KH. Marzuqi Dahlan, Sosok Kiai yang bersahaja, memiliki ilmu yang mendalam, sikapnya selalu tenang, tawadhu’, dan selalu sederhana dalam menjalani rutinitas kehidupannya. beliau merupakan generasi penerus pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri. bersama KH. Mahrus Aly, KH Marzuqi telah menanamkan kepada keturunanannya beserta santri-santri untuk menjadikan Pondok Lirboyo hingga telah mencapai kemajuan yang begitu luar biasa.
Kelahiran
Marzuqi lahir pada tahun 1906 M, tepatnya di Desa Banjarmelati, Kota Kediri. dari pasangan KH. Dahlan dan Ibu Nyai Artimah, beliau merupakan putra bungsu dari 4 saudara, saudara pertama merupakan perempuan yang telah meninggal di waktu belia. Kedua, KH. Ihsan Dahlan (Pengarang kitab Sirajuthalibin) atau yang lebih masyhur dikenal KH. Ihsan Jampes, sedangkan saudara yang ketiga, KH. Ahmad Dasuki.
Pengembaraan Ilmu
Semasa kecil KH. Marzuqi mendapat didikan langsung dari kakeknya, yaitu KH. Sholeh. Ketika sudah beranjak umur, baru kemudian beliau melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Jampes, hal ini merupakan permintaan langsung dari Ayahandanya, yakni KH. Dahlan. Hingga berjalannya waktu, beliau pindah ke Jampes kembali untuk belajar dibawah pengawasan kakek.
Setelah memasuki usia muda, KH. Marzqui Dahlan mondok di Lirboyo dengan berguru kepada KH. Abdul Karim yang tak lain adalah paman beliau sendiri. Semasa di Lirboyo, KH. Marzuqi telah menunujukan kematangan ilmu agama. Ditengah kenikmatan menuntut ilmu di Lirboyo, KH. Marzuqi diminta ayahnya untuk kembali ke Jampes kembali, sebagai bentuk penghormatan kepada orang tuanya.
Sebagai pribadi yang haus ilmu, tak lama setelah itu tanpa sepengetahuan ayahanda, beliau mondok ke Pondok Pesantren Tebuireng dibawah asuhan Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy’ari. Dengan bekal seadanya dan hanya cekir (Kencenge pikir) menjadi modal KH. Marzuqi berangkat ke Tebuireng. Bahkan, selama di Tebuireng beliau kerap kali hanya makan ketela kering demi memenuhi tenaganya untuk belajar.
Melihat itu, KH. Dahlan merasa tak tega, walhasil beliau menjemput putranya untuk diajak pulang, namun KH. Marzuqi Dahlan masih enggan, karena minat belajarnya masih tinggi beliau akhirnya melanjutkan pendidikannya kembali di Pondok Pesantren Mojosari Nganjuk, dimana pamannya yang bernama KH. Khozin juga menuntut ilmu disana, namun setelah dua bulan menetap di Mojosari, pamannya pulang, sehingga beliau juga mengikuti jejak pamannya untuk pulang. Hingga akhirnya beliau mondok lagi di Bendo, Pare, Kediri, asuhan Kiai Khozin.
Pengasuh Pondok Lirboyo.
Setelah melanglang buana di berbagai pondok pesantren, KH. Abdul Karim berniat menjodohkan putrinya dengan KH. Marzuqi. Akhirnya, pada tahun 1936 beliau mempersunting Yai Maryam, dari pernikahan beliau dikaruniai putra-putra sebanyak sembilan, antara lain:
Namun, karena kuasa takdir Allah Swt, Nyai Maryam meninggal dunia pada tahun 1961 M. Kesedihan yang dialami KH. Marzuqi berangsur-angsur hilang, setelah beliau menikah kembali dengan Nyai Qomariyyah, adik bungsu Nyai Maryam, dari pernikahan ini beliau, dikaruniai seorang putram Hasyim yang tidak berumur panjang.
Selama menempuh ikatan pernikahan ini, Yai Marzuqi juga menjadi pengasuh Pondok Lirboyo, setelah kepergian KH. Abdul Karim.
Nasihat dan Wasiat.
Walaupun telah menjadi pengasuh pondok pesantren, Yai Marzuqi tetap menunjukan sifat kesederhaan, baik itu dari segi berpakaian hingga kendaraan yang dimiliki. Beliau identik sebagai pribadi yang zuhud dan memiliki taqarrub kepada Allah yang sangat tinggi. Ucapan serta tutur kata beliau terasa sangat menyejukan di dalam hati, diantara wasiat beliau
Selasa, 18 November 1975, KH. Marzuqi Dahlan menghembuskan nafas terakhirnya, semoga amal ibadahnya diterima disisi Allah Swt, Al-fatihah……
Referensi: Buku Pesantren Lirboyo, Sejarah Peristiwa dan Legenda (keterangan lebih lengkap tertera di buku ini)