga cocok sama seragam arisannya Ibu.”

“Ngga bisa Bu, berapa memang harga kerudungnya biar diganti dari sini”

“Lupa Ibu, ngga mahal kok Nak. Cuma kerudung yang langsung pakai persis yang biasa dipakai ke pasar”

“Iya nanti diganti” Meski sebenarnya dompetku juga melolong minta diisi barang selembar.

“Ingat Nak, makannya jangan sampai terlambat”

“Iya Bu”

“Kalau berteman dipilih-pilih, jangan asal”

“Iya Bu”

“Istirahat yang cukup, jangan diforsir tenaganya”

“Iya Bu”

“Belajar yang rajin, jangan males-malesan”

“Iya Bu”

“Sudah dulu ya Nak, Ibu mau lanjut masak dulu. Assalamualaikum”

 

Itulah Ibu, selalu menutup telfon dengan pesan-pesan ringan penuh makna. Namun susah diamalkan.

***

About Post Author

Abidzar Maulana

Ingin bisa segalanya, termasuk menulis
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Tagged with:
cincin
AD PLACEMENT

Ingin bisa segalanya, termasuk menulis

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Harapan | Cerpen

Harapan | Cerpen

Menuju Ka’bah

Menuju Ka’bah

Teguran Abah Yai | Cerpen

Teguran Abah Yai | Cerpen

Bismillah, Aku Tidak Takut

Bismillah, Aku Tidak Takut

Sirep Jeding E

Sirep Jeding E

Makna Tawa Selepas Muhafadzhoh | Cerpen

Makna Tawa Selepas Muhafadzhoh | Cerpen

AD PLACEMENT