web analytics
AD PLACEMENT

Menghargai Waktu dan Mensyukurinya

AD PLACEMENT
0 0
Read Time:4 Minute, 52 Second

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan pertama di Indonesia yang tetap eksis sampai saat ini. Tentu, dengan perkembangan kurikulum yang bermacam-macam dan tetap memiliki tujuan yang sama. Hal itu membuat pondok pesantren selalu bisa mengikuti perkembangan zaman, baik salaf atau khalaf, pesantren tetap optimal dengan jumlah santri. Berapa banyak pesantren yang menginjak usia puluha, ratusan tahun; dengan santri ratusan, ribuan, puluh ribuan?

Sebut saja Pondok Pesantren Lirboyo, dengan latar belakang pesantren salaf dengan segala kesederhanaannya, aspek kekhasan pesantren itu tidak pernah pudar. Meskipun begitu Pondok Pesantren Lirboyo tanpa memiliki pesantren khalaf yang terbilang modern, seperti Pondok Pesantren Ar-Risalah.

Bahkan ada juga pondok pesantren yang punya lembaga pendidikan diniyah dan formal. Seimbang antara ilmu dunia dan akhirat, seperti Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah, Lirboyo, Kediri.

Tentu, tipe pondok pesantren yang mengkombinasikan antara pendidikan agama dan formal memiliki jadwal yang padat. Paginya menempuh pendidikan formal, malamnya menyelami ilmu agama. Diapit di antara dua lautan. Māraj al-baḥrayni yal-taqiyān. Seharusnya, para santri dengan pondok pesantren yang mengkombinasikan dua pendidikan ini akan lebih unggul daripada pondok pesantren yang hanya menerapkan sistem salaf atau khalaf saja. Tetapi, santri pondok pesantren kombinasi sering kali merasa minder ketika disandingkan dengan santri pondok pesantren salaf yang terkenal ahli dalam masalah kitab-kitab kuning.

AD PLACEMENT

Buang anggapan minder itu!

Karena pondok pesantren kombinasi tentu akan lebih unggul. Nahkoda yang hanya mengarungi satu lautan hanya menang di lautnya sendiri atau bahkan harus mati di laut lainnya. Dengan hanya mengatur waktu, kita akan bisa menguasai ilmu agama dan dunia.

Seperti di Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah. Pada siang hari kita fokus pada pendidikan formal, bisa membaca buku-buku formal, menulis, atau hal-hal lain. Pada malam hari kita fokus pada pendidikan diniyah atau agama, seperti membaca kitab kuning, bermusyawarah, sorogan, dan lain-lain.

Semua itu mungkin terdengar mudah, tetapi mengelola waktu justru akan terasa sulit jika kita sendiri belum bisa menghargai waktu. Berikut adalah beberapa hal yang bisa membuat kita lebih menghargai dan mensyukuri waktu serta menghindari menyia-nyiakan waktu hanya untuk bermalas-malasan atau hanya terlelap berjam-jam menikmati alam bawah sadar.

AD PLACEMENT

Nilai Waktu

Penulis pernah mendengar sebuah kalimat yang pernah diungkapkan oleh seorang pengusaha, “Jika bisa kembali ke masa kecil dengan segudang pengalaman yang ada sekarang, maka kukorbankan seluruh hartaku untuk itu”.

Waktu memiliki nilai yang berbeda-beda bagi kaum pedagang, petani, militer, politisi, pemuda, orang tua, termasuk juga bagi para ulama dan pencari ilmu. Kali ini, penulis mengkhususkan nilai waktu dari perspektif pencari ilmu dan ulama. Melihat saat ini, banyak pencari ilmu yang menyia-nyiakan waktunya untuk sekadar bermalas-malasan.

Waktu mencakup masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Kadang, waktu juga digunakan untuk mengukur jarak. Oleh karena itu, seluruh makhluk hidup terikat dengan ruang dan waktu. Waktu adalah salah satu nikmat Allah yang sering tidak dirasakan oleh hamba-hamba-Nya. Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 12,

AD PLACEMENT

وَسَخَّرَ لَكُمُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَۙ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَۗ وَالنُّجُوْمُ مُسَخَّرٰتٌۢ بِاَمْرِهٖۗ اِنَّ فِي ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَۙ

“Dia menundukkan malam dan siang serta matahari dan bulan untukmu. Begitu pun, bintang-bintang dikendalikan dengan perintah-Nya. Sesungguhnya, pada yang demikian, benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti.”

Salah satu dalil yang menyebutkan nikmat perputaran siang dan malam. Nikmatilah dan syukurilah waktu dengan cara tidak menyia-nyiakannya. Jangan membenci waktu, itu sama saja membenci nikmat yang diberikan Tuhan,

Mensyukuri Waktu

Mengelola waktu adalah salah satu cara untuk mensyukuri waktu. Melakukan aktivitas-aktivitas yang positif daripada hanya bermalas-malasan atau terlelap sepanjang hari. Tidak hanya dengan membaca atau menulis. Belajar bersosialisasi, bermusyawarah, berorganisasi, bisa kita lakukan agar tidak merasa jenuh. Perhatikan perihal hablu minallah dan hablu minannas.

Bosan dan jenuh, mungkin adalah masalah yang sering melanda para pencari ilmu. Ibnu Maraghi—seorang sastrawan, ahli bahasa, dan ahli nahwu—berkata, “Hendaklah seseorang berusaha mengelabui dirinya sendiri saat belajar”.

Maksud dari ungkapan Ibnu Maraghi adalah, jika seseorang dilanda rasa bosan dan malas, usahakan untuk tidak menuruti perasaan itu. Lebih baik mengobatinya sampai mampu mengalahkannya.

Ketika rasa kantuk dan malas menyertai, kita bisa me-refresh otak kita dengan melihat sekitar sejenak, menikmati segelas kopi atau teh, menikmati sebatang kretek, atau mengobrol dengan teman. Bisa juga dengan berpindah tempat, duduk jika sebelumnya berbaring, mengonsumsi makanan ringan, atau aktivitas lain yang bisa mengalihkan rasa malas dan jenuh. Hal-hal tersebut dilakukan untuk mengembalikan mood dan menyegarkan otak dengan sejumlah aktivitas yang kita lakukan.

Adapun faktor pendukung bagi kedisiplinan dalam pengelolaan waktu yaitu, meringkas waktu. Para ulama terdahulu menyebutkan karakteristik seorang penuntut ilmu adalah memiliki kecepatan dalam hal menulis, membaca, dan berjalan.

Maksudnya adalah agar meringkas waktu, sehingga dapat melakukan aktivitas lain. Sikap ini tentu dapat membantu seseorang untuk memperoleh ilmu dan memperbanyak guru dalam waktu yang singkat. Dituturkan dalam syair yang dinisbatkan pada Imam Asy-Syafi’I,

Tidak akan hasil ilmu

Kecuali enam perkara

Aku akan mengajarkan kepadamu dengan jelas

Kecerdasan, semangat, kesungguhan, bekal harta

Bimbingan guru, dan waktu yang panjang.

Bagi para penuntut ilmu, makan, tidur, dan istirahat adalah sebatas kebutuhan saja. Hal ini seperti yang diungkapkan Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’:

“Hendaklah seseorang selalu bersemangat untuk belajar, menekuninya sepanjang waktu siang dan malam serta tidak membuang waktunya sedikit pun untuk selain ilmu, kecuali sekadar kebutuhan untuk makan dan minum atau hal-hal yang semisalnya (seperti beristirahat sejenak untuk mengusir kejenuhan), dan hal lain yang bersifat penting”.

Banyak ulama yang memiliki pendapat demikian, seperti Imam Abu Al-Wafa bin Aqil yang lebih memilih memakan kue yang dibasahi air daripada memakan roti kering hanya untuk menyingkat waktu. Adapun Ibnu Baghdadi yang tidak pernah tidur, kecuali karena ketiduran. Bahkan, Albert Einstein menganggap tidur hanya membuang-buang waktu belajarnya.

Dengan begitu, bagaimana dengan waktumu?

About Post Author

Rahmat Adhy Wicaksana

Lahir di ujung timur Pulau Sumatra. Hidup sederhana sambil melukis menggunakan kata-kata.
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

AD PLACEMENT

Lahir di ujung timur Pulau Sumatra. Hidup sederhana sambil melukis menggunakan kata-kata.

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Sami’na wa Atho’na wa Analisa?!

Sami’na wa Atho’na wa Analisa?!

Mengapa Santri itu Unik

Mengapa Santri itu Unik

Dilema Calon Alumni Pesantren

Dilema Calon Alumni Pesantren

Tamat Sekolah Bukan Tamat Belajar

Tamat Sekolah Bukan Tamat Belajar

Mentadaburi Film Cocote Tonggo

Mentadaburi Film Cocote Tonggo

Ragam Pengetahuan yang Tidak Seragam

Ragam Pengetahuan yang Tidak Seragam

AD PLACEMENT