web analytics
AD PLACEMENT

Lelucon: Kalimat Baku dan Orang-Orang Kaku

AD PLACEMENT
0 0
Read Time:4 Minute, 7 Second

Lelucon dan tawa adalah sebuah kebutuhan.

Setiap orang dengan kesibukannya yang menuntut, kadang menimbulkan lelah dan sumpeknya masing-masing. Segala hal yang nggak tersampaikan, nggak sesuai harapan, hingga dikecewakan: kita nggak bisa menafikan itu!

Dengan segala tumpuk beban pikir dan hati, nggak mengecualikan santri adalah arti beban itu sendiri. Bukan maksud untuk membandingi dan keluh kesah, bukannya setiap orang punya beban dan keluhnya sendiri-sendiri?

Bagaimana santri yang harus terpisah jarak, tertahan waktu untuk segala hal yang menjadi bagian diri: keluarga, tanah kelahiran, juga kenang-kenang. Terdampar di suatu tempat asing dengan mencoba membangun dan menanggung niat sungguh-sungguh itu. Dipaksa adaptasi dengan orang-orang baru, diharuskan menerima mereka adalah bagian dari kita. Belum lagi soal ekspetasi harap dan tuntut orang rumah untuk hasil, segala kegiatan yang berketerikatan dengan kata santri dan pondok pesantren, sudah membuat banyak rekonstruksi diri. Berubah, atas segala masukan dan pengeluaran diri.

AD PLACEMENT
Also Read: Kentut Ramadhan

Lihat saja deret mata pelajaran itu! Nahwu, shorof, fiqih, tauhid, akhlak, tasawuf, ushul, balagah, mantiq, sejarah, tajwid, hadits, atau tafsir. Belum lagi soal pelajaran formal yang you know lah, seenggaknya meski hanya sebatas matkul mahasiswa semester 4. Untuk soal hafalan, ujian, tugas-tugas, dan hukuman-hukuman?

Bukan maksud ngeluh.

Bukan maksud bangga.

Syukur aja.

AD PLACEMENT

Kembali soal lelucon, bercanda, dan tawa-tawa. Bagi santri, hal itu dengan begitu mudahnya didapat. Segala background perbedaan satu sama lain, selain menjadi bahan belajar, bisanya diulik sisi lucunya. Entah soal kultur, pengalaman, atau hanya sebatas logat cara berbicara. Udah lucu aja.

Belum lagi soal sifat, sikap, dan kemampuan mereka yang memang memiliki basic di bidang komedi ini. Saya belajar banyak dari mereka: set-up, punchline, hingga improvisasi sekalipun. Soal komedi yang mind blowing, atau yang kopler sekalipun. Semua punya sisi hibur dan ledak tawanya masing-masing. Karena itu, hubungan sosial jadi tambah erat, pertemanan jadi tambah hangat, jadi tambah betah mondok dan semangat.

Tapi, nggak mengecualikan mereka, para kaum sarung yang kaku itu. Sulitnya mereka untuk berbaur atau sekedar ikut tertawa. Entah karena apa, biasanya mereka yang seperti itu adalah mereka yang terlalu amat akan belajar. Begitu mencintai ilmu, hingga mereka lupa kalau sedang hidup di dunia dan ada makhluk lain selain mereka dan tumpuk kitab itu.

Mungkin mereka kurang menyenangkan untuk cyrcle yang sama. Kaku, serius, dan diam adalah sebagian unsur perusak perkumpulan, katanya sih gitu. Itu kenapa, peran bercandaan, komedi, dan lelucon begitu invloed sekali perannya. Perihal ini, jadi teringat ucapan Paulo Celho:

AD PLACEMENT

”Jangan lupa, kegilaan sekali membuat hidup lebih berwarna. Orang-orang patuh dan penurut sangat membosankan!”

Untuk menanggapi ini, saya nggak terlalu berlebihan. Ya, terserah saja. Mungkin bagus juga untuk soal semangat dan himmah istiqomahnya dalam belajarnya. Tapi, ya tau batas juga lah. Mana kalanya harus belajar, mana kalanya di luar belajar. Ingat tempat, waktu, dan suasana. Tentu boleh-boleh saja untuk memenangkan dan menjadikan belajar sebagai dominasi mayoritas dari sebagian hidup kita. Tapi, jangan sampai mengecualikan sisi sosial, atau yang parah malah sampai menghilangkannya.

Tapi, nggak bisa suudzon juga. Nggak mungkin orang bisa hidup tanpa bahagia, tanpa tawa. Apalagi untuk soal komedi bercanda. Terka baik saya, pasti setiap orang punya sisi komedinya masing-masing. Ya, termasuk para manusia kaku itu.

Awalnya saya juga penasaran, hal apa sih yang bisa membuat mereka terhibur, selain dari baca, tulis, dan paham? Selama saya mencoba baur, ternyata mereka nggak sekaku yang dikira. Meski begitu, nyatanya mereka juga tetap ada tawanya, juga suka komedi. Cuma ya gitu: beda genre aja.

Orang itu lahir dan berkembang dari tempat ia hidup. Menyesuaikan dengan apa yang ia ambil dari sekitar, dari sesuatu yang mendapat nyaman. Soal orang kaku dan komedi, mereka bisa mendapat dari apa yang mereka geluti selama ini. Huruf-huruf arab tanpa harokat itu nyatanya bisa cipta hibur dan gelak. Mereka, orang-orang yang bisa mengambil sisi komedi dari ngaji.

“Emang bisa?” Tanya santri yang bukan member tetap ngaji bandongan.

Tentu saya bingung. Pastinya saya belum bisa masuk dan mengikuti alur: dari mana sisi lucunya? Tapi, kian lama, kian terbiasa. Hingga akhirnya bisa menemukan dan menikmatinya. Tinggi rendah pemahaman menentukan ritme ledak tawa itu.

Saat ngaji, membaca redaksi teks kitab itu, dengan usaha mencoba paham dari penerapan gramatika, kadang malah menemukan teks akan paham yang mengarah pada suatu kelucuan. Begitu manis. Boleh percaya atau nggak, sama sekali. Terserah.

Seperti akhir-akhir ini, nggak habis pikir akan pengajian jum’at siang itu. Begitu terkesan dengan Gus Reza dan penjelasan yang beliau sampaikan. Karena begitu luasnya pemahaman ilmu dari mushonif kitab itu sendiri, terkadang pembahasannya begitu melebar, menyasar segala sub bab. Hingga, para muta’alimin ini tersasar di salah satu sub bab yang begitu manis dan epik. Serasa di taman bunga yang begitu harum, dipenuhi indah cerah sayap kupu-kupu. Bunga-bunga itu tumbuh lolipop.

Dari sekian itu, saya petik satu dan ditanam di sini.

 

وسمع عمر بن الخطاب رضي الله عنه امرأة تقول هذا البيت:

إن النساء رياحين خلقن لكم * وكلكم يشتهي شم الرياحين

فقال عمر رضي الله عنه:

إن النساء شياطين خلقن لنا * نعوذ بالله من شر السياطين

 

Gimana?

Dapat lucunya?

About Post Author

Aqna Mumtaz Ilmi Ahbati

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

AD PLACEMENT

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Kentut Ramadhan

Kentut Ramadhan

Tob Tob Tob Tob…

Tob Tob Tob Tob…

Ada Naga di Bulan Ramadhan!

Ada Naga di Bulan Ramadhan!

Perbedaan Lailatul Qodr dan Nuzulul Qur’an

Perbedaan Lailatul Qodr dan Nuzulul Qur’an

Gelap Terang Indonesia

Gelap Terang Indonesia

Ngaji Syamail Part 20: Kezuhudan Dahar Rasulullah SAW

Ngaji Syamail Part 20: Kezuhudan Dahar Rasulullah SAW

AD PLACEMENT