Muharram merupakan salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam. Terdapat satu hari istimewa pada bulan ini, yakni Hari ‘Asyura (10 Muharram). Dalam rangka memuliakan Hari ‘Asyura, Syeikh Abdul Hamid telah menganjurkan 12 macam amalan sunnah yang telah diringkas menjadi 3 bait nadzam di dalam kitabnya Kanzun Naja was-Surur Fi Ad’iyyatu Tasyrahus Shudur;
فِى يوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ * بِهَا اثْنَتَانِ وَلهَاَ فَضْلٌ نُقِلْ
صُمْ صَلِّ صَلْ زُرْ عَالمِاً عُدْ وَاكْتَحِلْ * رَأْسُ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ
وَسِّعْ عَلَى اْلعِيَالِ قَلِّمْ ظُفْرَا * وَسُوْرَةَ الْاِخْلاَصِ قُلْ اَلْفَ تَصِلْ
“Ada sepuluh amalan di dalam hari ‘asyura, yang ditambah lagi dua amalan lebih sempurna. Puasalah, sholatlah, sambung silaturahim, ziarah orang alim, menjenguk orang sakit dan celak mata. Usaplah kepala anak yatim, bersedekah, dan mandi, menambah nafkah keluarga, memotong kuku, membaca surat al-Ikhlas 1000 kali.”
Bait diatas menjelaskan tentang keutamaan Hari ‘Asyura (10 Muharram), diantaranya yakni mengusap kepala anak yatim dan bersedekah.
Mengindahkan anjuran Syeikh Abdul Hamid tersebut, PP Putri Asrama Al-Misky HM Al-Mahrusiyah melaksanakan acara Kunjungan ke Yayasan Al-Hidayah Kediri. Acara ini merupakan rutinan tahunan yang diagendakan setiap bulan Muharram.
Saat memasuki bulan Muharram, para santri dihimbau untuk mentasarufkan sebagian hartanya kepada anak yatim, baik itu berupa nominal uang, barang, atau sesuatu yang bermanfaat lainnya.
Rutinan tahunan ini bertujuan untuk men-tarbiyah para santri agar terbiasa berbagi dan saling mengasihi antar sesama, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Imam al-Bazzar dan Imam Ath-Thabrani;
رَأْسُ العَقْلِ بَعْدَ الإِيْمَانِ بِاللهِ التَّوَدُّدُ إِلَى النَّاس
“Pangkal kecerdasan setelah mengimani Allah (Sang Maha Kuasa) adalah membina hubungan baik dengan sesama manusia.”
Menyantuni dan mengusap kepala anak yatim juga menjadi penawar hati yang keras, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani;
أَتَى النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – رَجُلٌ يَشْكُو قَسْوَةَ قَلْبِهِ، قَالَ: ” أَتُحِبُّ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ وَتُدْرَكَ حَاجَتُكَ؟ ارْحَمِ الْيَتِيمَ، وَامْسَحْ رَأْسَهُ، وَأَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ، يَلِنْ قَلْبُكَ وَتُدْرِكْ حَاجَتَكَ
Artinya: Pernah ada seorang laki-laki sowan kepada Rasulullah SAW dan mengeluhkan kekerasan hatinya, lalu beliau berpesan, “Apakah kamu ingin hatimu lembut dan hajatmu terkabul? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, berilah ia makan dari makananmu, maka hatimu akan lembut dan hajatmu akan terkabul.”
Pada hari Ahad, 21 Juli 2024 M / 14 Muharram 1446 H, tepatnya pukul 17.02 WIB, kami perwakilan santri PP Putri Asrama Al-Misky HM Al-Mahrusiyah berangkat ke arah utara menuju Jl. Teratai, Ngampel, Mojoroto, Kediri. Perjalanan sekitar 5 menit ini mengantarkan kami ke Ndalem Bapak Aji Nurul Hidayat (Ketua Yayasan Al-Hidayah).
Sesampainya disana, kami menyampaikan maksud kedatangan kami kepada Beliau. Sambutan hangat dan ‘bincang-bincang santai’ pun berlansung selama beberapa menit.
“Alhamdulillah, kulo niku seneng menawi lare-lare angsal ‘bingkisan’ sangking Pondok, kados Al-Qur’an, ngoten kan kersane lare-lare niku angsal barokahipun sampeyan-sampeyan, barokah sangking Pondok. Dados meskipun belajare lare-lare mboten dangu kados sampeyan ten Pondok, tapi ‘sopo ngerti’ purun mondok kados sampeyan.” Tutur Ketua Yayasan Al-Hidayah ini dengan logat Bahasa Jawa-nya yang kental, yang artinya;
“Alhamdulillah, saya itu senang kalau anak-anak dapat bingkisan dari dari Pondok Pesantren, seperti Al-Qur’an itu kan biar anak-anak dapat barokah dari kalian (para santri), barokah dari Pondok Pesantren. Jadi meskipun waktu belajarnya anak-anak itu tidak lama seperti kalian di Pondok Pesantren, tapi siapa tau mereka mau mondok seperti kalian (menjadi santri).”
Selanjutnya, Bapak Aji Nurul Hidayat atau yang kerap disapa Pak Dayat ini memberikan sedikit gambaran terkait Yayasan Al-Hidayah yang dibina oleh KH. Reza Ahmad Zahid (Pengasuh PP. HM Al-Mahrusiyah) ini;
“Yayasan Al-Hidayah itu ibarat Pondok Pesantren khusus anak yatim, bukan panti asuhan. Dados coro tilem niku kados tilem ten Pesantren, kados lare Pondok. Ngoten dawuhipun Gus-e” (yang dimaksud Gus disini adalah Pembina Yayasan Al-Hidayah yakni KH. Reza Ahmad Zahid alias Gus Reza).
Pak Dayat juga menceritakan rutinitas anak-anak di Yayasan; “Kalau pagi sekolah formal, nanti jam 4 sore ngaji seperti TPQ, dan itu untuk setiap hari Senin sampai Jum’at. Untuk hari Sabtunya, anak-anak ekstrakulikuler sholawat, hari Ahadnya libur.”
Beliau tampak antusias sekali menceritakan serba-serbi Al-Hidayah, hingga kami pun diantarkan ke Gedung Pesantren Yayasan Berkarya Al-Hidayah. Perjalanan sekitar 200 meter itu menggunakan mobil yang dikemudikan langsung oleh Bapak Aji Nurul Hidayat, ditemani istrinya yakni Ibu Ika Wahyu Utami dan putrinya yang bernama Mbak Farah.
Suasana sore yang sangat hangat bagi kami, karena selama perjalanan Pak Dayat dan Bu Ika mencairkan suasana dengan menceritakan kondisi kampung halamannya, jalanan yang kita lewati, dan juga perjuangan Beliau membangun Yayasan tersebut;
“Yayasan Berkarya Al-Hidayah itu bercabang sebenarnya mbak. Ada yang di Surabaya, Kediri, dan daerah-daerah lainnya. Alhamdulillah yang di Kediri tempatnya disini. Kemudian, kenapa ada kata “Berkarya” ? itu merupakan singkatan dari “Berkah Keluarga Yatim dan Dhuafa”. Yayasan ini bernafaskan NU, namun tidak ditampakkan kalau berbendera NU.”
“Dulu, tahun 2015 masih di rumah sana, anak-anak baru ada sekitar 10, alhamdulillah waktu itu ada tanah waqof dan kami buatkan Gedung Yayasan, sekarang total anaknya sudah 100-an. Dulu tanah ini milik orang Malaysia, terus kosong dan akhirnya diwaqofkan. Namun, semenjak Gedung ini berdiri, masyarakat malah mempersulit. Daerah sini kalau pagi dipakai untuk sabung ayam. Jadi harus sabar berada di tengah masyarakat seperti ini. Mungkin harus berjuang ala Lirboyo dulu, yang medan juangnya adalah daerah masyarakat abangan.” Tutur Pak Dayat dengan pandangan menerawang.
15 menit perjalanan pun tak terasa, kami sampai di Gedung Pesantren menjelang maghrib sehingga kami melaksanakan jama’ah terlebih dahulu. Suasana Yayasan kala itu sepi, kami hanya menemui 2 anak putri yang masih mengenyam pendidikan SD dan 3 pengurus putra yang merupakan alumni Pondok Pesantren Lirboyo, salah satunya alumni Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah.
Usai jama’ah, kami melanjutkan acara ‘ngobrol santai’ dengan ditemani semangkuk bakso dan air mineral cleo. Saat itu, hadir pula Ibu Rini Wulandari yang merupakan Kepala Madin (Madrasah Diniyah) yang sudah 8 tahun berkhidmah dan merawat anak-anak di Yayasan Al-Hidayah;
“Saya khidmah disini sejak dia masih umur 2 bulan. Alhamdulillah sekarang sudah kelas 3 SD.” Tuturnya sambil menunjuk Adiba, salah satu anak yatim yang ada di Yayasan Al-Hidayah.
Berbincang dengan Bu Rini, Beliau menjelaskan sistem Madin yang ada di Yayasan ini; “Disini Madin-nya tidak seperti di Pondok-Pondok, belum ada kurikulum yang tetap, jadi sistemnya masih seperti TPQ, yakni hanya sekedar balajar membaca Al-Qur’an, terkadang juga ada materi tambahan di hari-hari tertentu.”
Adapun nama Madin-nya adalah MDP. Hidayatul Muta’alimin (nama yang diberikan langsung oleh ‘Gus Reza’ selaku Pembina Yayasan).
Pak Dayat menambahkan, “Sampeyan kesininya nggak pagi tadi mbak, tadi ada acara khataman Al-Qur’an dan santunan anak yatim. Mulai ba’da shubuh tadi, dan selesainya jam 1 siang.”
“Meskipun acara santunan anak yatim, tapi anak-anak yang dhuafa juga kami ajak. Mereka duduknya di belakang. Dan meski cuma menemani, anak-anak dhuafa juga kami kasih sangu. Ya memang nggak seberapa, hanya 5 ribu atau 10 ribu untuk sekedar membeli permen, tapi setidaknya bisa menyenangkan hati mereka.” Tambah Pak Dayat.
“Terus, kalau anak-anak yatim yang ikut belajar disini, kami buatkan rekening tabungan. Jadi mereka dapat bonus khusus, karena dawuhipun Gus Reza; “Santunan yang baik itu santunan ilmu.”
“Dan alhamdulillah, mayoritas anak-anak disini mendapat bonus tersebut. Jadi, dari seratus sekian anak, terdapat 70-80 an yang kami buatkan rekening tabungan khusus bonus tadi.” Jelas Ketua Yayasan Al-Hidayah.
Pada pukul 19.11 WIB, kami pun pamit pulang dan menyudahi muwajahah penuh barokah itu. Saat perjalanan dari Gedung Yayasan ke arah Ndalem Pak Dayat, kami jalan kaki melewati jalan pintas. Butuh sekitar 2 menit untuk sampai disana dan menuju armada penjemputan dari PP Putri Asrama Al-Misky HM Al-Mahrusiyah.
Alhamdulillah, acara Santunan Anak Yatim ke Yayasan Al-Hidayah Kediri pun berjalan dengan lancar. Semoga kita semua mendapat barokah kemuliaan Bulan Muharram, dan semoga setiap haliyah maupun qouliyah kita selalu mendapat Ridlo dan Maghfiroh-Nya. Aamiin.
Wallahu a’lam.