Raden Fatah, pendiri Kerajaan Demak memang tidak dikenal sebagai salah seorang dari anggota Walisongo. Namun, kedudukannya sebagai salah satu dari jamaah wali yang ikut berperan dalam gerakan dakwah Islam, tidak dapat diabaikan.
Demak, yang semula sebuah pedukuhan yang digabung dengan kota Bintara, dibawah Raden Fatah berkembang menjadi kota yang memiliki pengaruh di Jawa sampai ke Palembang, Jambi, Bangka Belitung, dan Tanjung Pura.
Makam tokoh yang bergelar “Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayyidin Panatagama” ini terletak di belakang Masjid Agung Demak, berbentuk kijing sederhana dari bahan pualam kuning, terletak di bagian luar cungkup makam Sultan Trenggono. Batu pualam kuning yang dijadikan kijing ini digunakan untuk menggantikan batu andesit yang lama, sehingga menimbulkan kesan kekunoan makam Pendiri Kesultanan Demak tersebut. Terdapat tiga Makam Besar, yang merupakan makam Raden Fatah, makam istrinya dan makam Raden Patiunus (Sultan Demak ke-II). Disekitarnya terdapat pula makam Pangeran Sekar Seda Lepen, Pangeran Mekah, Pangeran Ketib dan makam Raden Kusen Adipati Terung.
Beliau adalah putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit terakhir. Raden Fatah dikisahkan berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya dan dinikahkan dengan putri sang Guru yang bernama Dewi Murtosimah. Sebagai penguasa, negarawan, seniman, ahli hukum, ahli ilmu kemasyarakatan dan juga ulama, Raden Fatah berperan penting dalam mengembangkan kesenian wayang agar sesuai dengan ajaran Islam.
Kami tiba di parkiran sekitar pukul sepuluh malam. Untuk menuju makam Raden Fatah, para santri putri harus menggunakan jasa ojek, sedangkan santri putra diarahkan untuk jalan kaki.
Pembacaan tahlil dipimpin oleh Agus H. Nabil Aly Utsman dilanjut do’a oleh Agus H. Izzul Maula Dliyaullah. Usai do’a bersama, Ibu Nyai Zakiyyah beserta segenap Dzurriyyah memasuki cungkup makam. Kemudian KH. Reza Ahmad Zahid memimpin do’a untuk kedua kalinya, yang tawasulnya ditujukan untuk para pemerintah Kerajaan Demak Bintara, diantaranya adalah Sultan Trenggono (Raja Demak ke-III) dan Sunan Prawoto (Raja Demak ke-IV, Putra dari Sultan Trenggono).
Pada pukul 23.48 WIB, para peserta khazanah pun berbaris untuk meninggalkan lokasi makam. Setelah ini, kami akan menuju Provinsi Jawa Barat, berziarah ke Makam Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati), dan terakhir, Makam Masyayikh Gedongan, Cirebon, Jawa Barat.
Peran Raden Fatah dalam Dunia Dakwah
Peran Raden Fatah selaku pendiri Kerajaan Demak Bintara memiliki peranan yang tidak kecil dalam proses dakwah Islam di Nusantara, khususnya di Jawa. Sebab, dengan kekuasaan politis yang dipegangnya, berbagai aspek dakwah yang berhubungan dengan kehidupan sosial, ekonomi, seni, sastra dan tradisi keagamaan dapat diarahkan dan dikembangkan secara lebih efektif terutama dengan adanya faktor kebijakan pemerintah, dukungan aparatur, peran cendekiawan dan bangsawan, termasuk dukungan finansial.
Diantara nilai filosofi Sistem Pemerintahan beliau bersumber dari simbol Kerajaan Majapahit yang bernama Surya Majapahit. Hal ini diabadikan dalam figura berwarna emas yang terletak di sebelah kiri jalan menuju area Pemakaman Raden Fatah. Tertulis: “Manaqib Sejarah Kanjeng Sultan Raden Abdul Fattah Al-Akbar Sayyidin Panotogomo” yang didalamnya juga terdapat Delapan Prinsip Kepemimpinan Raden Fattah, antara lain:
Disamping itu, terdapat pula Museum Masjid Agung Demak yang menyimpan banyak peninggalan sejarah Islam di Kabupaten Demak (khususnya) dan Pulau Jawa di masa Walisongo (pada umumnya), diantaranya seperti Gentong Kong dari Dinasti Ming (Hadiah Putri Campa pada abad ke-XIV), Al-Qur’an yang ditulis tangan, Miniatur Masjid Agung Demak, dan masih banyak lagi.
Di sudut lain, sejajar dengan pintu masuk area makam, terdapat papan berisi tabel Masa Periode Walisongo dari Tahun 1404 – 1479 M. Hal ini memudahkan para pengunjung untuk memahami Masa Periode Walisongo yang semuanya saling berkaitan, sehingga berpotensi membingungkan.
Wallahu a’lam.
Baca Perjalanan Khazanah 2025 Selanjutnya di https://elmahrusy.id/syarif-hidayatullah-metode-kultural-struktural-dalam-berdakwah/