Viral Kasus KDRT, kebetulan tampang si Pelaku sopan dan pendiam tiba-tiba kamu bilang “Semua lelaki pendiam sama saja mengerikan”. Jangan ya dek ya, itu namanya kesesatan berpikir kategori Hasty Generalization (generalisasi yang terburu-buru). Menyimpulkan segala sesuatu dari satu-dua kasus. Contoh lain Baru melihat satu dua kasus di Pesantren misal, lalu mengeneralisir semua. Hindari berpikir seperti ini ya, kalau kamu emang ber-SDM tinggi.
Kamu melihat suatu kebenaran berdasarkan mayoritas dan yang Paling Viral? Jangan ya dek Ya itu namanya Argumentatum Ad Populum. Karena belum tentu suara mayoritas itu benar, contohnya ya di Kasus Jesika Kumala Wongso, di 2016 ketika pengadilan dan media seolah menggiring Jesika sebagai pihak yang salah, Mayoritas masyarakat menyalahkan Jesika. eh ketika ada film documenter ice cold kemarin, persepsi publick tergocek dan kemungkinan Jesica bukan Pembunuh Mirna. ya kan….
Ada seorang yang meneliti Nasab dengan cara yang ilmiah, bukannya memahami pendapatnya tapi malah menyerang kepribadiannya, “Kamu siapa berkata demikian, Kamu bisa apa, punya kepentingan apa kamu? Antek Wahabi” dan cercaan lainnya. jangan ya Dek Ya itu namanya Argumentatum Ad Hominem.yaitu bukannya memelajari substansi pikiranya atau memberi argument tandingan eh malah menyerang pribadi lawan diskusi. (Please jangan cap saya Imadiyah).
Kamu seorang Pengajar, kemudian ada muridmu yang cakep dia melakukan sebuah pelanggaran, normalnya dia dihukum Membersihkan WC, tapi karena kamu kasihan anak secakep itu harus berkotoran lalu hukumannya kamu peringan, jangan ya kak ya itu namanya “ argumentum ad misericordiam ketika sebuah kebeneran di dasarkan semata2 karena rasa belas kasihan dan “permisif”. kasus lain banyak, misal karena kasihan kamu memberi uang ke pengemis ditempat umum, padahal itu dilarang seccara UU.
Kamu lagi rapat 17 Agustus-an, tiba-tiba Pak RT bicara, karena merasa paling senior semuanya langsung setuju, tanpa interupsi sama sekali, padahal kamu punya uneg-uneg yang ingin disampaikan. Jangan ya dek ya, itu kekeliruan berpikir kategori Appeal To Authority. Dimana kebenaran hanya disandarkan pada yang paling berkuasa ataupun otoritas tertinggi. Ini kerap ditemukan dalam lingkup pengurus pesantren pun dunia kerja, dimana Junior kerap nderek dawuh kepada yang lebih senior. Lebih parah lagi bila yang senior ndak minta pendapat Junior. padahal Otoritas memang layak dipertimbangkan tapi bukan keputusan final. Dalam bahasa latin ini namanya Argumentum ad verecundiam.
Kamu sengaja datang jam 9 padahal rapatnya di Undangan jam 8, kamu beralasan Karena sudah menjadi tradisi kalau rapatnya itu lebih lambat satu jam dijam resmi, hemmm. Jangan ya kakkkk. itu namanya Appeal Tradition dimana tolak ukur suatu kebenaran adalah tradisi, padahal belum tentu demikian. Contoh lainnya banyakkkk. Tradisi sogok menyogok, Tradisi orang dalam, politik uang dll. dan kamu membenarkan itu semua. Nah istilah-istilah yang saya paparkan tadi adalah bagian dari logical fallacy alias kesesatan dalam berpikir, sosok Roki Gerung sering menyampaikan hal ini. Tentu yang saya paparkan ini masih sebagian dari sekian banyak cara-cara berpikir keliru yang bisa saja menjadikan kita sebagai SDM rendah. Menghindari Logical Fallacy, kalau kita renungi masih relevan dengan maqolah familiar Sayydina Ali
انظر ما قال و لا تنظر من قال
“Pikirkanlah Esensi ucapanya tanpa memerdulikan siapa yang berkata”.