Raden Paku adalah Tokoh Walisongo yang makamnya terletak di Dusun Kedathon, Desa Giri Gajah, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Kami tiba disana pada pukul 07.30 WIB. Untuk menuju kompleks Makam Raden Paku (Sunan Giri), kami harus menaiki ojek atau delman karena jalan berupa tanjakan.
Sekitar 4 menit perjalanan, kami pun sampai di lokasi Makam yang ditandai dengan Gapura dan banyak anak tangga didalamnya.
Acara tahlil pun segera dilangsungkan, yang dipimpin oleh Agus H. Nabil Aly Utsman dan do’a bersama yang dipimpin oleh KH. Melvin Zainul Asyiqien. Para santri terlihat sangat bersemangat dan membaca dengan khidmat. Pagi ini, semangat kami menyala setelah olahraga melewati ratusan anak tangga.
Pada kesempatan kali ini, penulis sempat melakukan wawancara dengan Ketua Yayasan Makam Sunan Giri.
Awalnya, penulis mencari Pak Sholihin (Juru kunci Makam Sunan Giri) yang tahun lalu sempat menceritakan filosofi tangga menuju Sunan Giri. Namun, ternyata beliau tidak ada di tempat, sehingga penulis diarahkan penjaga untuk menuju Kantor Yayasan.
Alhamdulillah, disana penulis mendapat sambutan hangat dan wawasan yang bermanfaat. Bapak H. Izzudin Shodiq menceritakan Silsilah Raden Paku (Sunan Giri) yang tersambung dengan Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan juga Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati).
Beliau juga menjelaskan terkait Kelahiran Raden Paku yang saat itu dihanyutkan ke laut oleh Sang Ibu.
“Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq, Ulama besar yang berasal dari Samarkand (Rusia selatan). Saat Maulana Ishaq merantau ke tanah Jawa untuk menyiarkan Agama Islam, Raja Blambangan (Menak Sembuyu) sedang mengadakan sayembara untuk menyembuhkan penyakit putrinya yang bernama Dewi Sekardadu. Karena tak seorang pun tabib yang dapat menyembuhkan, akhirnya Maulana Ishaq maju dengan syarat Raja Blambangan mau masuk Islam. Dengan izin Allah, penyakit mengerikan yang diderita putri Raja Blambangan berhasil disembuhkan.
Sebagai hadiah, Maulana Ishaq dinikahkan dengan Sang Putri dan dijadikan Adipati di Blambangan, Sukabumi. Sesuai perjanjian, Raja Blambangan pun akhirnya masuk Islam.” tutur Pria kelahiran Madura ini.
Beliau melanjutkan, “Karena keluhuran akhlak dan ketinggian ilmunya, rakyat Blambangan akhirnya menaruh simpati pada Maulana Ishaq dan bersedia memeluk agama Islam. Kewibawaan dan kebesaran Beliau semakin populer, sehingga menimbulkan konflik politik.
Raja Menak Sembayu khawatir jika kewibawaannya tergeser oleh menantunya sendiri. Akhirnya ia mengusir, bahkan berusaha membunuh Maulana Ishaq. Dengan berat hati, akhirnya Maulana Ishaq meninggalkan daerah Blambangan dan berpesan kepada Dewi Sekardadu (istrinya) untuk memberikan nama “Raden Paku” apabila anaknya laki-laki.
Beberapa bulan setelah Maulana Ishaq meninggalkan Blambangan, maka terjangkitlah penyakit ganas melanda rakyat Blambangan. Raja Menak Sembayu sangat sedih dan geram terhadap menantunya dan berpendapat bahwa penyakit itu disebabkan dari bayi yang masih dalam kandungan Dewi Sekardadu. Raja Menak Sembayu pun memutuskan untuk menjadikan tumbal apabila bayi itu telah lahir.”
“Namun, bukankah seorang Ibu namanya jika tega melihat anaknya dibunuh. Dewi Sekardadu pun akhirnya memilih untuk memasukkan Sang Putra ke dalam peti dan menghanyutkannya ke laut.” Ungkap pria berusia 78 tahun tersebut dengan pandangan menerawang.
Pria berdarah Madura yang menjadi Ketua Yayasan ini juga menyampaikan filosofi nama Sunan Giri yang banyak jumlahnya;
Sekitar pukul sepuluh pagi, rombongan pun meninggalkan Kompleks Pemakaman Sunan Giri dan segera memasuki bus masing-masing untuk menikmati sarapan pagi sebelum menuju ke tujuan berikutnya, yaitu Makam Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik). Wallahu a’lam.
Baca Perjalanan Khazanah 2025 Selanjutnya di https://elmahrusy.id/maulana-malik-ibrahim-sebarluaskan-islam-dengan-jalur-pendidikan-dan-pertanian/