Raden Rahmat yang makamnya terletak di Kampung Ampel, Kota Surabaya adalah anggota Dewan Walisongo tertua yang memiliki peranan besar dalam pengembangan dakwah Islam.
Tokoh yang disebut sebagai Sunan Ampel ini berasal dari negeri Champa, sehingga dakwahnya pun merevitalisasi budaya khas masyarakat Champa, diantaranya:
Raden Rahmat juga mengajari mereka kitab-kitab tentang ilmu tarekat dan ilmu hakikat, besertaan dengan riyadloh yang ketat. Babad Tanah Jawi menggambarkan amaliyah Rohani yang diajarkan Sunan Ampel sebagai berikut:
Ora dhahar ora guling/ anyegah ing hawa/ ora sare ing wengine/ ngibadah maring Pengeran/ fardhu sunat tan katingal/ sarwa nyegah haram makruh/ tawajuhe muji ing Allah/
AD PLACEMENT(Tidak makan tidak tidur, mencegah hawa nafsu/ tidak tidur malam untuk beribadah kepada Tuhan/ fardlu dan sunnah tak ketinggalan/ serta mencegah yang haram maupun yang makruh/ tawajjuh memuji Allah).
Dalam dakwahnya, Sunan Ampel berusaha merangkul masyarakat dengan cara pendekatan dan pembauran. Salah satu ajaran Sunan Ampel yang paling terkenal adalah falsafah Moh Limo, yang berarti tidak mau melakukan lima hal yang dianggap sebagai perilaku menyimpang pada masa Sunan Ampel, yaitu:
Adapun gelar ‘susuhunan’ atau ‘sunan’ yang disematkan pada Raden Rahmat memiliki dua makna yang saling menguatkan satu sama lain. Pertama, sebutan susuhunan atau sunan diberikan kepada Raden Rahmat karena kedudukannya sebagai Raja (Bupati) Surabaya yang berkediaman di Ampel, sehingga menjadi Susuhunan atau Sunan Ampel. Kedua, sebutan susuhunan atau sunan diberikan kepada Raden Rahmat karena kedudukannya sebagai guru suci di Dukuh Ampel yang memiliki kewenangan melakukan diksha (bai’at) kepada murid-murid ruhaninya.
Pagi ini, Selasa (07/01), Rombongan Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri memadati kompleks pemakaman Raden Rahmat sejak pukul 00.30 dini hari. Meski sudah larut malam, peserta khazanah tetap semangat melantunkan sholawat sembari menunggu Dzurriyyah rawuh. Namun, beberapa ada yang memilih untuk yang muroja’ah hafalan nadzom, sedangkan sebagian lain malah memejamkan mata, entah sedang berdo’a dengan khusyu’ atau justru menahan kantuk.
Pada pukul 01.51 WIB, pembacaan tahlil dan do’a pun dimulai. Kali ini Agus H. Izzul Maula Dliyaullah sebagai pemimpin tahlil, dan untuk do’anya dipimpin oleh KH. Melvin Zainul Asyiqien.
Usai do’a bersama, para santri tak langsung melanjutkan perjalanan menuju tujuan selanjutnya, melainkan istirahat terlebih dahulu di area Masjid dan serambinya. Setelah sholat shubuh nanti, baru kami melanjutkan perjalanan menuju Sunan Giri.
Wallahu a’lam.
Baca Perjalanan Khazanah 2025 Selanjutnya di https://elmahrusy.id/raden-paku-sempat-dihanyutkan-ke-laut-oleh-sang-ibu/