Perihal acara Majelis Dzikir Maulidirrosul Saw, Manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, dan Haul Akbar Masyayikh Lirboyo, tidak bisa dipisahkan dengan Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah.
Acara yang rutin diselanggarakan di malam jum’at akhir bulan Syawal ini memang bermula atas inisiatif cetusan KH. Imam Yahya Mahrus, yang kali pertama bertempat di area kampus Universitas Islam Tribakti—kala itu masih institut— pada tahun 1999 M.
Dalam salah satu kesempatan wawancara bersama Yai Faruq Qusayiri, selaku santri senior, beliau menuturkan, “Awalnya Haul para masyayikh itu dilaksanakan di lingkungan keluarga masing-masing sesuai dengan hari wafatnya. Kemudian, beliau Almaghfurlah KH. Imam Yahya Mahrus berinisiatif menyelenggarakan Haul Masyayikh Lirboyo dengan kegiatan Majelis Dzikir dan Maulidirrosul Saw yang di dalamnya meliputi istighosah, pembacaan yasin, tahlil, dan manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani yang hingga kini kita kenal dengan acara Majelis Dzikir dan Maulidurrosul Saw dalam rangka Haul Masyayikh Lirboyo.”
Dengan itu, selain istighosah, Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah menjadikan manaqib Syekh Abdul Qodir Al-Jilani sebagai salah satu amaliah rutin.
Sebagai bentuk rasa cinta kita terhadap para wali dan orang shalih, yaitu dengan membaca manaqibnya. Kita belajar dengan meniru dan mencontoh segala hal baik dari sejarah hidupnya.
Terutama perihal manaqibnya Syekh Abdul Qodir Al-Jailani. Seorang ulama kebesaran Islam ini bergelar sulthonul auliya atau rajanya para wali. Dengan keluhuran ilmu dan akhlak, takwa dan iman, serta kealiman dan kearifannya, sebagai bukti percontohan yang baik.
اِعْلَمْ يَنْبَغِي لِكُلِّ مُسْلِمٍ طَالِبِ الْفَضْلِ وَالْخَيْرَاتِ أَنْ يَلْتَمِسَ الْبَرَكَاتِ وَالنَّفَحَاتِ وَاسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ وَنُزُوْلِ الرَّحْمَاتِ فِيْ حَضَرَاتِ اْلأَوْلِيَآءِ فِيْ مَجَالِسِهِمْ وَجَمْعِهِمْ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا وَعِنْدَ قُبُوْرِهِمْ وَحَالَ ذِكْرِهِمْ وَعِنْدَ كَثْرَةِ الْجُمُوْعِ فِيْ زِيَارَاتِهِمْ وَعِنْدَ مُذَاكَرَاتِ فَضْلِهِمْ وَنَشْرِ مَنَاقِبِهِمْ
“Ketahuilah! Seyogianya setiap Muslim pemburu keutamaan dan kebaikan, mencari berkah dan anugerah, terkabulnya doa, dan turunnya rahmat di depan para wali, di majelis-majelis dan kumpulan mereka, baik yang masih hidup ataupun sudah mati, dan di kuburan mereka, ketika mengingat mereka, dan ketika banyak orang berkumpul dalam berziarah kepada mereka, serta ketika mengingat keutamaan mereka, dan pembacaan riwayat hidup mereka”. (Alawi al-Haddad, Mishbah al-Anam wa Jala` azh-Zhulam, Istanbul-Maktabah al-Haqiqah, 1992 M, h. 90).
Sungguh anugerah yang tidak terkira dalam satu duduk di momen acara seperti itu. Seluruh kebaikan seolah tercurahkan kepada segenap sohibul majalis, mereka yang turut hadir acara. Tidak hanya soal manaqib Syekh Abdul Qodir, belum lagi masih perihal keutamaan dari pembacaan dalam perayaan Maulidirrosul dan Haul Masyayikh.
Di setiap acara seperti ini, juga sarat akan nilai silaturahmi. Saling sapa, terbar salam dan senyum antar sesama jama’ah, sesame hadirin. Silaturahmi dengan segala keutamaannya yang memperlancar rezeki dan memperpanjang umur. Meskipun sudah barang tentu, antara jama’ah laki-laki dan perempuan memiliki tempatnya tersendiri; ditempatkan terpisah.
Hal tersirat yang rasanya tidak boleh dilewatkan, adalah perihal jamuan. Dalam sisi menjamu para tamu, lagi-lagi, ini menjadi ladang kebaikan yang tidak terkira. Apalagi dalam yang namanya acara, tamu itu tidak sedikit.
Menjamu tamu, memuliakannya, adalah bentuk perilaku terpuji.
رَغَّبَ الإْسْلاَمُ فِي كَرَامَةِ الضَّيْفِ وَعَدَّهَا مِنْ أَمَارَاتِ صِدْقِ الإْيمَانِ ، فَقَدْ وَرَدَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَال : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآْخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk memuliakan tamu, dan mengategorikan pemuliaan kepada tamu sebagai salah satu tanda benarnya keimanan. Sungguh, Nabi saw telah bersabda; ‘Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir (dengan iman yang sempurna) maka hendaknya ia memuliakan tamunya” (Lihat, Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah-Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Mesir-Mathabi` Dar ash-Shafwah, cet ke-1, juz, 24, h. 218).
Wallahu a’lam.
Referennsi: Laman NU Online.