web analytics
AD PLACEMENT

KH Imam Yahya Mahrus, Sederhana dan Penuh Teladan

AD PLACEMENT
1 0
Read Time:4 Minute, 32 Second

Empat belas tahun berlalu, begitu cepat waktu mengukir kisah menjadi sejarah. Potret kenangan indah melekat sempurna dalam ingat dan terpatri rapi dalam hati. Meski raga tak pernah lagi bersua, do’a do’a mulia dengan senang hati sampaikan salam rindu yang kian menggebu.

KH Imam Yahya Mahrus, putra KH Mahrus Aly dan Ibu Nyai Zainab, figur kiai yang melekat dalam hati setiap santri dan sang putra-putri. Banyak kisah yang penulis dengar dari lisan-lisan yang merindu untuk sekedar temu dalam semu. Meski tak pernah jumpa dalam dunia yang nyata, kenang kisah terucap begitu hangat dan dekat. Seperti kenang kisah yang penulis rangkum berikut ini;

Kenang Kisah dari Ning Hj Ita Rosyidah Miskiyah

“Ketika suatu siang, saya menemani beliau dahar, tiba-tiba di tengah dahar beliau berhenti lalu mengucap ‘Astaghfirullah, Ya Allah abah lupa ngga pakai peci, ambilkan peci nduk,” tutur Ning Ochi dalam bingkai kenang haul ke-12.

AD PLACEMENT

KH Imam tak pernah absen untuk selalu menutup mustakanya (kepala) kala dahar, salah satu keistiqomahan beliau yang tak lain karena berniat ikhtirom (bersyukur) kepada Allah SWT atas limpahan rezeki yang telah diberi.

Tak hanya itu, Ning Ochi juga ngendikan,

“Ketika beliau naik motor jujur saya itu takut, karena apa? Karena setiap ada orang beliau itu senyum, kalo sudah senyum nanti motorya agak oleng. Di setiap jalan ada yang senyum nyapa, beliau juga balik senyum dan nyapa,”

KH Imam merupakan figur kiai dengan keramahan yang mengenang, dikenal sebagai kiai yang bersahaja dan simpatik, tawadhu’ dan karismatik.

AD PLACEMENT

“Dulu waktu saya beli sate dengan abah, saya disuruh menunggu hingga satenya matang. Setelah satenya matang dan dibayar, saya mencari abah, ternyata abah sedang ngaret rumput di sebrang jalan,” kenang Ning Ochi sang putri bungsu.

Masyaallah, KH Imam adalah figur kiai dengan pribadi yang rendah hati, sederhana, dan merakyat. Beliau juga telaten dan tegas dalam mendidik, serta istiqomah mengamalkan wirid- wirid istighotsah. Seperti yang didawuhkan Ning Ochi,

“Abah itu selalu istiqomah istoghotsah dimanapun berada meskipun itu sedang dalam perjalanan,” tutur Ning Ochi kala penulis berkesempatan sowan.

Kenang kisah dari Gus Nabil Aly Utsman

AD PLACEMENT

Kenangan ini penulis kutip dari tulisan Aqna Mumtas Ilmi Ahbati kala Haul Yai Imam yang ke-11.

“Mbah yai Imam itu adalah orang yang pemberani. Waktu saya (Gus Nabil) masih kecil, sekitar kelas 5 atau 6 SD. Saya diajak beliau (Yai Imam) ke suatu pengajian di Nganjuk. Bertepatan saat beliau sedang menjelaskan sifat-sifat Nabi, beliau dawuh, ‘Aku paling nggak seneng duwe anak sing jereh!’ (Saya paling tidak suka punya anak yang penakut!) Saya merasa tersindir. Karena anak yang ikut beliau hanya saya saja.” Tutur Gus Nabil dalam bingkai kenang haul ke-11.

Karena dawuh abah itu, akhirnya Gus Nabil mulai memberanikan diri seperti mengetok pintu kala bertamu yang merupakan hal menakutkan bagi seumuran anak SD. Tak hanya itu, Gus Nabil juga bercerita,

“Tapi, semakin hari sifat berani saya malah makin kebablasan (kelewatan). Saat SD, saya jadi sering berantem. Teman-teman saya ajakin berantem. Hingga, saya sering masuk kantor karena ulah itu,” kenang beliau.

Kemudian Gus Nabil melanjutkan,

“Saya juga pernah berdiri tiga jam menghadap bendera karena sampai memukul kepala teman saya dengan batu dan saya masih ingat nama orangnya. Tapi, jangan. Bukan hanya itu, saya nggak pernah diantar saat ke jeding malam-malam. Saya juga berani lewat kuburan sendiri. Bahkan, berani saya juga mulai ke ranah gaib. Jin-jin itu saya ajak kenalan, nggak jarang juga saya ajak berantem.”

Tidak hanya itu, Gus Nabil juga menambahkan,

“Pernah suatu hari saya itu berkelahi dengan jin dempul (entah umur berapa, beliau tak menyebutkannya) dan saya ceritakan pada beliau. Semuanya. Dari awal sampai akhir. Tapi, apa tanggapan beliau? Beliau hanya diam. Lalu, sampai suatu hari, saya kembali diajak oleh beliau untuk mengisi pengajian di Mojokerto. Di sela-sela penjelasan, beliau dawuh; ‘Memang di awal aku pernah ngomong kalo aku nggak seneng duwe anak sing jereh. Tapi, aku lebih nggak seneng duwe anak sing kekendelen’ (tapi, saya lebih nggak suka punya anak yang terlalu berani),” jelas beliau mengenang kisah dengan sang abah.

Setelah kejadian itu, Gus Nabil sowan kepada abah dan matur, “Saya harus bagaimana? Dulu bilang nggak senang punya anak yang penakut, tapi saat udah berani malah bilang nggak senang punya anak yang terlalu berani, maksudnya bagaimana?”

KH Imam menjawab, “Bukan semacam itu. berani tidak hanya sekedar itu. Juga kalau ada jin jangan diajak berantem, diajak kenalan aja.”

Dan akhirnya beliau (Gus Nabil) mengerti bahwa, “Pemberani itu bukan hanya dilihat dari penampilan!”

Kenang kisah dari Bapak Ronggo Wasito M.Pd.I

Kenangan yang penulis kutip dari tulisan Azka Zulfarrohman kala haul Yai Imam yang ke-13

“KH Imam Yahya Mahrus itu memiliki prinsip bahwa hidup di dunia ini harus mengutamakan kebersamaan dan saling berkesinambungan,” kilas kenang Bapak Ronggo santri tamatan tahun 2000.

Kemudian beliau menambahkan,

“Yai Imam merupakan pribadi yang grapyak (supel) terhadap semua orang, beliau juga disiplin dan tegas dalam segala hal, apalagi jika itu sampai membawa kepentingan orang banyak, seperti pada zaman itu, ketika penentuan kebijakan peraturan pondok, beliau mengajak para pengurus untuk berdiskusi bersama, salah satunya seperti KH. Faruq Qusyairi, Bapak Alm. Azizi dan Bapak Asmawi yang pada saat itu menjabat sebagai ketua pondok. Hal ini tak lain demi menghasilkan peraturan yang baik dan tidak merugikan satu sama lain.” tutur Dosen Universitas Islam Tribakti menambahkan.

Selain itu, beliau juga menyampaikan empat pesan yang selalu beliau ingat dari Yai Imam agar diamalkan yakni,

Al-Adab (mengutamakan tata krama), As-Shidqu (berkata dan berbuat benar), Al-Amanah (mengemban amanah yang dipasrahkan) dan Al-Adlu (adil terhadap semua orang).”

Waallahu a’lam.

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

AD PLACEMENT

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
14 Tahun Haul KH. Imam Yahya Mahrus – Jejak Ulama, Cahaya Umat

14 Tahun Haul KH. Imam Yahya Mahrus – Jejak Ulama, Cahaya Umat

Kunci Sukses Hidup Di Dunia dan Akhirat

Kunci Sukses Hidup Di Dunia dan Akhirat

37 Tahun Istighosah Bersama

37 Tahun Istighosah Bersama

Penetapan Tahun Baru Hijriyah, Sejarah dan Hikmah

Penetapan Tahun Baru Hijriyah, Sejarah dan Hikmah

Tragedi Karbala; Ahlussunnah dan Syiah

Tragedi Karbala; Ahlussunnah dan Syiah

Asyura dalam Syiah, Emang Boleh?

Asyura dalam Syiah, Emang Boleh?

AD PLACEMENT