web analytics
AD PLACEMENT

Menuju Ka’bah

AD PLACEMENT
0 0
Read Time:7 Minute, 41 Second

“Saya pesen milkshake 2, avokadonya 3, sama pisang coklatnya 2, ditambah nasi goreng 3.” Kataku pada seorang pelayan yang berdiri di samping tempat duduk kami. Pulang sekolah aku mengajak 4 sahabatku, Ling, Fatimah, Aina dan Naura ke restoran favorit kami. “Seminggu lagi kita lulus, kita harus tetap menjaga persahabatan ini walaupun nanti nggak bareng lagi!” aku memulai obrolan sedikit alay. “santai aja kali, toh kita masih se kampus.” Kata Ling. “ Pesanan datang, milkshake 2, avokado 3, pisang coklat 2, sama nasi goreng 3 ya kak.” Kata pelayan sambil tersenyum manis. Obrolan kami terputus dengan wangi nasi goreng yang memenuhi lubang hidung kami.

Aku Sahdea, memiliki sahabat luar biasa yang selalu menguatkan satu sama lain. Pertemanan ini sudah berjalan lebih dari 3 tahun. 2 tahun lalu, dengan tekad yang membara kami berencana untuk umroh backpacker karena kami tau umroh jalur travel sangatlah mahal. Rencana itu bermula ketika aku sedang santai menonton youtube. Dan bagian bawah beranda ada video vlog berjudul persiapan umroh back packer. Aku langsung mencatat seluruh dana dan kebutuhan paling minim yang bisa kami kumpulkan untuk beberapa tahun kedepan. Rencana itu langsung aku beritahukan kepada sahabat-sahabatku beserta catatan kecil target menanbung. “Sumpah! Ayo kita harus semangat menabung, nanti aku buatkan rekening untuk tabungan kita.” Kata Ling berteriak hingga seisi resto menatap kami.

Kini kami sudah menjadi mahasiswi. Aku mengambil jurusan bisnis menejemen, Naura mengambil tadris bahasa inggris, Fatimah mengambil tafsir al-qur’an dan hadits, sedangkan Ling dan Aina mengambil jurusan perbankan syari’ah. Kami tetap rutin menabung setiap bulanya dan di setiap akhir tahun kami membeli emas batang dari tabungan kami agar nilainya bertambah.

Di semester dua perkuliahan, saat itu aku sedang mengantre di supermarket untuk membeli beberapa belanjaan untuk ibu. Tiba-tiba…. “ shik – shak – shok….” nada dering telponku berbunyi, dari Aina. “ Assalamualaikum, kenapa na?” salam ku. “waalaikumsalam, Dea kerumah aku sekarang, penting!” jawab Aina langsung menutup telponya. Aku bergegas pulang pamit dengan ibu dan pergi kerumah Aina. Ketika sampai disana, aku mendapati Fatimah yang menangis terisak-isak. Naura menghampiriku dan memperlihatkan video berupa asap hitam beserta percikan api dan beberapa warga berlarian membawa ember berisikan air. Peternakan ayam milik orang tuanya Fatimah kebakaran, listriknya konslet, semua ayamnya mati terbakar. “sekarang aku nggak punya apa-apa, kalian bisa nglanjutin tabungan umroh kalian tanpa aku” rintih Fatimah pada kami. “ Ya nggak bisa gitu mah, kita tetep bisa nglanjutin tabunganya bareng-bareng, kita harus cari cara!” kataku mayakinkan Fatimah. “ kalau kita jualan es teh kalian mau nggak? Tetanggaku jualan es teh di SD deket rumah, katanya nyewa gerobaknya Pak Ali yang punya kompi es teh, gimana kalau kita coba kesana?” tawar Naura pada kami. “ kita jualan es teh dikampus gitu? Lah modal dari mana, emang boleh bayar sewanya diakhir bulan?” tanya Ling. “ Sebenarnya kemarin aku baru lomba online menulis artikel di UNISNU dan aku menang, uangnya nggak terlalu banyak sih, tapi bisa buat modal kita jualan es teh.” Kata Naura.

AD PLACEMENT

Keesokan harinya kita pergi ke rumah Pak Ali untuk menyewa gerobak es teh. Namun ternyata semua gerobak sudah di sewa. “ maaf ya Naura, gerobaknya Pak Ali udah di sewa semua, tapi kalau kalian emang pengin jualan, saya punya kenalan kompi lain.” Tawar Pak Ali. “ kompi apa pak?” tanya ku. “ Kompi cilok, kalian mau? Kalau dari segi pendapatan, peluangnya besar es teh” jelas Pak Ali. “ yaudah pak, kita sewa gerobak cilok aja nggak papa, Pak Ali bis hubungi teman bapak sekarang?” pinta Naura kepada Pak Ali “ bisa”.

Kami berjualan cilok secara bergilir sesuai jadwal perkuliahan kami. Dari hasil penjualan cilok, kita masukan ke tabungan kami. Tidak sedikit dari teman kami yang mengkritik, namun kita tetap enjoy berjualan. Sesekali kami nongkrong didekat gerobak cilok pada akhir pekan.

Tiga tahun berlalu. Tabungan kami hampir mencapai target. Banyak ujian yang harus kami hadapi. Di tahun itu aku dinikahkan oleh Abah. Orang tuaku memiliki pondok pesantren As-Salafi di Gondang legi, Malang. Jadi Abah mencari penerus untuk mengasuh pondoknya. Aku berusaha memberikan pengertian pada suamiku tentang umroh backpacker kami, namun suamiku tetap melarangnya. Menurutnya backpacker terlalu berbahaya bagi perempuan. Aku sengaja tidak memberitahu kabar ini kepada mereka, karena pasti akan sangat kecewa.

Also Read: Harapan | Cerpen

Kami berhenti menyewa gerobak cilok sejak beberapa bulan lalu. Akhir-akhir ini feel nya sedikit berbeda. Aku yang selalu berurusan dengan orang tuaku, Aina dan Ling yang jarang bareng, dan Naura yang lebih sering diam. “Mungkin Naura sakit kali ya?! Kemarin kaya liat dia ke apotek gitu, atau aku coba telpon aja ya?” batinku. “ Hai Naura, aku cuma mau tau kabar kamu, kemarin kamu ke apotek ya? Soalnya kaya liat kamu kearah apotek.” Kata ku sambil menunggu jawaban yang lumayan lama dan sunyi. “ Sahdea, ini ibu. Naura sekarang dirumah sakit.’’ Kata ibu Naura tersedu-sedu. “Dari kapan bu, kok ibu nggak ngabarin dea?”. “Naura positif narkoba, kemarin lusa dia ke rumah temenya sejalur sama arah apotek. Ternyata temenya pengedar, sekarang lagi di interogasi di kantor polisi.” Jelas ibu Naura. “ Dea kesana sekarang” aku menutup telepon dan mengabari Ling, Aina dan Fatimah.

AD PLACEMENT

Naura terkapar lemas diatas tempat tidur, matanya sedikit membuka. Naura adalah orang yang ambis soal peringkat, perlombaan dan lain sebagainya. Kami sering di duakan oleh beberapa tumpukan kertas dan buku. Ia memang sering belajar, namun kesalahanya ia tidak menikmati proses belajarnya, ia hanya mengejar target nilai. Ibu Naura cerita pada kami, ia ikut perlombaan online membuat artikel. Kali ini bukan antar universitas melainkan antar negara di Mesir. Artikel tersebut berbahasa Arab. Kata ibu, Naura dan pacarnya sudah berusaha sebaik mungkin dalam pembuatan artikel tersebut. Namun sudah 2 minggu tidak ada kabar apapun. Dia merasa malu, karena ia kalah padahal ia sudah mati-matian membuat artikel itu. Rasa frustasinya ia luapkan ke beberapa obat penenang.

Naura siuman, kami bergegas menghampirinya dan memeluknya. Ia meminta maaf kepada kami atas perbuatanya. Kami mengalihkan pembicaraan itu dan menenangkanya. Setelah beberapa jam kemudian kami duduk di sofa menemani Naura, tak sengaja memandang bingkai lukisan ka’bah era abad ke-9 yang menghiasi dinding tempat tidur Naura. “Aku kira kita bakalan kesana, aku sudah berekspektasi terlalu jauh tentang kita, ternyata satu persatu dari kita mulai menjauh, kita sudah tidak utuh. Perjalanan kita sudah cukup jauh dan terjal, namun kita memilih untuk kembali.” Kataku sambil memandang ka’bah penuh harapan. Semua menatapku kecewa. “Aina, Ling kita nggak paham kenapa kalian bisa nggak bareng lagi, aku harap itu bukan masalah sepele yang bikin kalian saling menjauh. Kita udah nggak kecil lagi. Naura, kamu itu pinter tapi sayang nggak tau tempat, seharusnya kamu bisa lebih ngasih apresiasi kepada dirimu sendiri atas semua perjuangan kamu. Berapapun hasil pencapaian kamu, kamu tetap Naura. Jangan pernah minder dengan potensi orang lain, karena orang lain juga takut dengan potensimu. Aku harap kita kaya dulu lagi.” kata ku.

Harapan kami untuk umroh bersama sudah pupus. Kami menjalankan hidup kami masing-masing. 5 tahun kami berjuang mengumpulkan uang dan dan menghadapi keterombang-ambingan persahabatan. Seluruh angan-angan umroh masih saja terngiang-ngiang. Rasanya masih tidak percaya dengan akhir yang seperti ini. Buliran harapan ikut hanyut oleh ombak realita. Kenyataanya aku juga harus patuh kepada suami yang menjadi otoriter utama di kehidupanku saat ini.

“Halo sahdea,” Naura menelponku malam-malam. “Iya ra gimana? Udah enakan? Malam-malam telepon kenapa?” jawabku antusias. “Udah kok, ya masih rutinan rehabilitasi pagi dan malam gitu, aku ada kabar buat kita” kata Naura. “Kabar apa ra?” tanyaku penasaran. “ Tadi sore aku dapat pesan dari Mesir lewat alamat email ku, aku menang lomba artikel yang waktu itu, ternyata prosesnya lama karena terlalu banyak yang ikut lomba dan yang paling penting adalah hadiahnya berangkat umroh dengan kapasitas 7 orang. Pemberangkatanya minggu depan.” Aku terkejut bukan main mendengar kabar itu, jantungku serasa runtuh terharu. Naura mengajak kami sekaligus suamiku sebagai pemandu dan satu orang lagi ia beri kepada kekasihnya sebagai ucapan terima kasih telah ikut berjuang atas artikel tersebut. Kami bersyukur tanpa henti, orang tua kami tidak akan khawatir karena kami tidak perlu menyewa transportasi hingga penginapan sendiri. Sungguh kejutan luar biasa dari Tuhan untuk kami.

AD PLACEMENT

Aku, Naura, Ling, Aina dan Fatimah berada persis di depan ka’bah yang berdiri kokoh dihadapan kami. Alunan suara merdu menyapu halus di gendang telinga. “Labbaikallahumma Labbaik Labbaikala syarikalakalabbaik innal hamda wanni’mata laka walmulka la syarikalak…” Air mata membasahi pipi, kami mengitari ka’bah bersama-sama seraya melantunkan kalimat indah menyayat hati “labbaikallahumma labbaik…” Kami curahkan rasa syukur kehadirat Allah. Dia adalah penulis skenario terbaik sepanjang masa.

Pulangnya dari tanah suci, kami memutuskan agar uang tabungan kami di alokasikan untuk pembangunan bisnis. Aku meminta Naura untuk mempromosikan bisnis kami ke manca negara dengan kemampuan bahasa inggris dan public speaking nya untuk menarik untuk menarik perhatian para turis. Dengan itu, bisnis kami bisa memiliki relasi yang lebih luas. Kemampuanku dalam berbisnis, aku torehkan dalam kesempatan emas ini dengan dibantu Fatimah. Seluruh pendapatan keuangan dikelola oleh Aina dan Ling sebagai pemutar keuangan.

Setelah berjalan cukup lama kami membeli saham di pasar modal. Kami percayakan 50% dari saham kami kepada Allah. Bisnis kami berkembang dengan baik hingga mampu mendirikan beberapa cabang di seluruh Indonesia. Akhirnya kami percayakan 100% saham kami kepada Allah dan kami sebagai karyawan tetap. Kami membangun masjid, panti asuhan, pengairan air di beberapa desa dan pembangunan jembatan. Sungguh kombinasi persahabatan yang luar biasa, Kami bahagia.

 

Also Read: Sirep Jeding E

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Tagged with:
cerpenpondokSantri
AD PLACEMENT

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Mencari Pengganti Cincin Emas

Mencari Pengganti Cincin Emas

Harapan | Cerpen

Harapan | Cerpen

Teguran Abah Yai | Cerpen

Teguran Abah Yai | Cerpen

Bismillah, Aku Tidak Takut

Bismillah, Aku Tidak Takut

Sirep Jeding E

Sirep Jeding E

Makna Tawa Selepas Muhafadzhoh | Cerpen

Makna Tawa Selepas Muhafadzhoh | Cerpen

AD PLACEMENT