Berdo’a adalah keniscayaan.
Berdo’a adalah bentuk penghambaan diri yang utuh, tanda lemahnya makhluk atas Khaliq-nya yang Maha Kuasa.
Apa artinya kita tanpa do’a?
Bukankah usaha tanpa do’a adalah sombong dan do’a tanpa usaha adalah bohong?
Seberapa kuat dan hebatnya kita dalam berusaha, berdo’a menjadi jawaban atas kepasrahan antara harapan dan ketetapan.
Perihal pentingnya do’a, Nabi bersabda:
اَلدُّعَاءُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ وَعِمَادُ الدِّينِ وَنُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ
“Doa adalah senjata orang mukmin, pilar agama Islam, dan cahaya langit dan bumi.” (HR. Al-Hakim).
Hingga, tulisan ini dilatarbelakangi dari penggalan surat Ghafir ayat 60 yang berbunyi:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْۗ
“Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan)….”
Satu hal, bahwa setiap yang berdo’a pasti Allah kabulkan: alright?
Agar lebih sederhana, silahkan disimak cerita di bawah ini!
Suatu hari di padang sabana yang luas lagi panas, tampaklah seekor kijang muda yang sedang menikmati hari di sebalik ilalang. Sesekali berjingkrak, sesekali merebah berselimut terpa angin menghadap bentang angkasa.
Siapa sangka, semua romansa itu tampak terekam jelas dalam sepasang mata yang mengawasi penuh selera: dari kejauhan, nasib kijang muda itu berada di ujung taring seekor harimau yang lapar.
Tanpa aba-aba, langkah-langkah berpijak berderap penuh hasrat, mengerahkan cepat hingga dapat. Harimau mengejar kijang, kijang dikejar harimau.
Mereka saling berkejaran.
Di sepersekian detik, di antara langkah yang menderu dan nafas yang memburu, seisi sabana menjadi saksi dari ruang yang paling sunyi.
“Ya Tuhan, tolonglah saya!” Ucap sang kijang untuk keselamatan.
Di sisi lain, “Ya Tuhan, tolonglah saya.” Ucap sang harimau untuk kelaparan.
Kepada Tuhan yang sama, mereka saling menghaturkan do’anya.
Di akhir, cerita ditutup dengan sebuah pertanyaan: karena Allah mengabulkan setiap do’a, lantas do’a siapa yang layak dikabulkan? Kenapa?